[PJN 2018] Pengajar Jelajah Nusa Desa Lae Balno!
23 Juli 2018
Pengajar Jelajah Nusa, itulah nama kegiatan yang memberiku banyak inspirasi dan membuka mataku untuk melihat realita kondisi Indonesia lebih dekat lagi. Namaku I Made Halmadiningrat, orang-orang sering memanggilku Halma. Aku merupakan satu pelajar dari Bali yang terpilih untuk terlibat dalam kegiatan Pengajar Jelajah Nusa. Dimasa sekolah aku sering kali memperhatikan isu sosial, khususnya Pendidikan yang ada didaerah pelosok Indonesia melalui media cetak maupun elektronik. Sering kali kritikan-kritikan kepada pemerintah aku suarakan bersama teman-teman didaerahku tanpa tahu seperti apa kebenarannya.
Tanggal, 27 Juni 2018. Perjalananku baru saja dimulai, PJN menempatanku di Desa Lae Balno, sebuah desa kecil yang telah memberikanku banyak pengalaman dan pelajaran yang berharga selama seminggu disana. Tepat pukul tujuh pagi aku bersama penjelajah lainnya tiba di Bandar Udara Kualanamu Medan, perjalanan kami dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju desa penempatan selama hampir 12 jam. Indahnya pemandangan.. itulah caraku untuk mengatakan suatu anugrah keindahan tuhan yang kulihat sepanjang perjalanan menuju desa.
Tak terasa lamanya di perjalanan, akhirnya kami telah tiba di Desa Lae Balno, sebuah desa yang tak pernah bisa kubayangkan sebelumnya. Sambutan yang begitu hangat dan senyuman lebar penuh harapan menyambut kedatangan Tim PJN saat kami memijakkan kaki untuk pertama kalinya di Desa Lae Balno. Suguhan teh hangat mengawali kehangatan percakapan kami bersama keluarga Mama Maya yang sungguh antusias menyambut kedatangan kami. Mama Maya ialah house family kami selama didesa nanti, selama didesa aku dan Wahid (temanku) tinggal dirumah ini dengan kesederhanaan namun penuh kehangatan dan rasa kekeluargaan. Aku tak menyangka aku sangat-sangat diterima dikeluarga Mama Maya walaupun aku memiliki kepercayaan yang berbeda (Hindu) dengan keluarga disana, begitupun dengan masyarakat didesa Lae Balno yang sebagian besar adalah Muslim. Namun selama seminggu aku disana, aku begitu diterima dan seakan-akan tidak ada perbedaan diantara kami. Suatu hal yang membuatku haru melihat toleransi yang begitu kuat saat aku melihat pertikaian yang justru terjadi didaerah kota yang maju.
Salah satu cerita favoritku adalah, cerita pertemuanku dengan salah satu nenek yang menjadi inspirasiku di Desa Lae Balno, ia bernama Opung Husna, walaupun sudah berumur, namun nyatanya semangat dan energi opung sangatlah luar biasa, bahkan melebihi semangat remaja seusiaku. ‘Usia tua semangat muda’ mungkin itu caraku untuk merepresentasikan sosok yang aku kagumi ini. Banyak hal yang ia telah tanamkan kepadaku, nenek yang gemar mengunyah sirih ini selalu membuatku tersenyum tatkala melihatnya. Kelucuannya serta hobinya yang suka bernyanyi membuatku merasa bertemu dengan kawan seusiaku yang begitu energik dan semangat. Apalagi hobiku yang sering memfoto setiap kegiatan disana, sampai sampai ia menjulukiku ‘Wartawan tak bergaji’ julukan yang sering membuatku tertawa saat mendengarnya. Singkat cerita saat kami bersiap untuk berangkat kembali ke Jakarta, opung terlihat menangis melihat kepergian kami, rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang telah kami ciptakan selama seminggu begitu berat untuknya. Bahkan saat aku memasak Nasi Peleng bersama opung, ia memberikanku marga Batak yakni marga Berasa, namaku jadi Halma Berasa. Tawa campur haru aku rasakan saat itu, sambil memelukku Opung bilang “Jangan lupakan opung ya. Nanti kalo cucuku ini sudah sukses jangan lupa tengok opung kesini lagi,” begitulah kata Opung Husna sambil memelukku.
Opung Husna juga memiliki banyak cucu, salah satunya adalah Fitri yang masih SD. Kebetulan dua orang teman kami lainnya yang wanita tinggal di rumah Mama Fitri. Hal lain yang sering juga kami lakukan di Desa Lae Balno ialah bermain dan belajar bersama anak-anak disana. Antusiasme serta semangat anak-anak sudah terlihat saat hari pertama kami masuk sekolah, saat itu semua anak SD Lae Balno menyambut kami dengan nyayian Hymne Guru serta kami diberikan mahkota dari kertas yang pada saat itu juga membuat kami meneteskan air mata dan secara spontan memeluk anak anak disana.
Begitu banyak hal yang telah aku lewati bersama anak-anak disana, mulai saat aku diajari menari tor-tor khas batak dan aku mengajari mereka menari Kecak khas Bali. Dan cerita favoritku ialah saat aku petama kali mandi Julu disungai, ini memang pengalaman pertamaku mandi disungai, dan ternyata asik banget mandi sambil main disungai bersama anak-anak, kami dan anak-anak pun semakin merasa dekat. Disana selain bermain, kami juga mengajarkan beberapa hal, seperti membuat dream board, mendongeng serta membuat laboratorium mini bersama anak-anak, sungguh hal yang sangat asik dan menyenangkan yang kami lalui selama disana. Sampai suatu hari saat sehari kepulanganku, anak-anak didesa memberikanku sepucuk surat yang berisikan rasa bahagia dan terimakasih mereka kepada kami, disela-sela saat aku diberikan surat, seorang anak memegang tanganku sambil mengatakan “Pak Halma besok pulang ya?” katanya, lalu aku menjawab “emang kenapa kalo bapak pulang?” kataku, lalu ia menjawab “Aku sayang sama bapak, jangan pulang ya pak, atau nanti pas hari raya bapak kesini lagi ya,” jawabnya. Sungguh hal yang membuatku menangis sambil memeluknya. Rasa sayang mereka akan kehadiran kami membuat kakiku berat untuk meninggalkan Desa Lae Balno yang sudah kuanggap desaku sendiri ini. Tangis haru, sedih dan senang menyertai sehari sebelum kepulangan kami di belakang sekolah Trans Lae Balno yang ditemani hamparan pemandangan indah yang kami lihat didepan kami. Begitu banyak hal-hal menarik yang kami alami bersama teman PJN dan kakak Pengajar Muda (Kak Kurnia dan Kak Bimbim) menceritakan satu sama lainnya saat itu, hingga membuat kami tak henti untuk menangis saat mengingatnya. Namun rasa syukur juga kami panjatkan kepada tuhan yang telah melancarkan segala kegiatan kami disana.
Diakhir perjalanku disana, aku bersyukur telah ditemukan dengan orang-orang yang memberiku banyak pengalaman yang berharga. Aku berpikir bahwa Tuhan ternyata tidak salah menempatkanku di Aceh Singkil tepatnya Desa Lae Balno yang membuatku banyak belajar. Rasa terimakasihku juga aku ucapkan sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya, kepada Ultra Jaya dan Indonesia Mengajar yang telah mewadahi serta memfasilitasi kami untuk melihat sisi lain dari Indonesia.
“Berjalan sendiri mungkin akan lebih cepat, namun saat berjalan bersama kalian akan lebih jauh” -PJN
Ditulis Oleh I Made Halmadiningrat
SMA Negeri 1 Blahbatuh, Bali.
Pengajar Jelajah Nusa 2018
Desa Lae Balno, Kab. Aceh Singkil
Kabar Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda