Muridku Belajar Sportifitas, Aku Belajar Melihat Kekurangan
Ady Saputra Wansa 17 Februari 2012Muridku Belajar Sportifitas, Aku Belajar Melihat Kekurangan
Hari ini kali kedua saya mengajak pendekar lapangan SD Inpres Sawang Akar bertanding, menyambangi kampung-kampung di pinggir pantai.
Selepas bermain dengan Toro Subang, walaupun menelan kekelahan saya berkata kepada mereka "Kamis kita bertanding lawan Toin, maukah? tenang minyak pak Ady yang tanggung", serentak mereka menjawab "ok".
Belajar dari pengalaman, ketika saya bercerita mengenai mental para pemain yang jatuh karena pakaian mereka tidak sebagus lawan-lawan mereka, bu Astadja guru teladan SD Inpres Sawang Akar berangkat ke labuha, diam-diam dia membeli seragam kesebelasan "AC Milan" sebagai hadiah bagi tim kami yang akan bertanding melawan Toin. Benar saja, petang di hari rabu menjadi hari yang "sulit diatur" semua siswa saya berebut untuk menggunakan baju baru. Padahal petang itu bu Astadja hanya membawa baju baru sebanyak sembilan buah saja. Untunglah pelajaran mengenai keegoisan, sama rata sama rasa sudah saya berikan kepada tim kesebelasan Sawang Akar, ketika mereka resmi dimenejeri oleh saya. Andin pagi itu yang menjadi penengah dengan polos dia menawarkan diri untuk menggunakan baju tim nasional Indonesia yang bernomor punggung tujuh, Irfan Badhim.
Untuk bertanding hari ini, dua hari yang lalu saya berpesan kepada mereka kalau saya sebagai pelatih dan menejer tidak mau pulang membawa telor alias nol. Saya tidak berharap kemenangan, saya sadar betul dengan latihan tim yang tidak lebih dari satu bulan. Dengan keadaan siswa, walaupun mereka satu kampung, bermain bersama, berenang bersama tapi juga tingkat "individualis" ala desanya sangat kentara sekali. Ibarat contoh ketika bermain ke Toro Subang, banyak pemain yang membawa minuman sendiri menolak untuk berbagi dengan teman satu timnya. Atau ketika, semua diminta untuk mencari baju tim yang mereka usulkan, hanya satu dua orang saja yang bergerak untuk mencarikan baju bagi temannya, dan yang lainnya hanya diam karena mereka sudah dapat baju untuk diri mereka sendiri. Yang lebih parah adalah egoisme ini terbawa sampai di pertandingan, beberapa pemain mengeluh ketika saya minta mereka berlari menyongsong lawan dan memagari daerah pertahanan, mereka berkata "lelah" atau seolah acuh dengan perintah saya dan berlari entah kemana atau berlagak sakit ketika bersenggolan dengan pemain lawan. Untuk hari ini saya benar-benar meminta mereka untuk tidak memperlihatkan keegoisan mereka, baju yang mereka pakai adalah jaminannya. Siapa yang tidak egois akan tetap menggunakan baju kesebalasan yang baru, bagi yang egois silahkan bentuk tim sendiri dan itu berarti dia harus keluar dari tim kesebalasan.
Peraturan yang keras harus saya terapkan agar semua orang dalam tim sadar betul kalau mereka bukan bermain untuk diri mereka sendiri, tapi mereka bermain untuk kemenangan bersama, jadi asas sama rasa sama rata benar-benar saya terapkan dan jadikan aturan bagi tim yang saya tangani.
Setiba di Toin, para pemain yang saya bawa, jauh berbeda semangat dan kepercayaan diri mereka. Tidak seperti di Toro Subang, mereka langsung dengan semangat. Walaupun masih ada satu dua orang yang kaget ketika melihat ke lapangan para remaja yang bertubuh besar sedang berlarian mengejar bola, "hamadang besar-besar sekali" bisik Ansar kepada saya ketika berjalan menuju SD Inpres Toin. "itu bukan yang akan kita lawan, lihat mereka tidak menggunakan seragam" jelas saya ketika melihat mimik Ansar yang mulai berubah.
Tidak lama setelah beristirahat, peluit kick off pun berbunyi, para pendekar lapangan dari Sawang Akar masih terlihat gugup ketika menyadari hampir sebagian besar warga kampung Toin yang berjumlah 177 KK itu turun kelapangan dan menonton pertandingan. Bapak-bapak, ibu-ibu, remaja putra dan putri serta anak-anak semua turun memadati lapangan. Sayapun tidak menyangka akan seantusias ini masyarakat Toin menyaksikan pertandingan, terlebih beberapa menit sebelumnya desa mereka di guyur hujan lebat. Kekakuan tim yang saya bawa, tidak seperti bermain di Toro Subang yang lalu, kali ini di menit-menit awal mereka bisa bermain dengan rapi, walaupun untuk pemain bertahan (back) masih belum bisa berkoordinasi dengan baik, beberapa mereka kerap malakukan kesalahan, intruksi ketika di saat latihan, sebelum berangkat, dan sebelum bertanding mengenai cara mereka mengkaver pertahananpun seolah lupa dari ingatan.
Ketika bola datang, Fahrul, Dalham, Anto dan Andin berebut untuk maju menyongsong bola, walhasil beberapa titik dan pemain lawan yang tidak membawa bola tidak mereka awasi dengan baik. Tidak hanya itu, Igun yang ketika bermain dipertandingan sebelumnya bisa bermain dengan rapi dan cantik, hari ini entah apa gerangan tiba-tiba dia turun ke sisi pertahanan.
Saya harus berteriak bersaing dengan teriakan para penonton untuk merapikan kembali formasi yang kami pakai hari ini, empat, tiga-tiga. Tidak lama setelah kick off berbunyi, tidak lama setelah saya berteriak menyadarkan mereka akan posisinya, satu tendangan lawan yang tidak terkafer oleh pemain bertahan kami melesatkan bola muntahan ke dalam gawang. Hampir semua penonton yang sedari tadi memadati pinggir lapangan masuk kedalam lapangan meneriakan goal dan menarikan tari kemenangan. Di satu sisi mental tim yang saya bawa kembali hancur, dan ambruk sampai ke titik nadir.
Satu, dua sampai tiga gol dilesatkan oleh tim lawan yang kesemuanya adalah berkat dari tidak konsistennya kami dalam mempertahankan pertahanan dan bermain sesuai dengan koordinasi serta intruksi dari pelatih. Bahkan satu gol yang terjadi adalah gol bunuh diri yang dilakukan oleh Suwardi pemain tengah yang menendang keras ke arah gawang kami, kemudian disambut oleh sundulan Fahrul, niat hati untuk menyelamatkan gawang tapi apalah daya akhirnya masuk kegawang sendiri.
Sebetulnya kami bisa membalas gol, andai saja. Karena sebelum menit pertama berakhir tim kami mendapakan hadiah penalti. Ketika latihan dan menyusun peta pertandingan saya sudah mengintruksikan kalau penalti akan diambil oleh Igun, selain dia memang penyerang tapi telah terbukti tembakannya bisa tepat ke arah gawang. Selain Igun ada Junaedi dan Suwardi yang memiliki tendangan keras, tapi dari beberapa kali di sesi latihan banyak tendangan mereka berdua tidak tepat kearah gawang, tapi selalu melenceng. Dari pinggir lapangan saya sudah berteriak untuk mengarahkan kalau yang mengambil tendangan adalah Igun, tapi entah kenapa Suwardi tiba-tiba maju kearah bola dan menendang bola. Benar saja, tendangannya yang keras tidak masuk kegawang tapi malah mengenai kepala penonton. Angin apa yang membuat Suwardi melupakan intruksi dan teriakan saya, saya hanya bisa menduga-duga saja. Entah karena janjinya tempo hari yang akan mencetak gol di Toin atau yang lainnya saya tidak tahu. Tapi hari ini Suwardi gagal memenuhi janjinya untuk mencetak gol.
Peluit babak kedua, berbunyi. Para pemain saya sudah bisa mengendalikan emosi dan mental mereka. Setelah tadi ketika istriahat mencicipi kemarahan yang saya berikan kepada mereka, atas upah tidak berjalannya koordinasi dan tidak patuhnya mereka pada intruksi dan kesepakatan yang dibuat. Tidak lama setelah kick off, Ansar yang mendapatkan kesempatan untuk menendang tendangan bebas, membuktikan ketajamannya sebagai striker satu gol dia lesatkan lewat tendangan bebasnya. Tidak lama di susul oleh gol Aldi yang mendapatkan asis dari tengah lapangan. Kedudukan berubah menjadi tiga-dua. Kembali lagi back yang tidak bisa berkordinasi dengan baik, serta antusiasme merebut bola tanpa memperhatikan pemain lawan, membuat keselahan serupa, pemain lawan dibiarkan berdiri bebas dan gol. Gol demi gol dilesatkan oleh kedua tim, suporter dari kedua tim bergantian memasuki lapangan untuk meneriakan kemenangan dan menarikan tarian kegembiraan.
Kedudukan tujuh-lima, lima untuk Sawang Akar dan Tujuh untuk Toin. Kami menelan kekalahan lagi, tapi saya berkata kepada tim yang saya bawa, bagi sebagian besar orang atau malah semua penonton yang datang menonton. Sawang Akar dilihat sebagai tim yang kalah, tapi tidak buat saya, kalian semua adalah para pemenang, karena kalian berhasil untuk pulang tidak membawa telor alias nol seperti yang saya minta. Dengan kalian berani bertanding ke Toin, bisa melesatkan gol setelah kalah tiga kosong, ditengah gegap gempita suporter Toin, itu adalah sebuah capaian dan keberanian yang luar biasa, tidak semua tim bisa seperti kalian, bahkan Toin sekalipun kalau kita ajak bermain di Sawang Akar belum tentu mereka bisa melakukan hal yang serupa seperti yang telah kalian lakukan sekarang. Kalian telah bermain dengan baik, tidak seperti ketika bermain pertama kali dulu.
setelah wajah lelah mereka berubah bersemangat lagi, baru sebuah petuah, pelajaran dari tiap hal yang kita lalui, walaupun sakit harus tetap kita ambil guna perbaikan di hari kemudian. Saya melanjutkan sesi renungan tersebut, tapi tujuh gol yang dilesatkan oleh lawan ke dalam gawang kita tentu bisa kita lihat dan kita pelajari, kenapa?. Itu disebkan karena kalian tidak bermain sesuai dengan koordinasi semula, yang menjadi back setiap ada bola semua turut menghadang yang akhirnya pemain lawan yang masuk kedaerah pertahan kita tidak bisa kita hadang, mereka berkali-kali melesatkan tembakan dengan nyaman di muka gawang kita. Back tidak ada yang mengkafer, pemian tengah tidak berusaha menghadang laju bola ketika bola ada ditengah lapangan, penyerang beberapa sering turun, dan berkali-kali bola yang ditendang ke depan oleh back atau pemain tengah tidak ada yang menyambut karena hampir semua tim ada di areal pertahanan. Yang sangat kentara adalah kontrol bola kalian yang masih belum bagus, sudah diajari bagaimana kontrol bola atas, kalau bermain menggocek dulu, jangan tendang langsung, over yang cantik jangan asal. Ini kesalahan-kesalahan yang harus kita perbaiki nanti sebelum berangkat ke Belang-belang.
Pidota itu saya tutup dengan mengajak mereka untuk berkenalan dengan siswi perempuan yang ada di Toin, tapi sayang siswa saya hanya berani ketika di Sawang Akar saja untuk urusan yang satu ini. Padahal tempo hari ketika bermain di Toro Subang, Ansar meminta saya untuk tidak memperkenalkan namanya kepada para siswi perempuan tapi dia minta saya untuk mengajak dia bersalaman saja kepada perempuan-perempuan itu, ketika saya tanya kenapa, dia menjawab "tidak asik kalau tidak pegang tangan".
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda