Seketika Suasana Haru Menyelimuti Desa Kepayang (Cerita Tentang Perpisahan Mbak Milastri Muzakkar)

adji prakoso 30 Juni 2012

Hari ini seluruh aktivitas desa terfokus pada satu titik, di halaman SDN Kepayang. Tidak memandang orang tua, anak muda hingga anak-anak, semua berbondong-bondong menuju halaman sekolah. Mereka berdatangan sambil membawa bingkisan kecil yang indah terkhias kertas kado. Bahkan ada warga datang membawa kue atau makanan yang siap disajikan untuk semua orang di sekolah tersebut. Seluruh warga hadir diselimuti wajah haru.

Haru tidak lahir sendiri, namun diciptakan oleh ukiran ketulusan yang membekas di hati mereka. Ketulusan seorang pengajar muda angkatan 2 bernama Milastri Muzakkar yang membimbing anak-anak SDN Kepayang mendapatkan kehormatannya sebagai  terpelajar. Beberapa prestasi membanggakan diraih murid-murid SDN Kepayang saat mbak Mila “sapaan akrabnya” hadir di desa pinggir sungai Musi itu. Selain prestasi, peningkatan bidang lainnya banyak dirasakan warrga. Siswa-siswi yang selama ini dianggap sebelah mata beberapa orang di luar maupun di dalam desa itu sendiri. Namun lewat kerja kerasnya, siswa-siswi mampu membuat seluruh desa bangga. Efek dominonya entitas perilaku warga desa berubah lebih baik, berkat ketauladan yang dicontohkan tunas-tunas kecil desa Kepayang.  Ketauladanan hadir berkat kerja keras dan sentuhan hangat mbak Mila.

Setelah mayoritas warga berkumpul. Orang paling dinantikan kehadirannya muncul dengan balutan cantik baju adat Sumatra Selatan. Penggunaan baju adat ini salah satu bentuk penghormatan warga kepada mbak Mila. Dikarenakan baju adat Sumatra Selatan, kebiasaannya digunakan saat moment upacara adat seperti pernikahan atau festival kebudayaan. Penggunaan baju adat ini memperlihatkan bahwa Mila menyatu dalam fikiran dan hati warga pinggir sungai Musi tersebut. Tanpa adanya kasih sayang yang tulus, kesatuan hati dan penghormatan kepada sosok Milastri Muzakkar, warga tidak akan memberikan semua yang di anggap simbol penghormatan.  

Setelah mbak Mila duduk ditempat yang disediakan. Kegiatan perpisahan wanita kelahiran Palopo, Sulawaesi Selatan itu dimulai. Rangkaian kegiatan dibuka dengan sambutan kepala sekolah, aparatur desa dan perwakilan siswa. Ucapan beribu terimakasih tidak luput dari setiap sambutan yang diberikan masing-masing tokoh. Bahkan air mata tertumpuk, seakan hendak berbalapan dengan ucapan terimakasih. Setelah ucapan terimakasih dihaturkan oleh rangkaian sambutan, beberapa persembahan seperti puisi, nyanyian dan dance diberikan murid-murid SDN Kepayang. Saya merasakan antusiasnya tunas-tunas kecil itu mempersembahkan kemampuan terbaik di kegiatan perpisahan mbak Mila. Ikut merasakan antusiasnya murid, karena saya mengkordinir pendaftaran persembahan anak-anak. Bahkan beberapa murid mendaftar lebih dari satu kali.

Puncak rasa haru saat mbak Mila memberikan sepatah dua patah kata kesan saat menjadi pengajar muda di SDN Kepayang. Selesai mbak Mila menyampaikan kesannya. Puluhan anak menghampiri tempat duduknya dan menangis sembari memegang erat tangannya. Bahkan ada yang jongkok bersimpuh menangis haru. Siswa lainnya yang tidak mampu menjangkau tempat duduknya ikut menangis haru. Orang tua dan warga lain ikut terharu, meski lebih mampu mengontrol tangisnya. Namun linangan air mata menumpuk jadi satu di dalam mata. Semua tidak rela sosok guru inspiratif itu pergi meninggalkan desa Kepayang. Terlalu banyak cerita indah di lewati bersama.

Mbak Mila juga tidak mampu menahan harunya, semua air mata tertumpahkan alami. Mereka berbagi dalam haru. Saya yakin bukan hanya seisi desa terharu. Jikalau langit, tembok-tembok kelas dan sungai Musi dapat berucap, mereka pasti akan menjerit teriak penuh harapan Milastri Muzakkar jangan pergi tinggalkan semuanya. Semua angkat topi atas jasanya menginspirasi warga desa Kepayang.

Tulisan ini bukan hendak mengagungkan sosoknya, tetapi belajar dari pahatan ketulusan yang dibuatnya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua