Power Talk: Cerita Kontribusi Nyata untuk Pendidikan Indonesia
16 Mei 2018“Apa yang ada dalam bayangan kita ketika mendengar –pendidikan di Indonesia-?”
Setiap tahun, Indonesia memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari lahirnya pahlawan nasional pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sama seperti banyak jawaban yang muncul dari pertanyaan di atas, hari pendidikan nasional biasanya diperingati dengan membahas banyaknya masalah pendidikan di Indonesia.
Tahun ini, Indonesia Mengajar mengajak masyarakat, pemuda, komunitas, dan media untuk memperingati hari pendidikan dengan melihat cita-cita yang terang benderang, potensi berlimpah, dan semangat orang-orang dari latar belakang berbeda yang sudah mengambil langkah berjuang bersama memajukan pendidikan di Indonesia. Dalam acara “Power Talk” yang bertajuk -melihat pendidikan lebih dari sekedar sosok-, Indonesia Mengajar mengajak semua masyarakat untuk ikut berjuang merawat anak-anak Indonesia tanpa memerdulikan posisi atau jabatan.
Bekerja sama dengan Kedutaan Besar Perancis, bertempat di Institut Français d'Indonésie, para narasumber yang diundang membagikan pengalaman hidup mereka masing-masing, yang dengan nyata menggambarkan bahwa kita semua bertanggung jawab untuk memajukan pendidikan di Indonesia, tidak terbatas lokasi apalagi posisi. Ini adalah sebuah usaha dari mereka yang menyadari bahwa pendidikan adalah bagian dari hak, sebuah usaha yang terbentuk karena kepentingan bersama untuk anak-anak di Indonesia. Lewat semangat bergerak bersama ini, tanpa disadari telah membentuk para Ki Hajar Dewantara generasi masa kini.
---
“Melihat beberapa teman saya menjadi Pengajar Muda, jujur membuat saya cemburu”, Haiva Muzdaliva datang sebagai pembicara pertama. Ia menceritakan kisah perjalanan hidup yang mengantarkan dirinya menjadi Managing Director Indonesia Mengajar sekarang.
Keinginannya untuk berkontribusi aktif dalam kegiatan kerelawanan ditengah jadwalnya yang padat sebagai karyawan di sektor private pada saat itu, jelas menjadi tantangan tersendiri baginya. Bukan main bahagianya ketika Haiva mengenal kegiatan Kelas Inspirasi yang ternyata dapat menjadi solusi untuk kegelisahannya. Bermula dari menjadi relawan dalam kegiatan tersebut sejak tahun 2010, Haiva konsisten melakukan hal-hal kecil yang Ia bisa untuk pendidikan di Indonesia. Sampai akhirnya pada akhir tahun 2015 Ia pun memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya saat itu untuk menjadi manager di Indonesia Mengajar. Tekadnya untuk berjuang demi anak-anak Indonesia masih sama bulatnya, tekad tersebut yang menemani prosesnya bertumbuh di Indonesia Mengajar hingga sekarang mendapatkan amanah sebagai Managing Director.
Sebagai seseorang yang sudah bertahun-tahun bekerja sebagai Apoteker, tingkatan karier yang menjanjikan tentu sudah tersedia di depan matanya. Namun Haiva tidak pernah menyesali keputusannya, bahkan berpikir untuk memikirkannya kembali pun tidak. Ada banyak yang membuatnya yakin akan cita-cita dari gerakan ini.
Pembicara selanjutnya adalah Dedi Kusuma Wijaya, Alumni Pengajar Muda angkatan II Maluku Tenggara Barat, yang berbicara tentang bagaimana waktu setahun sebagai Pengajar Muda membuatnya menyadari peran besar yang harus Ia lakukan, bahkan sampai saat ini, jauh setelah masa penempatannya selesai.
Dalam sesi berbagi, Dedi menjelaskan “peluang menjadi pemimpin masa depan tidak boleh dibatasi oleh faktor geografis. Sekolah yang bagus di kota besar itu karena eksposurnya bagus. Jadi bagaimana dengan mereka yang tinggal di desa-desa kecil? Nggak terdeteksi.” Kekhawatiran yang lahir ketika Ia bertugas ini menjadi salah satu dorongan terbesar baginya untuk membangun sebuah yayasan pendidikan bernama Yayasan Lanjut Sekolah. Ia bersama dengan sejumlah alumni Pengajar Muda lainnya mewadahi siswa-siswi dari daerah penempatan untuk mendapatkan akses pendidikan di kota besar, khususnya di pulau Jawa. Pengalamannya ini dirangkum menjadi sebuah pesan bahwa “jika ingin membuat perubahan, tidak perlu dilakukan secara masif, cukup dimulai dengan sesuatu yang dapat segera Anda lakukan.”
---
Adhi Winata Kurnia masuk sebagai pembicara berikutnya. Relawan ‘garis keras’ yang sudah pergi ke banyak daerah untuk berbagi ilmu dengan para penggerak pendidikan ini menceritakan tentang -mengapa menjadi relawan itu adiktif-. Menariknya, Adhi menyebutkan bahwa "semangat dan ketulusan" adalah faktor yang membuat kegiatan ini candu baginya. Para relawan dapat memandang tanggung jawabnya sebagai sebuah kesempatan untuk dapat menciptakan perubahan nyata. Dorongan menjadi bagian dari sesuatu yang besar inilah yang menghasilkan karakter positif untuk pengembangan diri dalam hal berpikir solutif dan kreatif.
“Tularan semangat dan ketulusan, pentingnya silaturahmi serta rasa kekeluargaan di antara teman relawan dan masyarakat di daerah adalah pikiran-pikiran yang membuat saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang tidak hanya memikirkan diri sendiri melainkan juga memikirkan bagaimana diri ini dapat memberi manfaat untuk orang lain,” Adhi Winata, seorang manager di perusahaan Multinasionan yang sudah berkunjung ke 10 daerah sebagai relawan Ruang Berbagi Ilmu (RuBI).
“Power Talk” mungkin hanya dapat menghadirkan tiga (3) dari sekian banyak orang di luar sana yang tak segan ikut berjuang demi pendidikan Indonesia. Menariknya, ketiga pembicara sama-sama dapat mengaitkan kegiatan kerelawanan yang berdampak terhadap masyarakat ternyata memiliki dampak positif juga bagi diri mereka.
Jadi, apa yang ada dalam bayangan kita ketika mendengar –pendidikan di Indonesia-?
Kabar Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda