Libur Telah Tiba

Abdullah Kholifah 19 April 2014

Gemeretak kayu-kayu ulin terdengar dari kejauhan, menandakan banyak langkah dari tubuh-tubuh antusias datang mendekat. Sementara fajar masih belum beranjak, teriakan khas dan juga riuh suara sudah silih berganti bersahutan, sambil diiringi candaan dan juga tawa menjadi pengingat bahwa hari ini adalah hari minggu, hari yang di tunggu setelah berhari-hari berhadapan dengan setumpuk soal yang tidak jarang membuat mereka mengerutkan dahi.

Hari yang dijanjikan oleh penjanji yang berjanji membawa mereka untuk sementara menikmati desir lembut alunan ombak, menikmati sayup-sayup gemerisik ranting diterpa angin utara dan menjajaki rona bahagia dari sambutan mentari pagi di ujung sana sambil sementara melupakan bahwa perjalanan mereka masih cukup panjang. Ah, (aku anggap) liburan telah tiba.

Kaki-kaki mungil menapaki hamparan tanah memanjang, kiri dan kanan terlihat gemericik gerakan ikan yang menandakan mereka sedang lahap sebelum nantinya mereka yang di lahap. Jejak-jejak di sepanjang tanah lembek sehabis hujan semalam inilah yang nantinya menjadi penanda untuk pulang. Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya mereka bercerita ini dan itu, asal mula nama-nama dan pengalaman-pengalaman mereka. banyak hal yang baru diketahui setiap membersamai mereka, karena ini bukan persoalan siapa di ajar siapa, tapi ini siapa yang mau belajar apa.

Kami menghitung waktu kami dengan ukuran lagu, sudah 5 lagu yang kami senandungkan berarti tidak seberapa lama lagi kami sampai di pesisir lautan, ya laut, tempat dimana yang terkadang untuk sebagian orang menjadi pintu pelarian guna mencari jawaban ataupun mengajukan pertanyaan...

Tidak berapa lama kemudian, tepatnya persis di pertengahan lagu ke tujuh kami sudah sampai, dan belum sempat lagu ketujuh di selesaikan mereka sudah berlarian kesana-kemari, menari-nari di hamparan pasir hitam, memanjat pohon yang telah kehilangan dedaunan, sambil berteriak. “Foto kami, pak !” Ah, (aku anggap) liburan telah tiba.

Wajah bahagia berseri-seri nampak jelas dari belasan yang hadir disini. Bersenang-senanglah mereka, menjumpai naluri mereka untuk bermain dan menghampiri takdir mereka untuk bahagia. Dan jika ditelisik, cara mereka menikmati bahagia ternyata sama, yakni ketika mereka bisa bersentuhan langsung dengan alam, dan memang saja jika sudah seperti itu tidak ada satupun yang bisa mengganggunya, seakan dunia milik mereka. Merekalah putra dan putri sang alam.

Dari kejauhan samar-samar terlihat perahu-perahu pencari nafkah terombang-ambing dimainkan ombak dengan nelayan di atasnya yang sedang menarik jala sambil berharap-harap cemas tangkapan hari ini bisa menebus harga solar dan sisanya bisa untuk mengganjal perut anak-anak mereka yang saat ini sedang bermain lepas tanpa nelayan itu sadari di tepian hamparan lautan. Ah, Lautan memang menyimpan sejuta makna, ia ada untuk manusia meluapkan segala rasa.

Sesahutan burung camar semakin menambah semarak momen pagi itu, seakan camar juga merasakan apa yang dirasakan oleh sekumpulan orang di bawahnya, hiduplah untuk hari ini dan anggaplah esok takkan pernah ada, mungkin begitu kata burung camar sambil menukik ke laut mengincar ikan-ikan kecil yang menjadi bagian dari rantai makanan lalu terbang menjauh kearah pepohonan yang meninggi setiap harinya.

Pada saat yang bersamaan, matahari mulai meninggi, kilauan pancaran sinarnya membuat lautan menjadi panggung yang dipenuhi kelap-kelip keperakan dan keemasan. Panggung ini ada untuk siapa saja, tidak perlu hebat untuk hadir dipanggungnya yang megah, cukup percaya bahwa semua ini ada karena karunia zat di penghujung langit sana...

Sementara mereka semakin menikmati saja permainannya. Ah, (aku anggap) liburan telah tiba.

Ketika hangat mulai perlahan berubah menjadi panas yang mencekat, menandakan sudah waktunya untuk kembali. “yuk kita pulang...” sesaat ketika mendengar itu, terlihat jelas perubahan wajah air mereka, namun mereka sangat memahami bahwa memang waktunya untuk beranjak pergi. Langkah gontai menghampiri dengan senyum tetap menghiasi wajah mereka. senyum, tawa dan juga canda mereka akan terekam dalam memori yang sewaktu-waktu dapat diputar kembali.

Sambil beringsut-ingsut pergi, bersama di lepas deburan ombak yang seakan menggebu, kami berjanji...

Minggu depan, dan minggu depannya lagi lalu minggu-minggu seterusnya kita akan kembali.


Cerita Lainnya

Lihat Semua