Mereka Yang Memilih Turun Tangan

AdamHastara Aji 1 Januari 2016

Tepat ketika saya menginjakkan kaki di desa ini, saat itu juga paradigma saya tentang desa berubah. Desa Muara Telake, tempat saya diamanahkan sebagai pengajar muda, sungguh tidak seperti desa yang selama ini pernah saya datangi. Desa di pinggir Sungai Telake ini seperti suatu perpaduan antara kehidupan alami hutan di tepian sungai Kalimantan dengan kehidupan modern di kota besar, di mana kita masih bisa menemui hewan-hewan liar yang hidup berdampingan dengan penduduk Muara Telake, dari mulai bekantan, lutung, sampai buaya. Hewan-hewan tersebut terpaksa harus beradaptasi dengan banyaknya motor yang lalu lalang melewati jalan sempit dari kayu ulin sehingga ketika dilewati menimbulkan suara yang khas, di sini juga terdapat jalan aspal sepanjang 1 km yang menurut penduduk setempat merupakan janji kampanye dari wakil rakyat yang baru terealisasi sebagian. Kehidupan masyarakat di Muara Telake didukung dengan fasilitas listrik 24 Jam, sinyal telepon genggam, pasar rakyat setiap Rabu dan Sabtu, serta berbagai kemudahan bagi penduduk untuk mengais rejeki mulai dari melaut, bertani, membuka tambak, dan membuat sarang walet, sepertinya hal tersebut yang menjadikan Muara Telake sebagai pilihan bagi banyak orang untuk bermukim.

Kondisi demografi Muara Telake, di mana seorang ibu bisa melahirkan sampai 10 anak telah memancing inisiatif warga setempat untuk membuat suatu yayasan pendidikan bernama Yayasan Raudhatussalam As’adiyah yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dari mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Madrasah Aliyah. Adanya yayasan ini sangat membantu warga Muara Telake untuk mengenyam pendidikan sampai setingkat SMA, karena jujur saja jika hanya mengandalkan satu-satunya sekolah negeri di Muara Telake yaitu SDN 005 Long Kali tempat saya mengajar yang hanya memiliki 6 ruang kelas dan 8 guru pengajar yang sebagian harus rela menempuh jarak yang cukup jauh dengan medan yang tidak biasa, saya rasa masih belum cukup untuk memfasilitasi pendidikan anak usia sekolah dasar di Muara Telake yang jumlahnya tidak kurang dari 400 anak.

Akses untuk mengenyam pendidikan 12 tahun tidak serta merta membuat seluruh orang tua di Muara Telake memberi perhatian khusus pada pendidikan anaknya. Masih banyak kasus putus sekolah di tingkat SD yang biasanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, di mana anak terpaksa harus membantu orang tuanya untuk membuat asap dapur tetap mengebul. Sekalipun anaknya disekolahkan, perhatian orang tua pada pendidikan dan pergaulan anaknya masih sangat minim dan beberapa orang tua belum bisa memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, padahal bagaimanapun juga pendidikan dari orang tua menjadi hal yang penting untuk membentuk karakter anak. Hal ini membuat menjadi guru di Muara Telake menjadi tantangan tersendiri, karena harus siap mendidik anak-anak agar terbiasa bersikap dengan sopan santun, dan membekali mereka agar tidak mudah terpengaruh hal negatif dari lingkungannya sehingga diharapkan tidak ada lagi laporan tentang anak Muara Telake yang merokok, ngebensin, ngelem, menyalahgunakan obat-obatan, dan menonton video yang berisi konten negatif.

Syukurlah dalam kepadatan penduduk Muara Telake dengan berbagai masalah sosial yang ada masih terdapat orang-orang yang memilih untuk peduli dan turun tangan dengan berusaha membuat generasi muda di Muara Telake menjadi calon-calon pemimpin bangsa yang cerdas, berkarakter, dan berakhlak mulia. Para orang-orang yang dipilih Tuhan ini tidak hanya berasal dari warga setempat tetapi juga berasal dari desa lain yang memang mendapatkan amanah di Muara Telake. Ada Pak Effendy, beliau adalah Kepala Sekolah SDN 005 Long Kali yang selalu berusaha datang lebih awal dibanding guru lainnya sekalipun harus menempuh medan yang tidak ramah dengan motor dinasnya. Pernah beliau mengalami kecelakaan sepulang dari sekolah saat harus melalui jembatan kayu yang rusak, sehingga membuat badannya lebam dan lampu depan motornya pecah. Namun keesokan harinya beliau tetap datang, walaupun masih merasa nyeri di badannya. Semenjak dipimpin oleh beliau, semangat para guru untuk datang mendidik anak-anak di Muara Telake terasa semakin menggelora. Beliau membuktikan bahwa satu keteladanan lebih berarti dibanding ribuan nasihat.

Semangat untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di Muara Telake juga ditunjukkan oleh guru lainnya, seperti Ibu Asiah, Ibu Murni, dan Ibu Romelah. Ibu Asiah dan Ibu Murni adalah guru yang sangat memperhatikan pembentukan karakter murid dan kemampuan akademik murid-muridnya. Ibu Murni dengan nasihat yang selalu beliau sisipkan di kelas mampu melembutkan sikap para murid bimbingannya bahkan murid yang dianggap oleh para pengajar muda mempunyai watak yang keras. Ibu Asiah yang juga penggagas adanya gerakan Pramuka di SDN 005 Long Kali merupakan guru yang selalu membiasakan ketertiban di kelas, beliau juga berusaha membuat kelasnya lebih hidup dengan hiasan-hiasan dari hasil karya para murid, beliau tidak segan untuk melibatkan orang tua dalam usaha meningkatkan kemampuan membaca para muridnya. Selanjutnya ada Ibu Romelah, beliau adalah guru yang membantu sekolah dalam melibatkan para orang tua untuk bersama mendidik para murid, perhatiannya pada anak-anak di Muara Telake juga ditunjukkan dengan menginisiasi kegiatan sosialisasi tentang bahaya narkoba dengan mengundang Polsek Long Kali.

Selain guru-guru di SDN 005 Long Kali, di Muara Telake juga dikenal Ibu Ina dan Pak Hasan, mereka berdua adalah tokoh pendidikan yang mengajar di MTs Nurul Khair As’adiyah. Mereka berdua berprinsip bahwa anak-anak Muara Telake bagaikan besi-besi mentah yang belum dibentuk, dan tugas para gurulah untuk membentuk besi tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dalam mendidik anak-anak yang memasuki usia remaja, mereka berdua tidak jarang berhadapan dengan anak-anak yang melakukan kenakalan remaja. Hal tersebut coba Ibu Ina sikapi dengan terjun langsung ke para wali murid dan menjelaskan kepada mereka tentang pentingnya kerja sama yang harus dibangun antara guru dan orang tua dalam mendidik para murid. Dalam hal mendidik para remaja, Pak Hasan ahlinya, beliau yang juga merupakan pengelola Yayasan Raudhatussalam As’adiyah menginisiasi banyak ekstra kurikuler di tingkat MTs dan MA dan terbentuknya Karang Taruna di Muara Telake, hal ini beliau lakukan dengan harapan para remaja di Muara Telake mempunyai wadah untuk mengaktualisasikan diri dan tidak terjebak dalam kegiatan yang negatif. Pak Hasan yang merupakan putra daerah selalu berusaha mengajak murid-muridnya yang telah lulus dari perguruan tinggi untuk kembali membangun Muara Telake, beliau pernah berkata, “Putra daerah mempunyai nilai lebih ketika harus membangun desanya, mereka membangun desanya dengan cinta.”

Perjuangan Ibu Ina dan Pak Hasan dalam mendidik para remaja di Muara Telake tidaklah sia-sia. Terbukti dari prestasi yang berhasil diraih anak didiknya mulai dari juara di perkemahan Pramuka, juara olimpiade Geografi tingkat Kabupaten Paser, dan yang paling membanggakan adalah ketika Rika Sasmita, salah satu anak didik mereka terpilih menjadi delegasi Kalimantan Timur dalam kegiatan Anak Sabang Merauke di Jakarta. Selain itu Karang Taruna yang diinisiasi oleh Pak Hasan ternyata menjadi awal munculnya penggerak- penggerak pendidikan baru yaitu Reni, Inda, Titin, dan Isna, mereka adalah pemudi desa yang setiap 2 kali seminggu mengajar anak-anak Muara Telake di mushola desa bagian hulu.

Tidak sampai 60 hari lagi saya akan meninggalkan Muara Telake, bertemu dengan penduduk-penduduk Muara Telake sungguh membuat saya bergumam dalam hati, “Seandainya seluruh orang-orang baik di sudut-sudut nusantara berkolaborasi dan bergerak bersama, mungkin Indonesia akan mengalami percepatan kejayaan yang luar biasa.”

 

(Tulisan 2 bulan yang lalu.)


Cerita Lainnya

Lihat Semua