Profil Kabupaten Hulu Sungai Selatan

2 Februari 2017

Hulu Sungai Selatan merupakan kabupaten yang berdiri pada 2 Desember 1950, terletak di tengah Provinsi Kalimantan Selatan (2°29′ 59″- 2° 56’10″ LS dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″  BT) yang berbatasan langsung dengan kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara. HSS memiliki iklim tropis lembab dengan seringnya terjadi hujan di tengah musim kemarau panjang.

Akses menuju ibukota Kandangan dapat ditempuh 4 jam darat dari bandara terdekat Sjamsudin Noor, Banjarmasin. Melalui sungai Banjarmasin, dalam semalam dengan kapal cis kita dapat sampai ke sungai Negara, sungai besar terdekat dari 3 desa lokasi penempatan Pengajar Muda.

Penampang geografis HSS terbagi atas kawasan pegunungan dan dataran rendah aluvial berawa. HSS dilewati aliran sungai Amandit yang bermuara ke sungai Negara (anak sungai Barito), menghubungkan Banjarmasin-Negara via perairan. Masyarakatnya majemuk, mayoritas terdiri dari suku Banjar dan suku Dayak Meratus. Suku Banjar banyak mendiami ibukota Kandangan hingga area perairan yang dikenal sebagai Negara (Kecamatan Daha Utara-Barat-Selatan), sementara suku Dayak tinggal di pegunungan Meratus (termasuk wilayah kecamatan Loksado). Selain itu suku Jawa, suku Bugis, suku Sunda, juga banyak ditemui dengan aktivitas di sector perdagangan, perkebunan, maupun sektor formal.

Kabupaten Seribu Sungai ini memiliki ikon makanan khas ketupat dan dodol kandangan serta pariwisata bentang alam di wilayah Loksado, yang menyajikan sejumlah destinasi air terjun dan sumber air panas. Potensi atlet dari cabang olahraga air diunggulkan dari HSS seperti arung jeram, kano, kayak dan renang, banyak lahir dari sini.

Saat ini Indonesia Mengajar bekerja di 7 desa yang tersebar di kecamatan Loksado (3 desa), Telaga Langsat (1 desa), Daha Selatan (1 desa), dan Daha Barat (2 desa).

Lokasi penempatan di pegunungan Meratus, yaitu ke Sindawak, Telaga Langsat dapat ditempuh 2 jam darat dari Kandangan. Bentang alam rindang dengan pepohonan besar yang rimbun menghiasi kontur berbukit-bukit nan terjal. Saat ini pegaspalan jalan masih terus dilakukan agar lebih nyaman untuk dilalui sebagai jalan lintas kabupaten menuju ke Loksado.

Penempatan Loksado memiliki 3 karakter jalan menuju desa yang berlainan. Untuk menuju ibukota kecamatan Loksado, melalui jalan lintas kabupaten dapat  ditempuh 3-4 jam dengan rute kemiringan yang cukup curam dan tikungan tajam. Setelah itu akan ada area istirahat, Pengajar Muda memiliki keluarga angkat di dekat SMPN 1 Loksado sehingga memudahkan apabila hari pasar tiba setiap Rabu, saat harus turun gunung.

Wilayah penempatan Desa Haratai dan Desa Kamawakan memiliki rute yang mirip dengan jarak tempuh 1 jam dari Loksado. Hanya bisa ditempuh dengan motor karena jalan yang sempit yang belum dilakukan pengerasan. Apabila musim hujan tiba, maka jalanan akan licin dan berlumpur dalam. Jalan terbelah sungai berarus deras dihubungkan dengan jembatan kayu ulin. Namun kesemua rute terbayarkan dengan adrenalin, keramahan warga yang ditemui, alam yang indah menyejukkan mata, serta aroma khas pohon kayu manis.

Masyarakat Dayak Meratus sebagian besar pekerjaannya bertani dan berladang, masih menganut kepercayaan lokal Kaharingan yang diyakini sebagai kepercayaan Hindu tertua di Indonesia. Di setiap desa Dayak akan dengan mudah ditemui rumah panggung yang besar dan panjang, disebut Balai Adat sebagai pusat kegiatan keagamaan warga dan pernikahan. Selain itu, sebagian lain masyarakat Meratus menganut Islam dan Kristen.

Penempatan di wilayah Negara terdiri dari Desa Baru dan Desa Bejayau di kecamatan Daha Barat serta Desa Muning Dalam di kecamatan Daha Selatan. Untuk menuju wilayah Daha Barat tersedia jalur air menggunakan cis (kapal kayu) atau jalur darat karena sudah dilakukan pengaspalan jalan hingga Desa Bejayau. Khusus ke arah Desa Baru, baru bisa dengan motor karena jalan yang mash berbatu.

Sementara itu, akses menuju Desa Muning Dalam hanya dapat dilalui dengan jukung/klotok, yaitu kapal kayu ulin bermesin dengan bentuk panjang. Belum ada jalan darat untuk menuju Desa Muning Dalam dan seluruh kehidupan masyarakatnya menggunakan jukung sebagai satu-satunya alat transportasi untuk menjala, berkebun, berdagang, dan aangkutan.

Tingkat pendidikan masyarakat lokasi penempatan Pengajar Muda termasuk yang tertinggal. Sebagian besar merupakan tamatan sekolah dasar, yang menjadi orang tua di usia sangat muda (budaya menikah muda masih menjadi salah satu alasan putus sekolah, selain kemiskinan) dengan pekerjaan tradisional turun temurun dengan pendapatan > Rp. 1.000.000/bulan.

HSS mulai tahun 2017 menjadi wilayah penyelenggaraan Kelas Inspirasi dan Ruang Berbagi Ilmu sehingga menjadi pionir pergerakan relawan kependidikan bagi wilayah lain di Kalimantan Selatan.


Kabar Lainnya

Lihat Semua