Pengalaman Sejuta Warna

Abdullah Kholifah 31 Desember 2014

Hari ini aku biarkan tubuhku untuk sejenak berhenti sembari menikmati senja hari di pinggir dermaga. Ku nikmati setiap deburan ombak, kicauan burung serta lalu lalang perahu nelayan yang baru saja pulang sehabis melaut. Hari ini tepat 20 hari sebelum aku pulang kembali ke kota asalku, Jakarta. Masih teringat bagaimana perasaan ketika itu, ketika aku mengawali semua cerita ini.

Kini sudah hampir 12 bulan aku berada di Kabupaten Paser, kabupaten dimana aku ditempatkan untuk menjadi Pengajar Muda yang kini sudah aku rasakan menjadi rumah keduaku. Rumah tempat aku belajar mengenai banyak hal, rumah tempat dimana aku mengetahui hal-hal menarik yang sebelumnya tidak pernah ku tahu bahkan belum pernah ku bayangkan, dan juga rumah tempat aku menyadari bahwa masih banyak orang baik di negeri ini.

Kabupaten Paser dengan warna ungunya dan Desa Selengot dengan keramah-tamahan penduduknya menjadi bagian penting dari cerita perjalanan hidupku. Meskipun tidak bisa ku pungkiri bahwa lika-liku menjadi Pengajar Muda bukanlah persoalan sederhana, tantangan dan juga tekanan terutama dari diri sendiri terkadang membuatku tersenyum kecil ketika mengingatnya kembali, terlebih di 4 bulan pertama aku berada di sini.

Hari-hari menjadi Pengajar Muda ku artikan sebagai penempaan diri dan juga perayaan rasa syukur terhadap apa yang saat ini ku miliki dan juga pengharapan untuk semua yang akan ku tuju. Sebuah pengalaman berharga yang tidak bisa setiap orang nikmati, dan aku sangat bersyukur untuk itu. Pengalaman yang menjadikanku semakin keras kepala untuk terus dan selalu mencintai Indonesia, pengalaman sejuta warna aku menyimpulkannya.

Bayangkan saja, ketika disini dan tiap kali rasa bosan menghampiri, selalu saja ada senyum kecil yang memamerkan gigi-gigi hitam dan tak beraturan dari anak muridku, yang mengajaku untuk merenungi kembali arti hadirku disini. Belajar dan juga bermain, siapa kiranya yang paling mendapatkan banyak pelajaran, bukan mereka anak muridku, melainkan diriku yang dari tawa canda, celetukan sederhana sampai pertanyaan-pertanyaan lucu mereka.

Selama hampir 1 tahun berada disini, entah sudah berapa banyak kebaikan orang lain yang juga selalu menghampiri. Memang, kehidupan kita akan selalu bergantung kepada kebaikan-kebaikan orang lain, meskipun kita tidak menyadarinya. Dari sekadar mengizinkan perahunya untuk ditumpangi setiap harus pergi ke kota kabupaten, sampai mengizinkan rumahnya untukku bermalam setiap belum mendapatkan perahu untuk mengantarku kembali ke desa.

Selain itu juga, interaksi-interaksi yang pernah terjadi selama beberapa bulan terakhir ini semakin meneguhkan kepercayaanku bahwa sejatinya tidaklah ada orang asing di dunia ini, yang ada hanyalah kita belum mengenalnya. Dan dari setiap interaksi yang dilakukan, selalu dipertemukan dengan orang-orang baru yang dengan balutan kesederhanaannya namun tetap bisa menginspirasi sekelilingnya untuk bisa berbuat sesuatu, apapun bentuknya.

Serasa cepat sekali memang 1 tahun itu, seakan baru saja kemarin menjejakan kaki di bandara sepinggan yang saat ini sudah berubah menjadi bandara sultan aji muhammad sulaiman sepinggan. Seperti baru kemarin saja untuk pertama kalinya memperkenalkan diri di hadapan murid-muridku dan momen-momen lain yang seakan baru saja terjadi. Itulah keniscayaan waktu, semakin ketika menikmati momen yang ada, semakin cepat waktu berlalu.

Dan kini waktu terasa semakin cepat saja untuk membawaku sampai pada titik dimana harus berpisah dengan semua kenangan bersama murid, kehangatan bersama keluarga baru dan juga kebersamaan bersama guru-guru. Begitu banyak inspirasi yang tersingkap, begitu banyak pelajaran yang bisa di dapat.  Sebuah pengalaman sejuta warna yang sangat berharga dan berarti, dan aku sangat menikmati setiap detiknya.  

15 Desember 2014

 

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua