Cerita Dibalik Perlombaan

Ade Susilo 24 Mei 2014

Orang berpendapat bahwa jika ikut dalam sebuah perlombaan akan ada target yang ingin dicapai, yaitu menjadi juara. Lebih besar lagi mencapai puncak puncak tertinggi. Seperti para atlet yang mendapatkan emas dalam olimpade. Bagi mereka, mengikuti sebuah kompetisi bukan hal itu tujuannya. Bagi mereka, mengikuti perlombaan berarti pengorbanan, kerjasama, kasih sayang dan bertemu dengan banyak hal baru. Arti kompetisi bagi mereka lebih dari sebuah sebuah kata “juara”. Ikut sebuah perlombaan bukan untuk mengalahkan orang lain. Mengalahkan keterbatasan yang dimiliki sehingga memberikan usaha yang terbaik untuk itu. Bagi mereka, mengikuti kompetisi adalah seperti itu.

Suara dan semangat anak-anak ramai terdengar mengikuti semifinal Olimpiade Sains Kuark tahun 2014. Lebih semangat karena tahun ini peserta yang lolos lebih banyak daripada tahun lalu. Sehingga lebih banyak cerita yang ada. Cerita yang tidak semua bisa di tuliskan dan diungkapkan. Cerita tentang perjuangan, harapan dan pengorbanan. Dibumbui oleh semangat, proses dan kenangan. Jika diingat, pasti tidak akan habis. Kota Luwuk menjadi tempat berkumpulnya semangat orang - orang Banggai hari itu.

Sekolah – sekolah dari kecamatan Pagimana memperlihatkan semangat dan kerjasama yang sangat apik. Kepala sekolah dan guru – guru bekerja sama saling membantu. Sudah sehari sebelumnya mereka sampai di kota Luwuk yang berjarak 3 jam perjalanan darat. Mereka saling bergotong royong mempersiapkan segala kebutuhan selama perjalanan untuk ikut kompetisi. Belum lagi daerah yang lebih jauh tidak terjangkau. Dikomandoi oleh KUPT Kecamatan Batui, Pak Arifin, juga tidak mau kalah. Semangatnya disambut baik oleh para guru untuk mendampingi anak – anak selama perlombaan berlangsung. Mereka rela tidur berdesakan dan kepanasan serta meninggalkan kenyamanan rumah demi anak didik.

Cerita lain dari Nenek Ina (saya lupa nama sebenarnya) ikut berpeluh dan tidur bersama puluhan anak lainnya demi menemani cucunya ikut perlombaan di ibukota kabupaten.

“Cucu saya kalo tidak ada saya, tidak mau ikut, Pak”, begitu kira – kira jawabannya saat saya bertanya mengapa beliau rela ikut.  Begitu pula beberapa guru rela menjemput anaknya yang lolos ke semifinal hingga ke rumah si murid yang takut karena belum pernah sama sekali menginjakkan kakinya ke kota.

“Muridnya saya ini tidak percaya diri, Pak. Di desa kami jalannya berlumpur dan tidak ada sinyal,” suara lirih si ibu yang kutaksir umurnya sudah lebih dari setengah abad. Tidak mau kalah, rombongan mahasiswa dari Untika ikut membantu mengawasi jalannya OSK. Menyenangkan sekali mereka rekan – rekan mahasiswa berinteraksi langsung dengan anak – anak sekolah yang menggemaskan. Pemangku kepentingan pun ikut ambil bagian dalam hal ini. Mereka saling bersilaturahmi dan berdiskusi. Aura kebersamaan dalam pendidikan terasa hingga ke bagian dalam.

Cerita para siswa lebih seru lagi. Rifat, seorang anak “hiperaktif” yang juga lolos ke semifinal, bisa melewatinya dengan baik tanpa terlihat masalah. Ia terlihat sama seperti siswa lainnya. Begitu juga dengan cerita Susanti, Faldi, Anisa dan Ferli. Empat orang murid SD Inpres Ondo Ondolu SPC, tempatku mengajar. Faldi, saat tahu ia masuk semifinal, dengan polos ia mengatakan malu jika harus ikut lomba di Luwuk. Namun setelah selesai, dengan semangat ia mengatakan "Pak, tadi saya dapat teman baru. Kitorang ngisi soal dengan ketawa-tawa".

Susanti dan Verli yang memang pemalu cuma berkomentar jika soalnya ada yang gampang dan susah. Padahal dulu saat babak penyisihan saya sempat khawatir karena Susanti terlihat sangat gugup. Perjuangan Anisa yang selalu mabok naik mobil, tidak ia hiraukan. Anisa, si kutu buku, sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan sampai ke semifinal. Dan sama seperti yang lain, mereka juga ikut kepanasan dan lelah untuk ikut. Namun lihat, bagi mereka ikut kompetisi bukan untuk jadi juara. Namun banyak hal lain yang didapatkan. Salah satunya adalah teman seperjuangan.

Jadi teringat ketika dulu masih sekolah, bagaimana semangat ikut perlombaan berkobar sangat besar. Banyak persiapan yang dilakukan, bahkan lebih banyak pengorbanan. Meski capek perlombaan itu selalu dinanti. Hingga saat pelaksanaan selalu menemukan teman baru dan hal – hal baru.  Ketika pengumuman keluar dan ternyata kalah, terasa sangat menyakitkan. Namun, perlombaan lain datang lebih banyak dan rasa sakit itu langsung hilang berganti dengan kobaran semangat.

Hingga semangat itu juga menular kepada siswa lain. "Pak, kapan lagi ada OSK? Saya mau ikut, Pak". Jika sudah begini, guru mana yang mau menolak. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua