Muridku Bahul

ade novia putri 28 November 2012

 

Jarum panjang hampir sampai pada angka 12, tanah yang tadinya basah pun tengah mengering dan anak-anak pun sibuk dengan kegiatan masing-masing.  Perlahan aku mengajak mereka untuk memasuki pelajaran PKn mengenai lembaga negara.  Aku tahu mereka tengah jenuh karena seharian ini mereka menerima pelajaran lumayan banyak, mungkin dengan “Tepuk Semangat” mereka dapat bersemangat kembali.  Ternyata benar, mereka dapat kembali fokus.

Hampir semua anak melihatku, tapi tidak dengan 2 anak yang kembali bersemangat untuk mem-perbincangkan sesuatu.

Entah apa yang mereka perbincangkan, tapi itu mengganggu kami.  Aku mendekatinya dan aku minta mereka menghentikan perbincangan.

Berhenti mungkin sekitar 2 menit, dan mereka kembali berbincang.

Aku heran, disini tidak ada mall untuk berbincang-bincang.

Tidak ada TV sebagai sumber perbincangan.

Tapi jam ini, detik ini adalah waktunya berbincang bagi mereka.

Akhirnya aku minta mereka untuk mengikuti pelajaran dengan nada yang sedikit tinggi.

Saat itu, mereka berhenti.  Satu anak meninggalkan kelas dan satu lagi merajuk di kursinya sambil menutupi wajahnya dengan tas.

Lalu aku melanjutkan pelajaran kembali sambil berpikir apakah aku terlalu keras pada mereka.

Peraturan sangat sulit ditegakkan disini.

Mereka terbiasa mengikuti peraturan dengan ancaman pukulan.

Dari balik jendela, aku melihatnya duduk dan meneteskan air mata.

Aku menyadari bahwa aku tengah keras, karena selama ini aku berusaha untuk selalu tersenyum apapun yang mereka lakukan.

Tidak dengan hari ini.

Aku meminta maaf dan memintanya masuk dengan syarat tidak berbincang-bincang lagi.

Cukup lama menunggunya, mungkin dia butuh waktu untuk sendiri.

Saat memasuki kelas, dia langsung mengambil buku dan menulis apa yang aku tulis.

Heran melihatnya, begitulah anak-anak. Sulit menebak apa yang mereka pikirkan.

Keesokan harinya, sikapnya berbeda.  Dia menjadi lebih fokus (mungkin karena teman berbincangnya tidak masuk hari ini).

Tapi masih belum bisa bicara denganku.

Keesokan harinya, aku mengadakan penjelajahan pencarian bunga bangkai untuk kegiatan pramuka.

Satu persatu berdatangan, mungkin 12 anak dari 3 kelas.

Saat kegiatan baris berbaris dimulai, terlihat dari kejauhan seorang anak berlari.

Ya, dia adalah Bahul, muridku yang hampir 2 hari ini tidak bicara denganku.

“Maaf Bu, engko telat, ngarit gelun”, cakapnya.

Aku tersenyum sambil melihatnya.

Sepanjang kegiatan dia membantuku untuk mengatur anak-anak.

Pelajaran minggu ini menjadi catatan yang berharga untukku.

Karena , Dia adalah “Muridku Bahul” [16 november 2012].


Cerita Lainnya

Lihat Semua