Mas Guru Punya Cerita: Ngaji Rek!
Agung Firmansyah 9 Januari 2011
Mas Guru Punya Cerita: Ngaji Rek!
“Dzaalikal kitaabu laa roybafiih, hudal lil muttaqiiiin.”
Ba’da maghrib kala itu ramai oleh gemuruh suara bocah. Masjid Al Muhajirin Tatibajo yang biasanya sepi kini dipenuhi anak-anak yang ingin belajar mengaji. Sebagian lancar membaca Quran, sebagian lagi ramai berebut 1 buku Iqro’, yang lain asik bermain silat-silatan. Malam itu, TPQ (Taman Pengajian Quran) Tatibajo dimulai. Diterangi lampu Petromax, dua orang guru mengajar di sana. FYI, sebenarnya tidak satupun dari guru-guru ini sempurna bacaan Qurannya :mrgreen: . Guru pertama sudah berkepala 5, seorang petani kemiri yang 3 tahun lalu pensiun sebagai Imam kampung. Guru kedua berusia 20-an, seorang guru SD yang baru 1 bulan menjejakkan kaki di Tatibajo. Guru senior mengajar anak-anak yang sudah bisa membaca Quran – yang mereka pinjam dari masjid. Guru junior mengajar bocah-bocah lainnya dengan modal 1 Iqro’ yang terus diperebutkan. Di kemudian hari ada 1 guru lagi, Pak Imam panggilannya. Tadinya bocah-bocah ini membawa pelita kecil untuk mengaji. Pelitanya terbuat dari kaleng susu kental manis yang diberi lubang lalu dipasangi batang besi bersumbu. Kalau dibakar, nyalanya tidak lebih terang dari sebuah lilin. Ngaji hanya pakai lilin? Sayang matanya kawan, apalagi mereka ada yang bercita-cita jadi tentara. Setelah usaha kanan-kiri, akhirnya malam itu TPQ Tatibajo diterangi pancaran sinar petromax (kaya nama band :P) yang dipinjam dari Pak Hadi, ayah angkatku. Petromax ini yang dipakai di malam pertama ..., malam kedua ..., dan beberapa malam-malam seterusnya. Baik, perihal penerangan kita akan bahas kapan-kapan, insya Allah. Firaun vs Little Monster Langkah pertama saat mengajar, aku mengajarkan doanya Nabi Musa as, “Robbisy rohlii shodrii wa yassirlii amrii wahlul uqdatam millisaani yaf qohuu qoulii.” Doa ini dibaca Nabi Musa as saat akan menghadapi Raja Firaun, itu yang kuceritakan. Di bawah petromax, anak-anak masih serius menyimak. Dalam doa ini terkandung permohonan kepada Allah agar Allah melapangkan urusan dan melancarkan lisan kita. Sambil mengajari, aku juga numpang doa betulan agar Allah melapangkan urusan anak-anak dan pengajian yang baru lahir ini serta melancarkan lisan gurunya untuk menghadapi para little monster yang kelebihan energi :razz: . Pak Undin, sang mantan Imam mengajar membaca Quran dan aku mengajar yang masih Iqro’. Iqro’nya cuma 1 – robek lagi :P – maka terpaksa anak-anak diajar secara bersamaan, dua sampai tiga anak sekaligus sekali baca. Pas dicoba, ternyata mereka sudah hafal ‘a’, ‘ba’, ‘ta’, sampai ‘ka’ (dengan makhroj yang masih 'berlenggak-lenggok’ :D ). Tapi saat ditanya ini huruf apa, jawabannya bervariatif. Ada yang ‘a’ ada yang ‘sa’ :mrgreen:. Kloter pertama dimulai. Mereka belajar bagaimana bentuk hurufnya, di mana posisi lidah saat mengucapkannya, sampai kuminta satu-satu mencari huruf tersebut di Iqro’. Saat kloter kedua akan dimulai, kulihat jam. What the heaven, Man!!! Ternyata kloter I memakan waktu hampir 20 menit padahal masih ada sekitar 5 atau 6 kloter lagi. Dengan sangat terpaksa, kloter kedua dan selanjutnya harus belajar dengan cara instan, aku mencontohkan bacaan lalu mereka mengulangnya. Sesekali mereka kuminta mengulang bacaan bila perlu. Semakin banyak anak yang selesai mengaji, semakin ribut masjid. Dengan muka tak berdosa, mereka senang sekali saat gurunya bilang bahwa mereka boleh pulang :razz: . Nyatanya? You know lah. Mereka tidak pulang, haha. Dasar anak-anak. Mereka malah main di dalam masjid sambil mengganggu temannya. Kalau sudah terlalu ribut aku mulai menghitung dengan jariku. 1, 2, 3, ... dan mereka akan senyap dengan sendirinya. Gampang kan :cool: ? Tunggu dulu ..., kondisi senyap hanya bertahan sekitar 3 menit. Dasar anak-anak kelebihan energi :razz: . Alhamdulillah, hari pertama berjalan lancar, lengkap dengan antusiasme murid-muridnya. Di tengah perjalanan pulang, aku berpikir mengapa anak-anak ini begitu ribut. Mungkin aku kualat. Dulu kalau ngaji, modelku juga seribut anak-anak itu, muter-muter koyo laler :mrgreen: . Hari Ke-2 Mengaji Hari kedua itu hari Senin. Sejak di sekolah, berkali-kali anak-anak bertanya dengan semangat apakah nanti malam mengaji atau tidak. Senang aku melihat antusiasme mereka. Pertanyaan-pertanyaan macam itu terus bergulir hingga sore hari, sampai balita pun ikut-ikutan, “Gulu, ngaji di? Iiiih...., ngajiii.” Hohohoho..., so cute she is. Sampai setengah enam, tak kulihat juga Pak Mantan Imam. Kata anaknya yang kelas IV, beliau pergi ke bonde (pinggir, jalan poros-red). Bau-baunya bakal ngajar sendiri hari ini. Menghadapi anak-anak yang tingkat kedewasaannya bervariasi macam ini punya tantangan istimewa. Kalau pakai gaya anak-anak, yang besar tertawa – lalu ngusilin yang kecil. Pakai gaya ABG, yang junior bengong – lalu ramai karena bosen bengong. Nah lo, mau pake gaya apa (~_ ~)? :roll: Hari kedua, pengajian Taman Pendidikan Quran Tatibajo berlangsung dengan sangat ‘meriah’, khas keramaian pengajian anak-anak. Alih-alih pulang, anak-anak yang sudah selesai mengaji (lagi-lagi) malah bermain di dalam masjid. Dengan lampu petromax, masjid saat jam mengaji memang menjadi tempat yang paling terang se-Tatibajo, bahkan mungkin se-Gunung Sambalagia. Ok, ini kisah 2 hari pertama. Insya Allah kapan-kapan akan ada behind the scene bagaimana TPQ ini dimulai. Deep in my heart, I’m very happy. Now, I reviva 3 times a day: saat masuk kelas, saat tidur siang :mrgreen: (my only private zone in daylight), dan saat azdan maghrib berkumandang. Bersambung …. ! Nantikan episode-episode ‘Mas Guru Punya Cerita’ di blog yang sama. | Cerita ini juga ditulis di sini.Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda