Mengungkap Cerita Lain di balik Kota Lhokseumawe
Abdul Ghofur 4 Mei 2014Saat baru sampai di Aceh, maka nama Banda Aceh yang pertama kali saya tapaki, namun kota ini sudah diceritain tiap sudut sejarahnya, sedangkan Sabang tempat nol titik kilometer berada banyak orang juga sudah menelusuri tiap titik objek wisatanya, apalagi kota-kota lain di Aceh banyak orang denger tentang ceritanya. Akan tetapi kota ini beda. Kota yang akan selalu saya jumpai selama satu tahun tatkala akhir pekan untuk berkumpul bersama teman PM lainnya dalam rangka tugas di kabupaten. Kota apakah yang di maksud. Jawabannya Lhokseumawe. Lhokseumawe, Kota yang kalo diliat di peta, berbentuk seperti palung laut, seperti teluk dan cocok banget bagi pelabuhan. Sepanjang kota Lhokseumawe dikeliling air, mulai dari Banda Sakti, sampai Ujong Blang, Pusong dan Cunda, hanya jembatan cunda aja yang menghubungkan kota Lhokseumawe dengan daratan Sumatera, makanya ada yang mengatakan nama Lhokseumawe pun diambil dari keadaan geografis ini, Lhok yang artinya teluk, dan Seumawe menggambarkan banyaknya mata air di sepanjang garis pantai yang mengelilingi kota. Kampung yang paling tua di kota ini adalah Uteun Bayi, dan yang terluas adalah Teumpok Teungoh.
Selintas memang kota ini gak ada yang spesial dari kota kecil yang dikelilingi air ini, dengan luas sekitar beberapa km persegi dan hanya punya 5 kecamatan, praktis kehidupannya pun biasa aja. tapi dalam benak pengajar muda aceh utara, kota ini menyimpan banyak memory dan kenangan yang mungkin perlu diketahui oleh khalayak publik. Berdasarkan penelusuran saya selama kurang lebih empat bulan disertai baca buku tentang kota ini. Lhokseumawe di kenal sebagai tempat sebuah pelabuhan cinta didermagakan, tempat sebuah tongkat harapan ditegakkan, dan tempat sebuah penghuni sasana hati kini kutinggalkan. Hahaaa..begitu romatis sekali kota ini.
Ya seperti romantisnya persahabatn kita berenanm. Lhokseumawe memang sudah memisahkan diri dari kabupaten Aceh Utara, sebagai kota madya. kotanya memang kecil, namun padat dan ramai, bayangin saja hampir setiap sudut kota ini di isi oleh kedai-kedai kopi yang menyajikan berbagai aroma kopi aceh untuk memanjakan siapa saja yang ingin merasakan kopi kas tanah rencong ini. Tidak hanya itu saja pengunjung pun di buat betah karena di sediakan layar lebar untuk nonton bola bareng, karena orang aceh ini ternyata suka dan hobi sekali nongkrong lama-lama sambil nonton bola, bagi yang membawa laptop juga di sediakan wifi gratis. Selain itu juga kota ini kelihatan padat karena sebagian bangunan pemerintahan Aceh Utara pun masih numpang di kota ini. Lebih jauh lagi. Lhokseumawe menjadi satu-satunya kota tempat di mana pengajar muda Aceh Utara merapat, melepaskan tawa, berbagi cerita tentang sekolah dan desanya masing-masing. Tempat di mana markas tentara pun kita pinjam untuk tidur, tempat untuk belanja kebutuhan pengajar muda maupun kebutuhan belajar mengajar dan kegiatan belajar bermain. Di kota ini juga menjadi ajang untuk memperluas dan memkuat jaringan steakholder yang sudah tersambung oleh PM sebelumnya. Di kota kecil ini pula pengajar muda serasa tidak sendirian dalam mengemban tugas mulia ini, ada banyak anak muda yang tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk tanah kelahirannya. Seperti Aceh Menyala yang selalu konsisten bergerak untuk mendonasikan buku-buku hasil kumpulannya untuk di distribusikan ke sekolah-sekolah yang tidak punya perpustakaan. Ada gerakan pengajar perubahan atau biasa di singkat GPP. Gerakan yang hampir mirip dengan Indonesia mengajar ini di isi oleh para pemuda-pemudi yang masih berstatus mahasiswa untuk ikut sekolah mengajar yang nantinya mereka juga di terjunkan untuk menginspirasi adik-adiknya untuk terus bermimpi. GPP ini di ketuai oleh Bang Ajib di bawah nangungan lembaga konseling Tanda Seru milik bang Laikan. Kemudian ada juga Unimal mengajar, serta tak lupa pak Irfan orang tua angkat kami di kota, pak Irfan adalah orang tua yang selalu berfikir posiitif, selalu menanyakan kabar PM serta memberi masukan terkait keamanan PM pas menjelang pemilu. Ini menandakan teori mestakungnya Prof. Yohanes benar adanya, ketika energi positif atau kebaikan itu di sebar luaskan, maka dengan sendirinya manusia dan alam semesta ini mendukung. Karena saya yakin, anak-anak yakin, orang aceh yakin, dan semua orang di negeri ini yakin, bahwa perubahan itu pasti ada, bangsa ini besar, dan akan semakin besar.
Jangan pernah ragu dan takut untuk terus melangkah dan meraih mimpi mu hanyak karena kita berada di zona yang tidak nyaman.
Salam Abdul Ghofur, Pengajar muda SD 25 Sawang Aceh Utara.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda