info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

what happen in the first week??

Yunita Ekasari 6 Januari 2011
Hari ini, pertama kali saya membuat jurnal setelah deployment. Saya sedang mengetik jurnal ini, disebuah kamar di rumah bu wiwi, guru kelas 1 SDN 01 Indraloka 2. Saya sedang ditemani oleh anak perempuannya, namanya hani, kelas 4 SD di SDN Indraloka 2 (bakal calon murid saya hingga november 2011).  Suasananya lagi hujan, di kamar juga ikut hujan (rembesan air dari atap). Hal-hal yang saya ingin ceritakan dalam jurnal ini adalah sekilas tentang perjalanan dari bandara Soekarno Hatta hingg saya berada dalam kamar ukuran 2x3 meter persegi ini. Subuh itu, sesungguhnya dulu pernah saya nantikan, tapi entah mengapa subuh itu seperti hal yang paling menjengkelkan. Subuh ketika MTC harus ditinggalkan, menaikkan koper-koper dan tas-tas ke bus dan mobil box, subuh yang mengharuskan perjalanan ke Cengkareng. Suasana bus kali itu agak beda dengan biasanya, kalau biasanya perjalanan kami diisi dengan nyanyian, canda dan tawa, namun malam itu hanya diam yang mendominasi suasana. Ada yang masih belum rela  berpisah, ada yang sedih, macam-macam lah. Saya juga termasuk yang belum rela, ada semacam hantu psikologi. Tapi, Life must go on, mereka, calon murid-murid kami di pelosok sana telah menunggu kehadiran kami. Itulah satu-satunya yang membuat kami bersemangat. Peluk dan tangis pun mewarnai lounge cengkareng subuh itu (hingga di pesawat pun air mata saya masih berlinang, entah mengapa). Perjalanan Cengkareng-Tanjung Karang hanya memakan waktu 30 menit. Pada saat itu, PM yang di majene masih menunggu untuk check in, eh, ternyata kita udah nyampe di Bandar Lampung. Pas sampai di Bandar Lampung, belum langsung ke Tulang Bawang Barat, hanya berkeliling-keliling sekitar kota Bandar Lampung. Ada pohon kelapa sawit berbaris dimana-mana, ada topi sigar, ada juga pohon karet. Setelah itu ke universitas megow pak (universitas kebanggaannya masyarakat tulang bawang) bersama bapak kebanggaan kami, Anies Baswedan. Seperti biasanyalah pak Anies selalu disambut hangat oleh orang-orang kemanapun ia berkunjung. Acara di megao pak, seperti sseminar lazimnya, semakin dekat dengan perpisahan the real, begin to the real deal (hoaaaahhhh,,,langsung rindu MTC, pak sjahid dan perangkatnya). Tanpa banyak basa basi di seminar, Pak Anies lalu mengajak untuk sesegera mungkin ke  SMK di Tulang Bawang Barat untuk acara penyambutan 10 Pengajar Muda. Melewati hutan karet dan kelapa sawit juga banyak rumah-rumah joglo khas jawa (Asril dan faisal berasa pulang kampung katanya),  sambutan hangat oleh para guru-guru, kepala sekolah dan stakeholder lainnya mewarnai sore kelabu nan indah di cakrawala lampung barat. Karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung untuk berangkat ke desa masing-masing sore itu, diputuskan untuk menginap semalam lagi di menggala,jadi masih ada waktu buat sama-sama bersepuluh dan ternyata yang paling dekat (tulang Bawang Barat) dan yang paling jauh (Halmahera Selatan) kemungkinan deploy dalam waktu yang hampir bersamaan, jadi ingat kata pak Anies, jangan selalu bertolak ukur pada dimensi waktu tempuh dan jarak, gak mau kalah negh, siapa bilang Tulang Bawang deket, jauh juga kok, exotic juga, karena ada pohon karet berbaris membentuk garis-garis indah, lumayan untuk bifakan disini. Paginya, tanpa panjang kali lebar lagi, langsung berangkat ke kecamatan way kenanga, sama hal nya seperti kemarin, melewati hutan atau kebun karet, jalannya mulus-mulus tidak, maksudnya sesekali kita harus rock n roll. Tambah deg-degan saja perasaan tambah bercampur baur, kali ini aku sedikit berpikir detail hingga masalah ada tidaknya wc rumah baruku nantinya. Sebuah sekolah SD membuyarkan pikiran dan terawanganku. Bangunannya cukup layaklah untuk sebuah SD di daerah terpencil. Di depan sekolah ada lapangan bola yang sangat luaass. Di papan nama sekolah itu tertulis SDN 01 Mercubuana, Way kenanga. Wah, tidak lain dan tidak bukan sekolahnya si Isal (dalam hati mungkin ada yang ngiri, nyampe aja kamu sal, hehehehehehe). Sepertinya jumlah gurunya cukup tapi kok murid-muridnya pada berkeliaran di luar kelas yah, bermain sesuka hati mereka, awalnya saya pikir wajar, tapi merasa tetap ada yang aneh. Mungkin kekurangan guru yang sering dimaksud pak anies itu bukan hanya dari sisi kuantitatif saja, tapi juga dari aspek kualitatifnya karena setelah di cek dan ricek jumlah guru di kecamatan way kenanga dan gunung agung cukup, bahkan kami sempat berfikir jadi tugas para Pengajar Muda datang ke sini mengisi kekosongan di bagian mana yah??. Tapi ternyata jumlah yang banyak tidak selalu menjamin. Masalah itu mungkin akan saya jawab nanti (ini berdasarkan observasi singkat, hasil mengikuti rapat dewan guru dan perbincangan yang cukup panjang dengan salah satu guru muda inspiratif di SD saya). Masih tetap ingin bercerita tentang perjalanan ke desa masing-masing. Menggunakan mobil pak Syamsul, Kepala Sekolah SDN 01 Indraloka 2, saya, selfi dan asril di antar ke rumah masing-masing, melewati rumah Inay, calon ibu baru inay sudah menantikan kedatangannya di depan pintu, hanya satu kata yang terlontar dari mulut kami bertiga,,waaaaahhhhhhh.......dada inay, setelah berjalan lumayan jauh sampailah dirumah orang tua asril, namun kali ini agak beda tanpa saambutan apapun, bye..bye ril. Setelah belok kiri belok kanan sampailah saya dan selfi di rumah kepala desa Indraloka 2, rupanya beliau baru mengetahui kedatangan kami (merasakan ada sedikit kejanggalan, tapi berusaha untuk berpikir positif). Setelah berbabibu dengan bapak kepala desa, selfi di antar kerumah pak parno. Rumahnya tepat dibelakang sekolah, dengan halaman rumah yang asri, disambut istrinya dan kemudian diantarkan ke kamarnya. Karena waktunya bertepatan dengan sholat jumat, jadi untuk sementara waktu saya menunggu di rumah selfi, dan masih terus berpikir bagaimana yah rumah saya nanti. Tak lama kemudian bapak-bapaknya pulang dari mesjid dan kami langsung dijamu makan siang, alhamdulillah masih ada yang menawarkan makan siang hari ini. Setelah makan siang, saya langsung diantar ke rumah salah seorang guru kepercayaan pak syamsul, bu wiwi namanya, rumahnya lumayan layak dari segi fisik. Setelah menaruh barang-barang, pak syamsul pun pulang, tak lupa  saya ucapkan banyak terima kasih. Saya, bu wiwi dan suaminya, pak Heri bercerita di ruang tamunya, usut punya usut, rumah bu wiwi ternyata bukan rumah yang akan saya tinggali selama setahun nanti, LALU DIMANA??? Ketegangan dan kepanikan pun sempat hadir dalam diri saya, namun alhamdulillah saya bisa menghadapinya dengan tenang, saya pun dipersilahkan untuk istirahat di kamar anaknya bu wiwi, hani namanya, kini saya dan hani akan sekamar sampai tahun depan, maaf yah hani. Dalam ruangan itu saya betul-betul merasa takut, merasa sendiri, terancam dan segalanya hal yang terdramatisir. Rasanya mau pulang saja kalau begini, tapi kembali lagi, LIHAT SENYUM MEREKA, benar yang pak anies pernah bilang, kalau mau berbuat untuk orang lain, kita harus menyelesaikan dulu diri kita, kalau hal-hal yang begini saja saya mengeluh, bagaimana saya berbuat maksimal untuk mereka, pundi-pundi harapan bangsa. Karena itu, sampai disitu saja cerita tentang diri saya disini. It’s time to school, yeahhh. Alhamdulillah, langsung dimasukkan dalam Dewan Guru SDN 01 Indraloka 2, hari itu kebetulan rapat triwulan dewan guru, jadi sekaligus saya diperkenalkan. Perkenalannya biasa saja, oh iya ada sedikit kejanggalan yang saya rasa, kok rapat triwulan guru yang hadir Cuma sepertiga dari jumlah guru yang tertera di papan. Dalam rapat itu, selain perkenalan, hal-hal lain yang dibahas adalah : 1.       Masalah siswa yang belum memiliki NISN, pak kepsek berpesan agar setiap guru mengecek tentang NISN tiap minggunya. 2.       Absen guru yang amburadul. 3.       Absen murid biar kita bisa mengenal mereka dan bahkan kalo bisa mengenal orang tua mereka, seketika saya berpikir...jadi selama ini mereka tidak mengenal murid mereka??? Tapi sudahlah, memang untuk itu Indonesia Mengajar hadir di tempat ini untuk membenahinya (say thanks to Pak Anies,IM dan semua pihak yang mendukungnya)...... Saya berinisiatif melalui sebuah langkah kecil untuk : 1.       Bikin jadwal dan absen buat diri saya sendiri dan kemudian ditandatangani pak Kepala Sekolah (semoga hal ini cukup bisa menginspirasi) 2.       Bikin RPP sebelum mengajar yang disetujui oleh Bapak Kepala Sekolah juga tentunya 3.       Bikin profil murid (kalo ini agak sedikit pusing, karena aku ternyata bukan guru kelas tapi guru bidang studi PKN, IPS dan Kesenian) Dan rapat pun selesai, seperti biasa pulang ke rumah istirahat sebentar dan bangun untuk jalan-jalan keliling kampung tebar pesona (bercanda). Jalan-jalan sore itu aku ke rumah bu bidan, salah satu tokoh/figur di desa itu, mereka suami istrinya berasal dari sumatera. Mereka adalah salah satu orang tua murid di SDN 01 Indraloka 2 (ssssttt, aku ditawari tinggal di rumahnya setahun lo....). Setelah itu, anak-anak mengajak aku ke rumah ibu fenti, salah satu guru muda yang cukup isnpiratif. Ibu fenti mengajar pelajaran Penjaskes, dia itu guru yang menaruh perhatian dan kepedulian yang cukup besar terhadap murid-murid. Dari dia, informasi yang saya peroleh adalah : 1.       Ketimpangan jumlah guru honor dan PNS 2.       Senioritas guru-guru tua 3.       Jadwal mata pelajaran yang tidak jelas 4.       Ekstrakurikuler yang vakum 5.       Administrasi Sekolah yang masih kacau 6.       Guru keseringan pulang lebih awal dibandingkan muridnya..eng ing ong... 7.       Tingkat ke aktifan guru yang rendah. Baru saja tiba di desa ini, masalah-masalah yang ketahuan udah AHA, tapi seperti pesan pak Arsjad Rasjid, BERSYUKUR dan BERPIKIR POSITIF. Saya harus bersyukur karena sudah mengetahui masalahnya di awal, berarti saya juga bisa memikirkan solusinya lebih awal. Berpikir positifnya melaui inisiasi : 1.       Bikin jadwal Eskul 2.       Datang lebih awal dan pulang lebih lambat dari sekolah. Semoga hal-hal kecil tersebut, mampu mendatangkan inspirasi buat mereka. Semoga kehadiran saya disini dapat menjadi penyambung mimpi-mimpi anak bangsa. Mimpi-mimpi yang membuat bangsa ini menjadi bangsa yang besar di masa depan.

Cerita Lainnya

Lihat Semua