info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Dari Jherat Lanjeng Hingga Danau Kastoba

21 Februari 2017

Coba tunjuk di peta dimana letak Pulau Bawean. Sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Gresik ini banyak memberikan cerita. Seperti Jherat Lanjeng dan Danau Kastoba.

Jherat Lanjeng adalah legenda tentang sebuah makam yang berukuran sebelas meter. Konon ceritanya Ajisaka menitipkan sebuah pusaka berbentuk keris kepada salah satu abdinya yang bernama Dora. Ia berpesan agar keris tersebut tidak boleh ada satupun orang yang mengambilnya kecuali Ajisaka sendiri. Kemudian Ajisaka berangkat ke Pulau Jawa. Ia ingat bahwa ia menitipkan keris kepada Dora dan ingin mengambilnya kembali. Akhirnya diutus Sembada. Ketika Sembada meminta pusaka kepada Dora, terjadilah perkelahian. Sebab Dora masih memegang amanah Ajisaka sementara Sembada harus kembali tanpa tangan kosong. Bekas darah perkelahian ini yang sekarang menjadi Makam Panjang alias Jherat Lanjeng.

Lain halnya dengan sejarah Danau Kastoba. Legenda danau yang indah ini bercerita tentang seorang ratu jin pemilik pohon yang mampu menyembuhkan penyakit apapun. Agar terhindar dari gangguan manusia, ratu jin memerintah dua ekor gagak untuk menjaganya. Suatu hari seorang buta datang ke pohon tersebut. Karena kasihan melihatnya, dua ekor gagak ini memberikan sehelai daun sehingga orang buta tersebut bisa melihat. Gawatnya adalah si orang buta ini menyampaikan khasiat pohon ajaib kepada seluruh warga yang kemudian berbondong – bondong datang. Akhirnya ratu jin murka dan mencabut pohon ajaib hingga ke akar – akarnya. Dari bekas cabutan muncul air yang kini menjadi Danau Kastoba.

Dua kisah di atas diceritakan oleh Misrina dan Jaliyah. Dua siswa pemberani dari SDN 2 Kepuh Legundi, Tambak, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik Jawa Timur. Salah satu lokasi penugasan Indonesia Mengajar. Mereka berkesempatan mengikuti kegiatan Festival Bahasa Ibu yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka memperingati hari Bahasa Ibu Internasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari di Jakarta.

Keikutsertaan Misrina dan Jaliyah dalam Festival Bahasa Ibu diawali dari informasi yang beredar di media sosial Kemendikbud. Meski sejak tahun 2016 Indonesia Mengajar selesai bertugas di Pulau Bawean, tetapi alumni Pengajar Muda tetap menjalin komunikasi dengan guru – guru di sana. Termasuk memberikan informasi mengenai kegiatan – kegiatan dan lomba – lomba. Guru – guru di SDN 2 Kepuh Legundi berinisiatif mengurus keikutsertaan kegiatan tersebut. Mulai dari  menelpon panitia, melakukan negosiasi hingga mengurus keberangkatan, semua dilakukan secara mandiri berdasarkan pengalaman – pengalaman sebelumnya saat masih bersama Pengajar Muda. Dan dipilihlah Misrina dan Jaliyah sebagai perwakilan yang ditemani oleh Pak Tahol.

Butuh perjalanan panjang bagi Misrina, Jaliyah dan Pak Tahol untuk bisa sampai ke Jakarta. Dari dusun ke pelabuhan Bawean membutuhkan waktu 2,5 jam dengan kendaraan bermotor. Dilanjutkan dengan 10 jam perjalanan laut ke Lamongan. Dari Lamongan ke Bandara Juanda Surabaya masih memakan waktu empat jam perjalanan darat. Kemudian dari Surabaya ke Jakarta menggunakan moda transportasi udara. Rute berpindah – pindah ini tidak menyurutkan niat Misrina dan Jaliyah untuk mengikuti Festival Bahasa Ibu.

Seperti kedua cerita tentang Jherat Lanjeng dan Danau Kastoba, Misrina dan Jaliyah juga menambah cerita tentang semangat anak – anak Bawean yang berani tampil di tingkat nasional.

 

 


Kabar Lainnya

Lihat Semua