info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Seperti namanya Dia adalah Kunci Keluarga

adji prakoso 20 Agustus 2012

Desa Terpencil dipenjuru negeri bukan hanya jalan kehormatan menuntaskan janji kemerdekaan, Tetapi wahana belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan

Karakter pekerja keras dan pemberani  patut disematkan kepada sosok lelaki umur 55 tahun ini. Dia bapak Kunci, bapak saya di daerah penempatan. Seperti arti namanya, bapak berperan utama menahkodai kapal keluarga. Bukan hanya nahkoda pada umumnya, seperti yang sering kita dengarkan dalam tuturan pelajaran Bahasa Indonesia bahwa seorang ayah adalah kepala keluarga. Dia berbeda dengan mayoritas lelaki dewasa di desa, yang banyak menghabiskan waktu untuk bersantai selepas bekerja di perusahaan atau di kebun pribadi.

Waktunya selama satu hari penuh hampir dihabiskan untuk bekerja. Meskipun kewajibannya menafkahi keluarga hanya untuk ibu, karena seluruh anaknya sudah berdiri mandiri dalam bingkai keluarga dan tidak tinggal di rumahnya lagi.  Pagi hari sekitar jam 4.00 WIB bapak mulai mendayung sampan kecil miliknya ke daratan sebrang desa demi mengais rejeki di perusahaan sawit. Dinginnya pagi, di anak sungai Musi ditembusnya gagah berani. Arus besar dan pasangnya air sungai ditaklukannya tanpa mengeluh. Lepas kerja di perusahaan, sekitar pukul 14.30 WIB. Bapak segera pulang dan setibanya di rumah, beliau langsung mengganti kostum untuk pergi ke kebun miliknya.

Jarak kebun dengan rumah cukup jauh, jikalau ditempuh menggunakan sepeda motor menghabiskan waktu 15 menit. Namun bapak memilih menggunakan sepeda tua miliknya. Setelah dinginnya pagi ditaklukan, terik matahari siang hari juga bukan penghalangnya  merawat kebun miliknya. Perlengkapannya berangkat ke kebun bukan hanya alat-alat perkebunan, ada juga jaring ular dan pancingan kayu yang dibuatnya sendiri. Jadi oleh-oleh lepas pulang dari kebun bukan hanya pisang, jagung, cabai, ubi, labu dan sayur mayur lainnya, ikan air tawar dan ular biasanya juga masuk karung besar bawaannya.

Bapak baru pulang dari kebun, menjelang maghrib. Jikalau beruntung mendapatkan ular sawah. Beliau langsung merapikan ikatan bungkusnya dan menaruh ditempat yang aman, agar ular tidak keluar dari karung pembungkusnya. Ketika merapikan bungkusan ular tidak ada kecemasan sedikitpun, sedangkan hampir semua ular yang ditangkapnya berukuran besar dan rata-rata panjangnya kurang lebih 3 meter. Saat hari pasar tiba, disetiap Rabu. Ular ditukarnya dengan beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah. Bapak menyampaikan, biasanya ular yang dijual segera dibawa ke palembang atau pulau jawa oleh pembelinya, kulitnya diambil jadi bahan pembuatan tas atau dompet kulit.

Jikalau hasil bumi dan ikan yang dibawa selepas dari kebun. Bapak langsung menyerahkan kepada ibu, untuk segera dijadikan hidangan dapur. Santapan yang masuk kedalam perut terasa alami, hampir semua hasil bumi dari kebunnya. Malam hari ketika jam menunjukan pukul 19.30 WITA, bapak menghabiskan waktu merajut tali buat jerat ular sembari bercengkrama dengan kami. Merajut tali untuk jerat ular, tidak semudah yang dibayangkan. Perlu analisis dan ketelitian ekstra, jikalau antara uraian jerat ada yang besar dibandingkan lainnya, ular tidak akan terjerembab di dalamnya. Terkadang bapak menghabiskan waktu hingga pukul 23.00 WIB demi menyelasaikan pekerjaannya merajut jerat ular.

Saya kagum perjuangannya memaknai kehidupan. Tidak pernah satu kata keluhan terurai dari mulutnya, jikalau tubuhnya meringkik lelah atau sakit. Bapak melawannya dengan mengerik menggunakan uang logam di beberapa titik tubuhnya, beliau menyebutnya angin masuk kedalam tubuhnya. Saya belajar dari karakternya yang pekerja keras dan pemberani.

Sebuah kehormatan setahun kedepan banyak berinteraksi dengan sosok hebatnya. Sosok yang bekerja dengan ketulusan, tanpa berfikir penghormatan


Cerita Lainnya

Lihat Semua