"Satu Tahun" perjalanan

Adeline Susanto 9 Januari 2011
29 Desember 2010 – 1 Januari 2011 Sampai di rumah sepulang dari Makassar dan Majene, sudah terlalu lelah rasanya. tidur cepat berjam-jam enak sekali rasanya. Bangun pagi pergi ke sekolah, mengawasi ulangan semester Matematika. Pusing mengajak anak-anak mengikuti ujian, selain mereka belum bisa baca, mereka tidak mengerti Bahasa Indonesia. Tidak berharap terlalu banyak untuk ulangan kali ini memang. Setidaknya mereka belajar mengikuti ujian. Memang setelah diperiksa, sesuai dugaan, kesenjangan hebat terlihat dalam hasil. Nilai tertinggi 10 dan terendah 0,3. Setelah ujian, kantor guru sudah ramai dipenuhi anak-anak yang menonton latihan karaoke dan puisi beberapa anak yang akan berlomba di Porseni gugus 3 wilayang Sendana. Bersama Bu Muli dan Ramla memperagakan pergiliran ketiga bahasa puisi tersebut. Mengajak 2 orang murid kelas 2 untuk belajar ke rumah dan berakhir dengan satu kelas datang, plus bonus beberapa kelas 1, 3, 4, 5 ,6.  Jadilah rumah ramai sekali seperti ditabrak angin ribut. Satu baca, satu menulis, satu ganggu-ganggu teman, satu buat boneka kertas, satu gunting-gunting, satu merebut gunting, dan lain-lain. Senang karena tidak lama kemudian Wiwin dan Tia, sang anak Ketua Yayasan, singgah ke rumah. Setelah belajar dengan diselingi melodrama mendiamkan beberapa anak yang menangis dengan berbagai cara mulai dari bicara, peluk, sampai pasang muka seaneh mungkin, Tia dibawa anak-anak ke sawah. Sebegitu bersemangatnya mereka sampai jalan diteruskan ke waduk. PP sekitar 3 km kata ibu. Dari sana pulang ke rumah, lalu ikut berangkat ke Desa Passau untuk bermalam di sana. Ternyata Indo’ (Ibu) Wiwin, adalah sahabat ibu sewaktu di Paminggalang. Mencoba sayur licin languru yang terkenal banyak di Desa Passau. Dan benar licin sayur itu. Menonton pertandingan kedua Timnas VS Malaysia. Mulai dari antusias saat timnas agresif menyerang tapi tidak masuk-masuk, stress saat gawang dibobol lagi oleh Malaysia, sampai bengong karena tiba-tiba timnas mencetak gol. Dan gol kedua pun dihantarkan oleh Timnas sehingga skor berakhir 2-1. Dijumlahkan dengan pertandingan sebelumnya, 4-2 untuk Malaysia. Masih kalah memang, tapi setidaknya pertandingan terakhir di kandang sendiri tidak sedemikian memalukan, bahkan cukup bagus dan bisa dibanggakan. Senangnya melihat nasionalisme yang berkobar saat suporter membela tim bangsanya. Menghabiskan malam di rumah panggung Passau, merasakan matinya genset jam 10, bangun pagi untuk berangkat ke sekolah. Menyelenggarakan ujian gambar untuk anak-anak dan menceritakan gambar dalam bahasa Mandar sebagai ujian pelajaran “SBK dan Muatan Lokal”. Mengantarkan Hartina pulang ke rumahnya yang jauh ke dalam Desa Pundau karena ia demam. Pulang dengan anak-anak terbawa ke rumah. Membatasi ruang belajar khusus untuk anak-anak yang belum dapat membaca, menggambari anak-anak lain gambar bunga entah untuk dipakai apa oleh mereka, dan mengajar sedikit Bahasa Inggris. Terlalu lelah untuk menulis. Jumat, 31 Desember 2010. Selamat ulang tahun untuk 4 guru di sekolah. Entah kebetulan atau memang 31 Desember dicatat untuk orang-orang yang tidak tahu tanggal kelahiran mereka. Mengadakan ujian susulan untuk beberapa anak. “burung memiliki ... untuk terbang. Burung mempunyai apa yang membuat dia bisa terbang, Salman?” pertanyaan dilempar ke Salman, murid kelas 2 yang absen pada 2 hari pertama ujian. Jawabannya singkat padat jelas, “ Tuhan.” Yak.. baiklah. Pulang sekolah langsung bersiap-siap berangkat ke Malunda. Menunggu Wiwin dan Tia sekitar 1.5 jam di Palipi, berangkat dengan Pete-pete sampai Tammerodo dan menunggu Arrum sekitar 30 menit. Akhirnya sampai di depan Polres Malunda. Menunggu Soleh dan teman-temannya menjemput, juga sekitar 30 menit. Hari menunggu sedunia rupanya. Perjalanan menuju desa Lombang lumayan mantap. Jalan menanjak tinggi dengan tingkat kehancuran jalan yang membutuhkan konsentrasi tinggi pengemudi motor dan pegangan kuat orang di belakangnya. Singgah sebentar untuk meletakkan barang, menyantap hidangan sambutan sagu mutiara, dan pergi lagi untuk menikmati terbenamnya matahari di penghujung tahun 2010. Sudah terbenam rupanya sang penerang, setidaknya sisa percikannya masih menyisakan keindahan kemegahannya. Makan sayur singkong terenak selama di Majene, kering tempe, ikan, serta mi instan dengan racikan spesial. Berkenalan dan bermain dengan anak-anak didik Soleh. Senang karena anak-anak itu sangat tertarik pada Tia sehingga para PM bisa menikmati malam tahun baru dengan tenang. Bakar-bakar jagung, makan ekstrapuding berupa kolak pisang, serta tiduran di batu setan besar di depan rumah Soleh sambil memandang bintang yang luar biasa banyaknya di langit yang cerah. Meteor atau bintang jauh membuat malam ini menjadi lebih sempurna. Mengisi waktu-waktu terakhir 2010 dengan kaleidoskop kehidupan tahun 2010, mimpi tahun 2011 dan doa bersama. Senangnya punya keluarga PM, walaupun tidak lengkap secara fisik tapi hadir dalam setiap hati. Tidur bersama di lantai atas berkayu sambil berdempet-dempetan yang menghangatkan. Bangun dengan goncangan di perut. Tetap saja masuk angin rupanya. Hujan deras turun di lombang sehingga rencana ke buttutala tergagalkan. Mampir di rumah sebentar dengan Tia sambil meminjam motor Bu Anti. Mandi, bersiap-siap, berangkat ke Appoang. Tia dijemput untuk ke Desa Passau untuk mengambil barang bawaan. Aku? Menepi menunggu mobil ke Majene sambil minum kelapa muda. Sudah terlalu sore, sepertinya tidak ada pete-pete lewat. Untung ada satu berbaik hati. Tadinya pete-pete tersebut berhenti di bababulo. Namun mendengar aksen non-mandar dari kami, sang pengemudi berbaik hati mengantar sampai terminal. Soleh, Arrum, BK, Wiwin, dan Tia pun berangkat ke Makassar. Untuk mengantar Tia dan sosialisasi IM di UNHAS. Aku sendiri naik becak dan singgah di rumah Ibu Pendeta Monica Joris, menghabiskan hari pertama tahun baru di sana. Lelah dan penuh..

Cerita Lainnya

Lihat Semua