Bupati Termuda di Seluruh Dunia
Adhi Rachman Prana 22 September 2012“Siapa yang menonton acara debat calon gubernur DKI Jakarta semalam?”
Kubuka pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VI pagi itu dengan pertanyaan tersebut.
“Aku Paak..aku Paak” hampir seluruh kelas mengacungkan tangannya sambil berteriak ribut. Senin pagi, jadwalku mengajar di kelas induk yang berada di Dusun. Berbeda dengan talang, desa ini relatif maju, listrik dari PLN sudah bisa dinikmati warga selama 24 jam sehari. Tak heran, banyak anak-anak yang menonton siaran Debat Cagub DKI antara Jokowi-Basuki dengan Fauzi Bowo-Nachrowi.
Memang, materi SKKD yang akan saya ajarkkan pagi itu berkenaan dengan pemilihan kepala daerah. Pancingan saya cukup mengena, anak-anak langsung antusias dan berebutan menceritakan acara yang mereka tonton. Walaupun yang mereka bahas kebanyakan Joko Widodo, namun mereka sudah bisa menyimpulkan kalau debat cagub ini merupakan bagian dari proses pemilihan langsung kepala daerah.
Seperti biasa, aku mencoba mengajarkan siswa sebisa mungkin melalui pengalaman empiris. Untuk menjelaskan materi pemilihan kepala daerah aku pun memilih metode role play. Dengan undian kubagi kelas yang jumlah siswanya 29 itu menjadi empat kelompok. Kelompok pertama berperan sebagai KPUD, kelompok kedua sebagai calon-calon kepala daerah dan wakilnya, kelompok ketiga sebagai masyarakat umum dari berbagai kelompok usia di Desa pagar Agung dan kelompok keempat adalah masyarakat di Desa Sugih Waras. Sengaja aku menggunakan desa yang familiar bagi mereka agar prosesnya tampak nyata. Akhirnya roleplay Pemilihan Bupati Muara Enim pun dimulai. Aku memberikan mereka kertas kerja yang menjelaskan fungsi dari masing-masing lembaga yang diperankan oleh siswa-siswi tersebut dan mereka diminta menampilkan sesuai dengan pandangan masing-masing proses pemilihan umum kepala daerah.
Role play pun dimulai dengan ketua KPUD yang diperankan oleh Alvi mengumumkan pendaftaran calon Bupati dan wakil Bupati Kab. Muara Enim. Ia pun melanjutkan dengan membacakan persyaratan untuk para calon. Di kelompok calon Bupati, terdapat empat pasang bakal calon yang mendaftar. Yaitu pasangan Latifa-Wiwik, Rian-Teko, Kurniawan-Sandi dan Lendi-Delil. Hasil verifikasi memutuskan yang lolos menjadi pasangan calon Bupati dan Wakilnya adalah pasangan Latifa-Wiwik dan Kurniawan-Sandi. Ketika ditanya alasan mengapa Rian-Teko dan Lendi-Delil tidak lolos, tim KPUD pun menjawab, “Penampilannya kayak preman Pak” disambut teriakan “Woooo!!” dari teman-teman sekelasnya. Aku hanya tersenyum geli tanpa menginterupsi. Membiarkan saja mereka menikmati perannya masing-masing. Proses selanjutnya adalah pendaftaran pemilih. Kelompok yang berperan sebagai masyarakat Desa Pagar Agung dan Sugih Waras langsung antri dengan tertib mendaftarkan diri kepada panitia d tingkat desa. Lagi-lagi panitia berulah dengan tidak meloloskan empat orang pemilih karena dinilai belum berusia 17 tahun. (Padahal semua siswa belum ada yang berusia 17 tahun J). Warga yang ditolak sempat kesal namun proses tetap dilanjutkan.
Selanjutnya masa kampanye, dimana setiap pasangan calon akan berkampanye ke Desa-desa, dan warga desa berhak mengajukkan pertanyaan-pertanyaan kepada calon. Pasangan nomor 1 Latifa-Wiwik mendapat pertanyaan dari Rangga,
“ Kalau kamu terpilih apa yang akan kamu lakukan kepada Desa Pagar Agung ini? “ disambut tepuk tangan teman-temannya.
Wiwik menjawab “ Saya akan membuat desa ini bersih dan bebas penyakit”, beberapa warga yang diperankan siswa mencibir bahkan ada yang berteriak,
“Bohooong!”, aku tergelak melihat anak-anak ini memainkan perannya dengan jenaka.
Tak lama pasangan nomor 2 Kurniawan-Sandi pun meyakinkan warga untuk memilihnya. Setelah salam dengan lantang Kurniawan bak politisi ulung berteriak,
“Kami, pasangan KURSI!! Kurniawan-Sandi! Tidak akan mengecewakan rakyat Muara Enim!!”
Teman-temannya bertepuk tangan riuh. Beberapa siswa mengangkat tangan.
Cindy bertanya, “ Jika terpilih, akan diapakan Desa ini?”
Kurniawan menjawab, “Kami akan membuat Pengobatan gratis.. pedidikan SD, SMP, SMA sampai kuliah semuanya gratiss.. harga karet akan naiiik... “
Rangga sedikit kesal, “ Ooi jangan asal kamu tuh, kagi harus ditepati.. awas yaa kalau tidak dilaksanakan! “
“ Tenang saja, pasti akan kami tepati!”, Kurniawan menegaskan.
Kusna, warga Sugih Waras bertanya “Bagaimana kamu akan mengatasi masalah kemiskinan di desa kami?”
“ Orang miskin akan kami buat sejahtera, Separuh dari gaji saya akan diberikan untuk membangun rumah untuk orang miskiin”, teriak Kuniawan lantang. Disambut tepukan ramai warga.
Aku yang berada di belakang mengamati tingkah polah Kurniawan terkikik geli. Betapa tidak, dari gaya, semangat dan kemampuan beretorika ia tak ubahnya seperti politisi-politisi senayan yang sering muncul di televisi. Pasangan nomor 2 pun menutup kampanye dengan teriakan pamungkas.
“PILIH NOMOR 2..KURSI !! Kurniawan-Sandi!!!”.
Aku pun ternganga melihat kepiawaian Kurniawan dan Sandi dalam berkampanye. Tentu saja mereka belum tahu mengenai anggaran daerah dan program-program pengentasan kemiskinan secara mendalam, namun ia paham jawaban harus bisa memuaskan pubik yang menonton kampanyenya. Maka ia pun dengan lantang menegaskan akan membagi separuh gajinya untuk mengentaskan kemiskinan di desa Pagar Agung.
Panitia pemungutan suara kali ini mengambil alih acara, proses pelaksanaan pilkada berlangsung. Masing-masing pemilih menuju ke bilik sederhana yang dibuat dari kardus. Dengan tertib satu persatu menuliskan nomor pasangan calon yang mereka pilih. Anak-anak sudah kuingatkan mengenai asas pemilu LUBR-Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil). Di pertemuan sebelumnya sudah kuajarkan tepuk pemilu yang merangkum asas-asas ini dengan bantuan gerakan kinestetik sehingga mempermudah mereka mengingatnya. (Terima kasih untuk Pak Bobby Hartanto yang sudah memberikan materi Brain Based Learning dan mengenalkan metode ini).
Selanjutnya proses penghitungan suara. Panitia menunjuk beberapa warga sebagai saksi. Proses perhitungan berlangsung seru, karena anak-anak dengan kreatif menuliskan bukan hanya nomor calon tapi juga kata-kata pendukung.
“saya pilih nomor 2 Kursi..Kurniawan Sandi untuk Muara Enim yang Lebih Baik!”
“SAAAAAAAAAAAH!” ujar saksi, bahkan ada yang menulisnya seperti ini,
“Gue pilih nomor 2, masalah buat elo?”. (Aku hanya geleng-geleng kepala melihat anak-anak ini menuliskan kalimat yang sering mereka lihat diucapkan oleh artis-artis layar kaca)
“SAAAAAAAAAAAAAAH!!”
Penghitungan selesai dengan perolehan suara 21 untuk pasangan KURSI dan 3 suara untuk pasangan Latifa-Wiwik. Sementara satu suara tidak sah karena menuliskan angka 222. Anak-anak bertepuk tangan menyambut Bupati dan wakil bupati baru, Muhammad Kurniawan dan Sandi Sanjaya. Bupati termuda di seluruh dunia. Mulai detik itu, Kurniawan resmi mendapat julukan Pak Bupati oleh rekan-rekannya. Aku pun yakin, suatu saat Kurniawan bisa menjadi Bupati betulan.
Aku tersenyum puas melihat aktivitas anak-anak pada role play kali ini. Setelah meminta mereka mengevaluasi dan aku memberikan beberapa koreksi. Aku mengadakan post test untuk mengukur pemahaman mereka dengan memeberikan beberapa pertanyaan. Aku sangat yakin minimal 80% dari mereka bisa menjawab soal-soal itu dengan baik. Suasana hatiku cerah sekali karena senang dan puas sampai akhirnya kulihat jawaban beberapa anak untuk soal “Bagaimana proses pemilihan umum kepala daerah dilaksanakan?” Kulihat kertas yang paling atas.
“Dengan menuliskan nomor calon di kertas”, kulihat jawaban anak lain.
“Dengan berkampanye di desa pagar agung dan sugih waras.”, penasaran kubuka lagi jawaban anak lainnya
“Harus jujur dan adil”
“Proses pemilihan umum berlangsung lancar”
“Kurniawan jadi Bupati”
Aku pun terdiam tak kuat melihat jawaban-jawaban lain yang mungkin akan lebih menakjubkan. Warna cerah hatikupun perlahan berubah mendung. Spechless.
“Oh Tuhaan, ternyata aku masih harus banyak belajar...”
****
Senin, 17 September 2012
Salam Hangat dari Talang Tebat Rawas,
Adhi Rachman Prana
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda