info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

“Belajar menulis dari ahlinya… (2)”

27 September 2011

(Berdasarkan tulisan Sarah Saskia*)

Pelatihan menulis bagi Calon Pengajar Muda angkatan III (Sabtu, 24 September 2011) yang menghadirkan narasumber pelatihan menulis dari tim Serambi dan tim Zamrud Khatulistiwa, yakni Farid Gaban, Ahmad Yunus (penulis buku “Meraba Indonesia”) dan M. Husnil benar-benar meriah. Sesi tanya jawab berlangsung cukup seru. 

Tiga orang calon Pengajar Muda, yakni Fitria Chairani (Univ. Indonesia/National University of Singapore), Melissa Tuanakotta (Univ. Padjadjaran), dan Veni Ari Jayanti (Univ. Indonesia) membombardir para pembicara dengan pertanyaan seputar menulis opini, novel, penggunaan bahasa atau istilah asing, serta cara memulai menulis.

Kalimat yang selalu ditekankan pada saat pemaparan oleh Farid Gaban adalah “Show it, not Tell it” yang berarti dalam menulis, yang kita lakukan adalah melukiskan keadaan ataupun kejadian ke dalam benak pembaca, sehingga pembaca pun dapat merasakan apa yang dirasakan oleh penulis.

Kemudian, para calon Pengajar Muda III dipecah menjadi tiga kelompok besar untuk mengikuti sesi workshop menulis lebih lanjut secara terpisah. 

Tidak hanya para PM yang bersemangat, para narasumber pun merasakan semangat yang serupa.

Ahmad Yunus memberikan kesannya selama sesi berbagi dengan para calon Pengajar Muda, “Ini seperti mimpi bagi saya. Saya sangat senang dan mengapresiasi semangat para Pengajar Muda. Mereka memiliki minat belajar yang tinggi, terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan ketika sesi kelompok tadi.”

Farid Gaban juga mengakuinya, “Saya sangat senang bertemu dengan ke-47 calon Pengajar Muda yang berani memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya. Bertemu dengan orang-orang baru dan terjun ke wilayah yang mungkin tidak terlalu menyenangkan, kami sangat bangga akan hal itu. Kami berharap bahwa pengalaman berharga di lapangan tersebut didokumentasikan dalam bentuk tertulis, karena hal ini adalah hal yang penting. Pengalaman di lapangan, walaupun sederhana, seperti yang sudah kami sampaikan akan memberikan banyak manfaat, terutama bagi orang-orang yang tidak memiliki kesempatan ke daerah pelosok, namun mereka dapat terinspirasi melalui tulisan tersebut.” 

Peserta pelatihan juga puas. Mari kita simak, komentar Deden, calon Pengajar Muda lulusan Universitas Padjajaran, “Setelah tadi mengikuti workshop menulis Zamrud Khatulistiwa saya memperoleh banyak ilmu. Biasanya, saya suka stuck di tengah-tengah menulis atau kata-katanya sering berulang, kini saya mendapatkan pencerahan bahwa sebelum menulis itu perlu dibuat timeline apa yang ingin digarisbawahi, …mencurahkan layaknya bercerita, sehingga pembaca dapat merasakan kondisi sekitar yang kita rasakan.”

Sementara, Dika Purnamasari, yang alumni Universitas Indonesia menyatakan,“Workshop menulis kali ini sangat berbeda dengan workshop atau seminar kepenulisan yang pernah saya ikuti. Ketika saya mendengar ketiga pembicara bercerita dengan hati mereka, hal tersebut sangat menginspirasi saya untuk melakukan sesuatu ketika saya ditempatkan nanti dan saya harus mengabadikannya lewat tulisan.”

“Dengan niat dan tekad itu, saya bersemangat untuk mengikuti workshop ini. Saya mendapatkan inspirasi yang berbeda walaupun secara konsep materi tidak jauh berbeda dari workshop menulis lainnya. Yang terpenting adalah tulislah yang ada di pikiranmu saat ini yang kamu pikir itu penting. Itu yang membuat saya menjadi berani dan tidak lagi membanding-bandingkan tulisan saya, karena hal tersebut yang membuat saya berhenti atau stuck di tengah-tengah menulis.”

Pemimpin Redaksi Penerbit Serambi, M. Husnil juga mengingatkan bahwa menulis adalah salah satu cara untuk dapat mewariskan sejarah kepada anak dan cucu kita. Pengalaman-pengalaman menarik dari para Pengajar Muda yang mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sangatlah sayang apabila berlalu begitu saja tanpa didokumentasikan. 

“Berdamailah dengan keadaan. Menulislah di mana saja dan harus tetap dilakukan, karena tulisan itu akan menjadi sejarah, bukan hanya untuk pribadi, namun juga bagi bangsa karena tulisan itu kelak akan dibaca oleh generasi penerus bangsa. Mengutip Pidi Baiq (komikus dan vokalis The Panas Dalam)  “bahwa seorang anak itu mesti bangga siapa bapaknya” dalam artian lebih luas, bahwa anak-cucu kita, generasi kelak, mesti bangga siapa leluhur-leluhurnya.” 

Selamat menulis!

* Sarah Saskia adalah mahasiswi Universitas Negeri Jakarta yang sedang menjalani program intern di Gerakan Indonesia Mengajar 


Kabar Lainnya

Lihat Semua