Kenalkan, Aku Vany Pengajar Muda Angkatan 2

Agriani Stevany Kadiwanu 23 Agustus 2011
19 Juni 2011 Prong prang, klontang, srek..srek... Jam 5 pagi sudah terdengar suara dari samping rumah di Salise. Sepertinya Ibu Manoka sedang mencuci piring di luar. Suara orang menyapu rumah juga terdengar sampai ke kamarku. Ketika kutengok, kak Eti sedang menyapu lantai rumah yang belum selesai dibangun itu.  Tidak terdengar tangisan bayi, sepertinya Momo, bayi Kak Eti masih tertidur lelap. Karena merasa sungkan, saya bangkit dari tempat tidur. Semalam tidurku nyenyak, hingga tak terdengar bunyi sms masuk ke handphone-ku. 5 new messages dalam inbox-ku. Hal yang kulakukan pertama kali adalah merapihkan tempat tidurku, melipat sarung, merapikan bantal yang kugunakan, kemudian memotret siluet jendela dan pemandangan matahari terbit dari jendela kamar. Begitu keluar dari kamar, kulihat Ungke masih tertidur di spons di ruang tamu. Aku bingung, apa yang dapat kulakukan untuk membantu orang rumah pagi itu. Hanya satu yang terpikir, mandi dan menyiapkan barang agar tidak telat menyeberang dengan pambut (perahu motor kecil yang memiliki dua tungkai penyeimbang). Paling tidak, aku tidak membuat mereka repot menungguku, itulah bantuan yang terpikir saat itu. Segera kuambil pakaian ganti, masuk ke kamar mandi yang tak berdaun pintu itu, hanya ditutupi oleh kain gorden. Agak merasa tak aman, tapi ya sudahlah. Mandi dengan tenang, tiba-tiba ibu manoka masuk dan memukul bokong ane bok! Aku kaget, tapi karena sesama perempuan kubiarkan saja, mungkin karena sudah terbiasa dilihat sesama cewek di pelatihan militer di Rindam Jaya. Untunglah setelah itu aku dapat menyelesaikan mandiku dengan aman tanpa gangguan seperti tadi. Jam 7 tepat kami naik pambut menuju pulau seberang, tempatku mengabdi, pulau Enggohe. Ibu Manoka tidak ikut karena harus mengantar Momo ke dokter, ada bisul di perut bayi mungil itu. Hanya saya, Ungke dan Bapa yang pulang. Sesampai di rumah, Ungke duluan yang ke sekolah minggu lalu siangnya sekitar jam setengah 9 pagi Ibu Manoka sudah di rumah, kami berangkat ke gereja. Di gereja inilah saya diperkenalkan kepada seluruh Jemaat sekaligus masyarakat Enggohe. Saya diberi kesempatan  untuk memperkenalkan diri di depan sidang jemaat. “Terima kasih untuk kesempatan yang diberikan kepada saya. Yang terhormat ibu pendeta, majelis dan sidang jemaat sekalian, ijinkanlah pada kesempatan ini saya memperkenalkan diri saya. Nama lengkap saya, Agriani Stevany Kadiwanu, saya berasal dari NTT tetapi berkuliah di Universitas Kristen Surabaya. Saya mengikuti suatu gerakan yang dinamakan Gerakan Indonesia Mengajar,yang menghantarkan saya sampai ke Enggohe ini. Gerakan IM ini adalah gerakan yg mengumpulkan anak-anak muda untuk mengisi kekosongan guru di daerah-daerah perbatasan selama satu tahun. Dan perlu saya sampaikan pula bahwa saya datang sebagai guru dan juga sebagai masyarakat baru, bukan sebagai tamu. Saya butuh bantuan untuk mempelajari bahasa Sangir dan juga butuh bantuan dalam hal berlayar. Yang terakhir, tadi lupa saya sebutkan, saya bisa dipanggil dengan sebutan Vany. Atau Bu Vany jika di sekolah, Terima kasih.” Jantungku berdegup begitu kencang ketika berdiri di depan semua jemaat. Tetapi kulawan itu, dan kucoba tenang agar pesanku tersampaikan dengan baik. Selesai ibadah kami bersalam-salaman untuk saling mengucapkan selamat hari minggu. Kusapa setiap orang yang ada dalam gereja. Tanpa terkecuali. Ini adalah kesempatan emas untuk bersosialisasi dengan mereka. Usai ibadah, saya pulang bersama JingJing, seorang anak gadis yang masih SMP, blasteran filipin gitu deh. Sorenya, ia menemaniku berkeliling kampung. Kami ke kapitalaung (kepala desa) untuk mencatatatkan nama sebagai warga baru di desa, ke pantai dan bertemu dengan koordinator sekolah minggu agar dapat dilibatkan dalam pengasuhan sekolah minggu. Terakhir, kami mengunjungi rumah ketua pemuda untuk menanyakan kegiatan pemuda seperti kebaktian diadakan setiap hari apa saja. Agak canggung, tapi tak apalah. Saya selalu berusaha mengelola ekspektasi orang pada saya setiap saya berkunjung. Tuhan tolong =) Malamnya saya dan Jingjing sempatkan berdoa dan merenungkan firman Tuhan bersama-sama. Senang sekali. Kami belajar mengenai cinta sejati. Mencintai yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna, seperti Bapa menyayangi anakNya.

Cerita Lainnya

Lihat Semua