Pusing-pusing kampung Bukide

Agriani Stevany Kadiwanu 23 Agustus 2011
20 Juni 2011 Pukul 05.30 dari dapur sudah terdengar bunyi seperti orang mengaduk-ngaduk belanga. Kutengokkan kepala ke kiri, Jingjing sudah tak ada. Rupanya dia yang sedang memasak di dapur. Malu saya kepada anak SMP itu, dia bangun sangat pagi dan langsung bekerja. Saya segera bangkit dari tempat tidur, merapikan bantal dan melipat sarung, selepasnya menuju ke dapur. Hari ini kami memasak banyak sekali. Kami menanak nasi lalu menggoreng pisang sangat banyak untuk sarapan. Sembari ia bekerja di dapur, saya menjemur pakaian dan merendam pakaian kotor lainnya. Setelah itu kami mencuci baju bersama dan kemudian berjalan ke rumah jingjing untuk mengambil ikan. Cukup lama saya bercengkerama di rumahnya bersama ayah dan ibu jingjing. Ayahnya cukup banyak bercerita dan memberikanku banyak informasi. Dari ayah dan ibunya, saya tahu bahwa masih ada peninggalan tua yang disimpan oleh seorang kakek, tetangga Ibu Manoka, di rumahnya. Barang-barang tersebut dipercaya memiliki kekuatan mistis. Nanti aku akan berusaha mendekati sang kakek agar diperkenankan melihat barang peninggalan itu dan juga boleh pergi ke gunung keramat. Selepas dari rumah Jingjing, kami berdua pulang untuk menaruh ikan, kemudian kami berjalan menyusuri jalan setapak menaiki gunung, untuk melihat titik kumpul apabila terjadi tsunami yang telah dicanangkan waktu pelatihan dulu. Setidaknya saya harus tahu, untuk jaga-jaga =)) semoga tidak terjadi. Tolonglah kami Tuhan. Hari ini saya banyak jalan-jalan memutari kampung. Sore hari saya bermain di rumah Stella, salah satu anak SMP yang ada di Enggohe, teman Jingjing. Menggendong Lius, anak dari kakak perempuan Stella. Bermain di tepi pantai belakang rumah mereka bersama anak-anak. Mereka kusuruh bermain membentuk bangunan dengan pasir. Jadinya mereka malah berkreasi sendiri membuat speed boat, gunung, pulau, dll. Bagus sekali... Sempat pula kufoto mereka semua. Senang sekali =)

Cerita Lainnya

Lihat Semua