info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

#KitaBerdaya: Formasi Pengaturan Diri

29 Juni 2015

Setelah selesai helatan tersebut, tercipta beberapa kerumunan dengan ragam bahasan. Mereka saling membagi aspirasi sekaligus menguatkan niat di balik tiap peran.

Berangkat dari aspirasi relawan Komite Kampanye Iuran Publik (KOKI) Indonesia Mengajar, forum 'unik' ini rampung terselenggara di aula gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Senayan, Sabtu 27 Juni lalu. Sedikitnya, 30 orang hadir dari berbagai komunitas yang berbasis di Jabodetabek hingga Bandung, bahkan Surabaya. Tanpa tiket masuk, materi pengajaran, juga pemberi kuliah, kesetaraan menjadi warna dominan yang terlihat di sana. Semua yang serba suka dan rela saling mengutarakan mimpi sekaligus berbagi apresiasi atas langkah yang telah mereka tapakkan di belakang sana.

Melalui bahasan atas 'kegemasan' apa yang paling sering ditemui di kehidupan sehari-hari, satu per satu mereka mulai saling mengulik, malah olok. Celoteh tentang rasa gemas atas koruptor yang masih terpilih di pemilu, lahan terbuka hijau yang makin gersang, sampai dengan bau pesing yang ditemui di jalan dimuntahkan di gedung milik negara sana. Namun, atas fasilitasi para anggota KOKI yang diantarkan oleh Rahmat Danu Andika, manajer divisi Pengelolaan Publik IM, bahasan yang dimulai dari sumbu negatif tersebut ternyata ajaib dapat mengalir ke hulunya.

Diskusi yang berlangsung tak lebih dari dua jam tersebut memuat pula sesi apresiasi atas apa yang pernah mereka saksikan di komunitas atau individu peserta lain. Seperti halnya pada komunitas yang serius berbagi kursi untuk mengurangi jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta, atau yang getol mencari lahan terbuka hijau untuk segera dicocok tanam, juga pada mereka yang aktif menyuarakan hak anak untuk dapat terjaga dari tindak perisakan (baca: bullying). 

Menuju ke keajaiban hulunya, aliran diskusi tersebut melalui beberapa jeram yang menyadarkan mereka bahwa, yang terberat dari semuanya ialah bagaimana membuat kita sendiri sadar. Bahwa bukan hanya karena negara yang belum efektif, atau aparat yang kurang berdaya, namun sesungguhnya di balik itu semua kita hadir dengan memiliki daya. Bahwa tidak perlu mandat Republik untuk membentuk inisiatif-inisiatif solutif untuk mengentaskan segala bentuk 'kegemasan'. Bahwa modal terbesar bangsa ini ialah manusia yang hidup dari tanah dan air yang dikandungnya. Bahwa memang ini bukan pekerjaan instan dan bisa dikerjakan hanya oleh segelintir pihak. Bahwa yang  terakhir yang Hikmat Hardono, Direktur Eksekutif Indonesia Mengajar simpulkan, "mari kita bertahan dan berjuang, menjadi bangsa yang kuat, mengatasi rasa mulas masing-masing."

"Bahwa" yang menyentak ambang sadar, kemudian seolah perlahan menghadirkan energi baru ke dalam ruang bincang.

Mungkin inilah hulu dari diskusi ini, bahwa dengan bersama mengatur diri, formasi bangunan #KitaBerdaya itu benar ada. Acara yang diakhiri dengan buka puasa bersama, mengantarkan para peserta diskusi ke persimpangan-persimpangan baru. Terciptanya beberapa gerombolan dengan warna keseruan yang berbeda antara satu dengan lainnya, mungkin hanya salah satu tanda persimpangan tersebut menjadi jalan juang baru bagi mereka.

Mungkin tak salah pula KOKI telah lebih dahulu menjemput frasa tersebut menjadi tajuk diskusi ini: #KitaBerdaya.


Kabar Lainnya

Lihat Semua