Pesan Untuk Hardiknas dari Upacara Sederhana

Abdul Ghofur 5 Mei 2014

Di Indonesia, bulan Mei dikenal sebagai Bulan Pendidikan.  Seperti yang teman-teman semua ketahui, tepatnya setiap 2 Mei Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Ada yang berbeda di peringatan Hardiknas  tahun ini. Dulu Hardiknas saya pernah memperingatinya begitu ramai, berbondong-bondong komunitas maupun latar belakang orang yang merasa terdidik datang ke lapangan upacara balai kota Jogja. Ya, kota  pendidikan di mana saya di besarkan untuk menggali berbagai ilmu di sana. Namun kini peringatan Hardiknas itu saya memperingatinya dengan upacara sederhana bersama anak-anak ku yang mungkin sebelumnya tidak mengenal apa itu Hardiknas ataupun upacara selain hari senin.

Upacara Hardiknas di SD pelosok ini memang begitu sederhana, upacara ini memang kami lakukan secara spontanitas, tak ada persiapan apapun. Pagi itu hari jum’at tanggal 2 Mei, biasanya hari ini biasa di gunakan untuk senam ceria untuk anak-anak, namun saya bilang kepada anak-anak bahwa hari ini tanggal 2 Mei yang berarti hari pendidikan nasional, maka dari itu ayo semuanya merapat kita adakan upacara bendera. Perintah saya. Awalnya anak-anak ini tidak mau, mereka bilang, pak ini kan hari Jum’at, ko ada upacara?, emang ada apa pak Ghofur.

Mendengar pertanyaan itu pun. Saya pun menjelaskan lagi bahwa tanggal 2 Mei itu hari pendidikan nasional, dan kita sebagai manusia yang mengenyam pendidikan, maka mengadakan upacara itu salah satu kita memperingati Hardiknas ini. Meskipun sudah menerima penjelasan namanya anak-anak sebagain dari mereka ada yang tetap tidak mau, merasa kurang berhasil membujuk anak-anak, saya pun pergi menghampiri guru yang datang yaitu pak Mulyadi untuk membantu dan memberitahukan bahwa hari ini ada upacara Hardiknas. Giliran pak Mulyadi yang bilang dan menyuruh anak-anak kumpul di lapangan untuk upacara, serentak anak-anak kumpul dan siap untuk upacara. Saya pun takjub dan berterima kasih sama beliau.

Upacara bendera di selain hari Senin pun pertama kali di adakan, pemimpin upacaranya di pimpin Rozali, pembacaan teks Undang-undang oleh Rahmandanti, pengibar bendera oleh Yunidar, Ayu dan Dini, tata tertib oleh Alda, pembina upacara saya sendiri dan doa oleh pak mulyadi. Saya sendiri sebagai pembina upacara ini melihat upacara ini rasanya terharu, semangat, lucu dan unik, terharu karena saya melihat langsung bagaimana anak-anak yang polos ini mau dan berani untuk melakukan upacara dan bertahan di tengah panasnya matahari yang begitu menyengat. Deg! Saat itu juga aliran darah saya terasa menderas, bulu kuduk bangkit, dan kantung airmata membuncahkan muatannya. Jujur saja, saya malu dengan semangat dan kesederhanaan mereka. Meskipun upacara ini jauh dari kesempurnaan

Lucu dan unik, karena upacara ini tak ada persiapan apapun, maka jadinya pun lumayan membuat bibir ini tersenyum lebar. Liat saja foto di atas, mulai dari barisan mereka yang seperti ular merayap alias tidak lurus, komandan kompi yang masih kurcaci-kurcaci dan sebagaian tidak berseragam, kaki mereka pun sebagian beralaskan tanah sebagai pijakannya, nyayi lagu Indonesia raya yang nadanya berubah seperti lagu Aceh, maupun pembawa bendera yang jalannya tidak seirama karena ketinggalan....hati dan mulut pun tersenyum melihat fenomena yang langka ini.

Walupun demikian, Over all, peringatan Hardiknas tahun ini sangat menyentil hati saya. Hardiknas tahun ini membuat saya berpikir berkali-kali tentang sudah seberapa bermanfaatnya saya pada bangsa dan negara ini, khususnya lingkungan saya. namun lamunan itu hilang tatkala melihat tingkah anak-anak pelosok araselo yang polos dan lugu namun punya asa. hadirnya mereka semua itu yang membuat hati dan bulu kuduk ini serasa bergetar. Saya merasakan bahwa para pendiri republik ini juga ikut tersenyum juga melihat anak cucunya dan pewarisnya memperingati dan tak lupa akan begitu besarnya pengorbanan dan jasa para pendiri negeri ini. Inilah hikmah dan makna yang ingin saya tanamkan pada anak-anak pelosok negeri agar tidak lupa akan bangsa dan negara mereka, meskipun meraka sendiri tak mendapatkan pendidikan yang layak sebagai bangsa yang merdeka.

So, melalui semangat Hardiknas ini kami yang di pelosok negeri ini ingin mengabarkan kepada semua elemen masyarakat, siapa pun dia untuk juga bergerak, turun tangan dan melakukan inovasi yang tidak sebatas pada “memajukan pendidikan Indonesia”. Tetapi kita juga harus bisa atau setidaknya berusaha mengubah sistem yang sampai saat ini masih carut-marut, termasuk mengubah pendidikan yang merobotkan manusia menjadi pendidikan yang memanusiakan manusia.

Terkahir, semoga pendidikan di Indonesia bisa menjadi pendidikan yang memanusiakan manusia dan berkeadilan. Yaitu pendidikan yang tak kenal bulu, yang mana setiap makhluk bernama manusia di negeri ini, baik muda-tua, miskin-kaya, “normal”-“cacat”, di kota, desa, pelosok, di ujung negeri berhak mendapatkan pendidikannya.

Salam, Abdul Ghofur, Pengajar Muda Aceh Utara SDN 25 Sawang.

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua