Hujan

Abdullah Kholifah 17 Juni 2014

Semenjak disini dan ditiap turunnya hujan, ada perasaan bahagia yang muncul meluap-luap dimana belum pernah aku rasakan sebelumnya. Dalam setiap menggelegarnya suara guntur dan cepatnya kilatan petir, jika sebelumnya yang hadir adalah rasa takut dan cemas, kini semuanya berubah, persis seperti perasaan benci menjadi cinta, Berubah 180 derajat. berubah total.

Mungkin tidak seperti mereka yang ada di kota-kota besar, sebutlah kota Jakarta misalnya, dimana untuk sebagian masyarakatnya hujan seakan kehilangan fitrahnya sebagai berkah dari langit. Lihat saja, Beberapa waktu saja hujan turun maka di beberapa titik terdapat banyak genangan air, bahkan jika di bulan-bulan tertentu ketika hujan dapat turun seharian atau bahkan lebih, bisa dipastikan ibu kota menjadi lumpuh karena banjir. Kalau sudah begitu, hujan menjadi sesuatu yang tidak diharapkan kehadirannya.

 

Namun tidak untuk disini, Di desa ini, hujan menjadi suatu keberkahan dan juga kebahagiaan tersendiri. Ia masih dan akan terus menjadi fitrahnya sebagai berkah dari langit yang kehadirannya di nanti banyak orang, dan aku termasuk diantaranya. Betapa tidak, mandi, minum, mencuci, memasak serta semua keperluan lain yang membutuhkan air bersih semuanya berasal dari air hujan, karena air hujan menjadi satu-satunya sumber air tawar yang bisa kami gunakan, selebihnya air asin yang berasal dari laut.

Hujan juga menjadi hiburan tersendiri bagi murid-murid ku disini. Jika turun hujan, terlebih jika hujan besar, murid-muridku berhamburan keluar untuk merayakan datangnya hujan dengan mandi dan bermain. Kalau sudah begitu, tidak ada alasan lain untuk tidak bergabung bersama mereka, mandi dan bermain sebagai bagian dari perwujudan rasa syukur akan datangnya hujan.

Terima kasih, Hujan…


Cerita Lainnya

Lihat Semua