Malam Ini Rumah kami Terang!
Ady Saputra Wansa 11 Desember 2011Ini malam bersejarah bagi rumah pintar desa Sawang Akar, tanggal 6 Desember 2011 ini walaupun masih menumpang disalah satu rumah warga untuk aliran listrik. Tapi tidak jadi soal bagi kami, karena cahaya dari pancaran lampu malam ini membuat kami lebih bersemangat menyongsong hari esok. Ujian, perlombaan yang ada di depan mata, seolah semakin dekat untuk bisa terealisasikan bagi kami yang belajar di rumah pintar ini. Wajar kalau tiap kami yang masuk kedalam rumah pintar meneriakan kata penyemangat "Jakarta kami datang". Aldi, adalah anak tempat kami menumpang untuk dialiri listrik meneriakan kata tersebut dengan lantang, dan ketika ada teman lain yang baru masuk, dan saya lupa mengingatkan dia langsung meminta teman untuk meneriakan kata-kata tersebut, "hei ngoni, bilang Jakarta saya datang", sembari meletakkan tangan kanan di dada. Diana, Nurila dan Masra dengan malu-malu sembari saling lihat satu sama lain akhirnya meneriakkan juga "Jakarta saya datang". Hebatnya mereka bertiga malam ini terlihat lebih cantik dari malam-malam sebelumnya, mungkin karena malam ini pupur yang mereka oleskan di pipi mereka lebih tampak ketika hanya disorot oleh cahaya dari strongkeng (petromaks) atau cahaya pelita. Kegembiraan mereka sebenarnya sudah terlihat ketika saya memasang alat listrik di rumah, Anto, Suwardi, Juandi tanpa menggunakan baju datang untuk membantu ketika gelap mulai merambat dari barat. Anto menenteng handuk sore itu, sepertinya kegiatan membersihkan badan kalah asik dengan kegiatan menyambung kabel. Mereka semua bersemangat untuk segera menyalakan bola (bola lampu). walapun sore itu rintik menyapa bumi, mereka tetap bersemangat untuk menancapkan tiang-tiang agar kabel yang dialiri listrik tidak mengganggu jalan yang dilalui oleh warga kampung. Selepas adzan, Fahrul sudah datang kerumah ketika saya mengangkat tangan mengucap takbir di rakaat pertama sholat magrib. Dia menghampiri lemari buku, dan memilih buku sains untuk dibacanya. Pada malam sebelumnya, jarang sekali mereka datang selepas magrib walaupun saya tidak berjamaah di masjid. Pada malam sebelumnya, kami semua yang belajar ketika telah berkumpul tidak bisa langsung mengambil buku dan membaca, kami harus saling bahu membahu menyalakan strongkeng (petromaks) atau kalau kaum adam tidak bisa menyalakan, terpaksa mencari baobao (bapak-bapak dalam bahasa suku makian luar) untuk menyalakannya. Saya sempat belajar menyalakan kepada Om Ismat (bapak komite) kesempatan pertama saya berhasil menyalakan dan saya ceritakan kepada murid-murid saya yang datang kemudian. Dihari kedua, nasib sedang sial, bukan nyala, yang ada strongkengnya terbakar kacanya menjadi hitam. Semenjak malam itu saya putuskan untuk menyerahkan permasalahan strongkeng kepada yang ahlinya. Karena itu kadang kami bernyanyi barang empat sampai enam lagu di beranda belakang sambil bergelap-gelapan. Lama atau tidaknya menyalakan strongkeng tergantung dari cepat atau tidaknya tim pembawa strongkeng mencari orang yang ahli (bisa). Karena tidak semua baobao di Sawang Akar bisa dan berani menyalakan strongkeng, karena mereka punya pengalaman buruk dengan benda ini, yakni kebarakan. Malam ini, kami tidak lagi menyanyi dalam gelap, karena kegelapan itu sudah hilang sekarang. Kami sadar, cahaya ini akan terus menyala atau tidak tergantung dari seberapa kompak kami mengumpulkan rupiah dari kocek kami masing-masing. Karena untuk satu malam aliran listrik yang kami gunakan dari jam 18.30 sampai 22.00 kurang lebih dua liter, kalau kami membeli solar di desa kami, maka biaya yang harus kami keluarkan sebesar empat belas ribu rupiah, dengan jumlah orang yang belajar tiap malamnya kurang lebih delapan sampai sepuluh orang dengan kemampuan dua ribu tiap orang maka itu berarti hanya dua malam kami bisa belajar ditemani cahaya yang terang seperti ini. Kami tahu itu, tapi kami tidak terlalu ambil pusing, paling tidak setiap dua malam dalam satu minggu kami bisa meneriakkan "Jakarta kami datang".
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda