Gerakan 'Saatnya Guru Menulis' di Aceh Utara
23 Oktober 2013Lhokseumawe (23/10)--Selama berada di Aceh Utara, Pengajar Muda menemukan bahwa begitu banyak kisah tenaga pendidik berdedikasi yang kreatif, inspiratif, dan inovatif dalam memajukan pendidikan di Aceh Utara. Begitu banyak pula, pemikiran dan pandangan solutif tentang dunia pendidikan yang berasal dari para tenaga pendidik. Namun, kisah dan pemikiran tersebut hanya mengendap atau beredar di kalangan sendiri karena tidak terpublikasikan.
Sangat sedikit aktor utama pendidikan yang tergerak untuk menuliskan pengalaman dan pemikirannya tersebut. Padahal, bila dilakukan, tulisan tersebut bisa menjadi inspirasi positif bagi masyarakat di tengah begitu maraknya isu negatif mengenai pendidikan di Indonesia. Pemikiran mereka pun, bisa dijadikan sebagai dasar bagi pembuatan kebijakan pendidikan di level atas yang lebih berkeadilan bagi tenaga pendidik.
Berdasarkan pada hal tersebut, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Aceh Utara, bekerjasama dengan Pengajar Muda Aceh Utara Indonesia Mengajar dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe meluncurkan sebuah gerakan yang diberi nama Saatnya Guru Menulis (SGM).
“SGM merupakan sebuah gerakan yang bertujuan untuk menyulut gairah menulis para guru dan kepala sekolah dasar di Aceh Utara.Dengan bersama-sama, saling memotivasi untuk berkarya, harapannya nanti akan bermunculan berbagai karya tulis luar biasa dari mereka, para pejuang pendidikan di Aceh Utara,” ucap Ari Hendra Lukmana, Koordinator SGM.
Sebagai langkah awal dari gerakan ini, dirancanglah suatu rangkaian kegiatan yang berjalan dari rentang Oktober – Desember 2013. Kegiatan pertama adalah motivasi dan pelatihan menulis pada 21 dan 22 Oktober 2013 di Aula Kantor Bupati Aceh Utara, yang dihadiri oleh 300 guru dan kepala sekolah dasar perwakilan dari setiap UPTD se-Aceh Utara. Peserta mendapat materi teknik menulis feature dan artikel opini dari Ayi Jufridar, seorang jurnalis senior dan novelis dari AJI Lhokseumawe. Sedangkan motivasi menulis, didapat dari Mahdi Idris seorang guru sekaligus sastrawan dari Dayah (pesantren terpadu) Ruhul Islam, Aceh Utara.
Ditampilkannya Mahdi Idris ini bukannya tanpa alasan. Ia merupakan contoh nyata dari seorang guru yang menggunakan tulisan sebagai media pembebasan. Delapan tahun mengajar sebagai guru agama tanpa honor dan status kepegawaian yang jelas, membawa diri Mahdi pada kondisi yang sulit. Ia merasa nasibnya tidak diperhatikan dan ia frustrasi. Rasa kecewa dan frustrasi tersebut ia tuangkan dalam bentuk puisi sebanyak 200 buah yang dihasilkan selama satu tahun. Karya itulah yang menjadi awal dari lahirnya berbagai karya bernas lainyang membawa nama Mahdi Idris sebagai sastrawan terkemuka Aceh.
Ia pernah meraih juara II lomba naskah puisi Puskurbuk Kemdikbud pada 2011. Ia pun telah menerbitkan empat buah buku karya tunggal (berupa puisi, cerpen, dan novel). Dan yang terbaru, adalah salah satu puisinya berhasil masuk ke dalam buku Kumpulan Puisi Secangkir Kopi yang berisi karya sastrawan dari enam negara dan Mahdi Idris menjadi salah satu dari dua perwakilan Indonesia.
“Sampai sekarang pun, saya masih tetap semangat mengajar. Walau tetap masih Lilllahi ta’ala., tapi sudah tidak saya pikirkan lagi. Karena ternyata gara-gara itulah saya akhirnya bisa seperti sekarang,” kata Mahdi.
Pelatihan dan kisah motivasi tersebut ternyata mampu menyulut semangat para peserta. Terlihat dari tumpukan ragam karya tulisberkualitas yang dihasilkandi hari kedua pelatihan. Karya ini menjadi dasar untuk kegiatan SGM selanjutnya, yaitu lomba menulis feature dan artikel opini bertema pendidikan. Dengan rentang waktu 8 Oktober–8 November 2013, ini merupakan lomba terbuka bagi seluruh guru dan kepala sekolah dasar se-Aceh Utara–baik yang mengikuti pelatihan, maupun tidak.
Seluruh tulisan yang dikirimkan oleh peserta lomba akan diunggah ke situs acehpintar.tumblr.com, akun facebook Aceh Pintar, dan akun twitter @AcehPintar yang dikelola oleh Pengajar Muda Aceh Utara. Dua puluh Tulisan terpilih akan dibukukan dan diterbitkan. Sedangkan tiga tulisan terbaik akan mendapat penghargaan sertifikat, trophy, serta hadiah uang. Penganugerahan 20 peserta tulisan terpilih dan 3 pemenang akan dilaksanakan saat upacara peringatan Hari Guru Nasional, 25 november 2013.
“Dengan buku yang nanti akan dibuat, kita akan tunjukkan bahwa para aktor pendidikan di Aceh Utara ini adalah pencerita ulung yang kisahnya bisa menginspirasi banyak orang,” jelas Ari.
Untuk jangka panjang, agar gairah menulis tersebut tidak padam, para peserta pelatihan bersepakat bahwa perlu sekali untuk saling berjejaring dalam komunitas. Di akhir pelatihan menulis, terbetik rencana untuk mengaktifkan Agupena (Asosiasi Guru Penulis Indonesia) di Aceh Utara pada 2014.
***
Ditulis oleh Cahaya Ramadhani, Pengajar Muda Kabupaten Aceh Utara 2012-2013.
Kabar Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda