info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Indonesia Mengajar Imbangi Sumber Pendanaan dengan Iuran Publik

16 Juli 2014

JAKARTA (16/7) – Indonesia Mengajar ingin menjadikan iuran dari masyarakat sebagai pilar penopang penting bagi pendanaan gerakan sosial ini. Untuk itu, Indonesia Mengajar kembali meluncurkan program Donasi Publik dengan penyempurnaan fitur pembayaran. 

Direktur Eksekutif Indonesia Mengajar, Hikmat Hardono menargetkan di akhir tahun ini iuran dari publik bisa menutupi sepertiga kebutuhan organisasi. Target pendanaan dari masyarkat itu ingin dicapai dengan menggaet 3.000 donatur individu dan 100 donatur institusi yang rutin berdonasi setiap bulan. 

Dengan tumbuhnya pilar pendanaan dari publik ini, Indonesia Mengajar ingin mengimbangi porsi dukungan dari korporasi besar dalam bentuk dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini menopang sebagian besar kebutuhan operasional. Di sisi lain, Indonesia Mengajar juga tidak ingin seperti organisasi masyarakat lain yang tergantung kepada donor asing. “Dengan Donasi Publik, Indonesia Mengajar ingin dimiliki oleh masyarakat secara lebih luas,” katanya.

Dia mengutip kata-kata Mahatma Gandhi yang menyatakan, sebuah gerakan publik pada hakikatnya adalah institusi yang diselenggarakan atas dasar dukungan, persetujuan, dan pendanaan dari masyarakat. Ketika sebuah institusi gagal untuk mendapatkan dukungan (pendanaan) publik, maka institusi tersebut kehilangan haknya untuk tetap berdiri, demikian bunyi pemikiran Bapak Bangsa India itu seperti tertulis di otobiografinya, seratus tahun lalu.

Hikmat memaparkan, pengelolaan pendanaan di kalangan masyarakat sipil cukup menantang. Hasil survei PIRAC di laporan yang sama menemukan fakta bahwa tingkat kedermawanan (rate of giving) masyarakat sangat tinggi, yakni 99,6%. Artinya hampir seluruh masyarakat yang menjadi responden memberi sumbangan dalam setahun terakhir. Namun baru sekitar 10% sumbangan yang berhasil digalang dari potensi sebesar Rp 12,3 triliun per tahun.

Potensi selalu mengundang inovasi. Indonesia Mengajar sebagai salah satu organ masyarakat sipil, sejak Agustus 2012 mengembangkan skema Donasi Publik menggunakan kartu kredit. “Awalnya tertatih-tatih namun tetap tumbuh,” ucap Hikmat. Di awalnya jumlah donaturnya hanya 200-an orang dan sekarang sudah hampir 500 orang. Pada pembukaan kembali Donasi Publik di tahun ini, sistemnya dikembangkan secara digital dan dibangun rapi dengan fitur rekening virtual terintegrasi. 

Berbeda dari kebanyakan gerakan sosial lain yang menghimpun dana secara keroyokan (crowdfunding), Indonesia Mengajar mengembangkan sistem Donasi Publik yang dapat merunut dan mencatat donasi setiap orang. Hikmat mengatakan, ini bagian dari prinsip organisasi masyarakat sipil yaitu setiap individunya berkontribusi secara sadar dan bertanggung jawab. Akumulasi kontribusi sadar ini menjadi modal penting bagi keberlangsungan organisasi tersebut.

Sekarang sistem donasi IM mampu memfasilitasi sumbangan dari berbagai model transaksi, dari kartu kredit sampai transfer ke rekening donasi unik untuk setiap donatur. Dan setiap donatur atau relawan memiliki akun personal yang di dalamnya tercatat donasinya sejak awal sampai sekarang. “Menurut kami, pengembangan sistem Donasi Publik ini dapat jadi inovasi yang berharga bagi inisiatif sosial lain di Indonesia,” katanya.

Ada dua jenis donasi yang bisa dipilih masyarakat yaitu donasi perorangan dan institusi. Donasi perorangan ditujukan bagi individu yang bersedia memberi kontribusi sebesari Rp 50 ribu sampai Rp 1 juta rupiah per bulan, sedangkan donasi institusi ditujuan bagi organisasi apapun yang ingin memberikan sumbangan sebesar Rp 2 juta sampai Rp 10 juta per bulan. Semua skema donasi ini dapat dipilih dalam jangka waktu 3 sampai 12 bulan.

Salah satu donatur perorangan, Benny Rachmadin mendukung penuh program Donasi Publik. “Mendukung lebih dari 12 bulan pun, insyaallah saya bersedia karena ini adalah investasi saya di bangsa ini,” kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai profesional di salah satu bank di Jakarta.

Melipatgandakan Dampak

Sejak empat tahun lalu, Gerakan Indonesia Mengajar merekrut, melatih, dan mengirimkan 493 sarjana-sarjana terpilih yang disebut Pengajar Muda untuk mengabdi sebagai guru di satu Sekolah Dasar (SD) dan penggerak pendidikan di sebuah daerah. Para Pengajar Muda bertugas di 17 kabupaten yang tersebar dari Aceh sampai Papua Barat. 

Selama empat tahun ini pula Indonesia Mengajar menyaksikan ada banyak perubahan positif yang terjadi. Mulai dari guru setempat yang semakin rajin hadir mengajar dan menggunakan metode kreatif, kepala sekolah yang terpacu mengelola manajemen sekolah jadi lebih baik, orang tua yang ikut mengawal proses pendidikan anaknya, hingga siswa-siswi dari SD terpencil yang mulanya tak diperhitungkan kini dikagumi karena mampu berprestasi hingga tingkat nasional.

Berbagai perubahan positif itu merupakan konsekuensi dari serangkaian tahapan yang kompleks dan dikerjakan dengan melibatkan para profesional di bidangnya. Para Pengajar Muda dipilih dari 57 ribu kandidat melalui lima tahap seleksi, lalu dilatih intensif selama tujuh pekan sebelum diberangkatkan. "Biaya operasional per tahun sekitar Rp 20 miliar," kata Hikmat.

Sekilas, angka tersebut terlihat cukup besar bagi sebuah organisasi masyarakat. "Namun jika output program yang tercipta lewat pendekatan yang kami lakukan di Indonesia Mengajar itu dirupiahkan, maka terlihat bahwa nilainya tiga kali lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan," ucapnya. 

Sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada publik, sejak tahun pertama berdiri, laporan keuangan Indonesia Mengajar selalu diaudit oleh PwC Indonesia secara probono. Salah satu kantor akuntan publik terbesar itu selalu memberikan hasil opini tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian bagi Indonesia Mengajar.

Keterangan dan panduan Donasi Publik Indonesia Mengajar dapat diakses melalui tautan indonesiamengajar.org/donasi.


Kabar Lainnya

Lihat Semua