Muhammad Fachrizal Helmi

Pengajar Muda XVII

Anak laki-laki yang lahir dari kedua orang tua bernama Herli Suherli dan Tineu Rostiana (Alm) ini biasa disapa dengan nama Helmi. Ia besar dan tumbuh di kota Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Banten. Selesai dari Sekolah Menengah Atas (SMA), ia memutuskan merantau ke Depok untuk berkuliah di program studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Selama berkuliah, Helmi aktif melakukan beberapa kegiatan seperti jurnalistik, seni budaya, pengabdian masyarakat, dan penelitian. 

Sejak 2013, saat ia awal masuk kuliah, sudah aktif sebagai fotografer di UKM jurnalistik di kampusnya, yaitu Suara Mahasiswa UI. Pada tahun 2016 ia juga sempat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi di lembaga pers jurusannya, yaitu Utthāna. Selain berkegiatan di bidang jurnalistik, Helmi juga aktif berkegiatan di bidang teater. Dari kegiatan teater tersebut, pada tahun 2013-2014 ia pernah mendapat penghargaan sebagai Best Actor dan Best Supporting Actor pada suatu kompetisi seni budaya di kampusnya.

Di tahun-tahun terakhir sebagai mahasiswa, Helmi mulai mengembangkan kegiatannya pada kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat. Pada tahun 2017, ia terjun ke masyarakat untuk mengabdi sebagai pengajar pada kegiatan Gerakan UI Mengajar angkatan 6 yang berlangsung di Brebes, Jawa Tengah, selama satu bulan. Sebelum lulus Helmi sempat mengikuti 2 kegiatan penelitian, yaitu mengikuti kegiatan The Second International Young Scholars Symposium of Humanities dan The Tenth International Conference on Applied Linguistics, dengan mengangkat gagasannya mengenai konsep toleransi dalam peribahasa Jawa.

Setelah lulus dari kampus Helmi bekerja di sebuah start-up teknologi pendidikan, yaitu Ruangguru, sebagai Content Analyst. Di luar pekerjaannya, ia juga aktif berkegiatan sebagai relawan di Ruang Berbagi Ilmu dan Taman Teman Bermain Indonesia Mengajar. 

Sekarang Helmi menjadi Pengajar Muda angkatan XVII yang ditempatkan di  SD YPK Baitel Rondepi, Distrik Ambai, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Selama satu tahun di penempatan, ia memiliki harapan untuk membersamai dan ikut bekerja bersama masyarakat untuk memajukan pendidikan di penempatannya.