info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

episode-episode terenyuh (bagi saya)...

Yunita Ekasari 29 Januari 2011
Asahan, Senin malam, 17 januari 2011 Di ruang tengah.... Lilis sedang belajar buat persiapan ujian SNMPTN. Who is lilis? Lilis, anak pertama di keluarga angkatku. Dia bercita-cita jadi guru ekonomi, mengikuti jejak sang ibu yang kini mengabdikan diri menjadi guru honorer selama 8 tahun di sekolah jauh tempatku mengajar sekarang. Selama sekolah lilis sering menjadi juara kelas (informasi ini kudapat secara tidak sengaja dari seseorang yg ternyata adik kelas dia waktu SMA). Lilis sudah hampir setahun tamat SMA, tepatnya sejak juni 2010 lalu. Sebenarnya dia  mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri di indonesia namun ketika koran pengumuman di tangannya dia tidak melihat satu pun namanya ada di daftar itu. Sempat ia kecewa sebenarnya beberapa saat, namun kini semangatnya lahir lagi. Setiap hari ia berlatih soal-soal. Pagi,siang,sore ataukah malam setelah ia membantu ayahnya menanam singkong di ladang dan membantu ibunya memasak di dapur. Tak pernah ia absen untuk bertemu dengan buku-buku itu. Saya sedikit iri dengan kegigihan yg ia miliki. Semangat kokoh yang ia bangun dari puing-puing tkekecawaan memperkuat pondasi kegigihan dalam jiwanya. Itulah lilis, kartini desa ini yang ketekunannya senantiasa terpancar. Kini aku sedang asyik memandangi jari-jarinya yang menari-nari di atas kertas berusaha menjawab soal-soal. Ooooooooo......saking asyiknya, saya lupa kalau tadi dipanggil ibu untuk makan malam di dapur. Yuuunnnn... Teriakan ibu membuyarkanku...Adegan “asyik” memandangi lilis pun berlalu. Saya menuju dapur, arah suara ibu berasal. Di dapur.... Aku dan ibu sedang makan malam. Malam itu sebenarnya saya bingung untuk mencari bahan obrolan. Tiba-tiba teringat lilis di ruang tengah tadi. Aku memulai pembicaraan dengan bertanya "lilis jadi yah bu ke jogja?,dia sepertinya semangat sekali belajarnya". Suasana menjadi hening seketika. Ibu tidak langsung menjawab pertanyaanku. Aku dan ibu terlihat kaku, berusaha memecahkan kebekuan. Entah mengapa mulut ibu terlihat sangat berat untuk menjawab pertanyaanku barusan. Aku pun kemudian ikut diam. Ibu mungkin tidak ingin membuat aku merasa -salah- bertanya. Dia kemudian menjawab "ya, gak taulah nanti. Sekarang kan cuacanya agak tidak menentu, kemarin pas panen aja banyak yang busuk, hasilnya tidak sebanyak sebelum-sebelumnya secara ekonomi”, ibu menceritakan Ibu kemudian menjelaskan lagi kalau pendapatan keluarga mereka sangat bergantung kepada hasil singkong yang memiliki masa panen yang hanya setiap delapan bulan sekali. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terkadang harus mengutang dan akan dibayar setelah mereka memperoleh rupiah dari hasil panen. Dengan wajah sendunya ibu berkata lagi "ya lihat nantilah, mau dihitung-hitung dulu". Pening.. Sesak.. Sedih.. Terenyuh... Tidak sanggup rasanya membayangkan berapa banyak kekecawaan yang akan lahir dari jiwa lilis jika pada suatu saat entah kapan (mungkin dalam beberapa bulan ke depan) ketika harus mendengar keputusan dari orang tuanya kalau mereka ternyata tidak bisa membiayai lilis untuk kuliah. Bagi sebagian orang di negeri, hal ini mungkin bukanlah masalah yang urgen. Tapi bukankah pendidikan salah satu alat yang bisa memajukan kehidupan ekonomi suatu negara. Apalagi lilis wanita. Konon katanya menurut salah satu buku yang pernah saya baca perekonomian china berkembang sedemikian pesatnya itu karena negara tembok raksasa tersebut membuka peluang sebesar-besarnya agar wanita mengambil peran dalam catur perekonomian negaranya. Saya sangat susah untuk memejamkan mata malam ini. Seperti ada hantu yang memenuhi ruang-ruang pikiran saya. Dimana lilis memiliki kemauan, disitulah ada jalan buat dia.. Dan saya yakin itu.. Selamat bermimpi indah lilis. (Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu, Andrea Hirata) Asahan, rabu 19  januari 2011 air mata ibu doni Ketika saya sedang membimbing murid-murid kelas 3 dan kelas 4 dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah jauh, tiba-tiba seorang perempuan muda berpakaian seadanya memegang bahuku. Kaget tentunya. Dengan spontan dan volume suara yang rendah aku bertanya kepadanya "ada apa yah bu?". Sembari menunjuk ke salah seorang anak yang dengan cueknya bermain bola, dia berkata "bu itu adik saya, doni namanya, sudah dua minggu dia tidak berangkat ke sekolah". Sesaat setelah itu, ibu itu kemudian entah kemana. -perbincanganku dengan doni- aku (sambil tersenyum tipis) : halo..nama kamu doni ya? Doni (sambil malu-malu) : engggg, iya bu..ia mengangguk malu. Aku : ayo main k rumah ibu...disana kamu boleh main apapun. Doni : benner bu? Aku : iya, aku tunggu kamu di rumah ya.. Doni : baik bu... Aku berbalik, terdengar dari kejauhan riuh suaranya..HOREEEE,katanya.. Aku hanya senyum. Ke esokan harinya... Aku bertemu lagi dengan ibu muda yang tadi. Ternyata dia berjualan di belakang sekolahan. Ibu itu kemudian dengan  nyaris nangis (yang ini beneran), "bu tolong bilangin ke doni ya bu untuk berangkat ke sekolah besok, sayang bu kalau dia gak sekolah lagi" pintanya kepadaku. Aku menjawab "baik bu, dimana rumah ibu nanti sore saya ke rumah ibu setelah membimbing les UASBN untuk kelas 6 di sekolahan induk. Ibu itu lalu menjelaskan letak rumah doni yang ternyata tidak jauh dari sekolahan. Sore harinya setelah bimbingan untuk kelas 6. Sekarang saya berada di depan sebuah rumah papan beralaskan lantai yang hanya dilapisi semen. Tapi sebenarnya saya kurang yakin sih,hehehe.. Untung ada uswa,murid kelas 1 yang sedang asyik bermain. Uswa, rumah doni yang itu ya? Tanyaku pada uswa,iyya betul bu.. tapi kok tampak sunyi yah, tiba-tiba uswa menyambung "biasanya kalau sore orang-orangnya gak ada bu, gimana kalau besok pagi saja ibu datang lagi". Baiklah, aku memutuskan untuk menyambut dan mengajak doni untuk ke sekolah besok pagi..dag..dig..dug..jantung saya malam ini. Esok pagi, di rumah doni (it means kamis 16 januari 2011) Saya di sambut oleh sepasang mbah..Lebih tepatnya kakek dan nenek yang ternyata orang tua si doni. Si nenek menyambutku ramah, kucium tangan nenek sambil memperkenalkan diri. Di belakang si nenek, terlihat ada seorang kakaek-kakek yang ternyata adalah ayah doni. Usia mereka kira-kira 80 tahunan. Doni belum bangun tidur, padahal seharusnya dia sudah bersama teman-temannya di sekolah untuk memulai pelajaran pertama. Saya dipersilahkan masuk ke kamar doni. Saya coba untuk membangunkannya. Dia bangun namun hanya diam. Membisu..Menciptakan kebekuan.. Tiba-tiba doni berteriak.. POKOKNYA SAYA GAK MAU SEKOLAH.. Lalu kemudian ia berlari entah kemana. Ibunya spontan kaget, begitupula aku sedikit shock dan dreg.. Bulir-bulir air mata itu membasahi wajahnya yang tak lagi muda, wajah yang mengkerut karena usia. Wajah yang penuh perjuangan hidup. Wajah yang penuh ketulusan dan kasih sayang. Saya tak sanggup melihatnya Dalam isaknya, ibu masih berusaha untuk bicara "saya hanya ingin doni sekolah bu". Benar-benar aku terenyuh...tenggelam dalam lautan kekecawaan yang tak kumengerti entah apa yang menjadi penyebabnya, Kupeluk erat ibu itu sambil menahan tangis. “Ibu jangan lupa selalu berdoa untuk doni ya bu”, pintaku Dia membisikkan ucapan terima kasih kepada saya. Sorenya doni datang bersama temannya. Anak ini menggambarkan sesuatu yang maknanya sangat sulit untuk diartikan. Bingung.... Hanya hari itu dia mau datang ke rumah saya. Berkali-kali ku ajak, namun doni selalu seolah-olah menghindar dariku. Hingga kini saya masih berjuang agar doni mau sekolah lagi. Asahan, kamis malam 20 januari 2011 Tentang mimpi rijal di ruang mimpi. Tentang Ruang mimpi... Sebuah ruangan sederhana yang terletak di depan kamarku. Terima kasih kepada induk semangku yang telah berbaik hati memberikan kami (saya dan anak-anak) sebuah ruang untuk melahirkan banyak cerita indah dari sana. Ruangan itu berisi buku-buku yang ku kumpul sedikit demi sedikit apabila sedang ke tanjung karang ataupun dikirimkan dari rekan-rekanku di luar Indonesia Mengajar yang peduli terhadap pendidikan anak-anak Indonesia (thanks a lot guys!!!!!!!). Selain buku-buku, tembok-tembok di ruang mimpi juga di hiasi gambar-gambar yang kami namakan langit ekspresi. Oh iya, disana juga ada tembok yang kami namakan langit mimpi. Langit mimpi adalah simbol dari mimpi-mimpi kami, anak-anak pelosok negeri. Semuanya simpel, sederhana namun bagi kami ruangan ini sarat akan makna. Yang akan menjadi saksi kami bagaimana kami bermimpi dan mewujudkan mimpi-mimpi itu. Tentang si Rijal.. Seorang anak laki-laki kelas 4 SD, tubuhnya kecil (sok2 an padahal saya juga kecil euy). Dia anak yang malas makan (padahal aku yang banyak makan aja gak pernah gede-gede). Malam itu sudah cukup larut untuk makan malam, pukul 9 waktu asahan, ngek. Aku tahu dia pasti belum makan karena sejak sore dia sudah berada di rumahku (rumahku?? Sejak kapan??). Saya mengajaknya makan. Setelah saya saja ribuan kali (sangat lebbay...), barulah dia mau menerima ajakanku. (Cerita di atas penting gak sih buat menjelaskan siapa rijal!!!!!!!!!!!) Ternyata Rijal malas makan karena dia sudah terbiasa puasa. WHAT?? Anak SD kelas 4 terbiasa puasa. Dia bercerita ringan begini "saya kan hanya berdua dengan ayah bu dirumah jadi kalau ayah lupa memasak karena harus berangkat ke ladang lalu ke pondok, kami harus puasa bu, habis mau gimana lagi", celoteh rijal panjang lebar. Saya tak ingin bertanya lagi, tidak tega rasanya melihat wajah anak itu menjadi sedih hanya karena pertanyaan-pertanyaan bodohku. Malam ini, malam jum'at. Rijal sedang menunggu sang ayah untuk menjemputnya. Ayah rijal seorang kyai di pondok pesantren di desa saya. Setiap malam jum'at ayah rijal mengikuti pengajian keliling yang pesertanya kaum adam di desa indraloka 2. Biasanya rijal sendirian di rumah menunggu ayahnya kembali ke rumah, jam berapapun. Aneh memang, mungkin banyak yang bertanya “ ibu dan keluarga lainnya kemana?”. Saya pun bertanya-tanya (walaupun hanya dalam hati). *sedikit cerita yg kudengar tentang keluarga rijal : Ayah dan ibu rijal telah bercerai. Ibu rijal memilih untuk menikah lagi, meninggalkan ayah dan rijal yang waktu itu masih berusia 2 tahun. Ayah rijal memilih untuk tidak menikah lagi. Bertahun-tahun ia merawat rijal dengan sabar. Yang rijal tahu, orang tuanya hanya ayahnya. Dia tak pernah merasa memiliki seorang ibu. Saya yakin, pelaut yang ulung lahir dari ombak yang besar (saya bingung kenapa tiba-tiba menulis kalimat ini) Melihat rijal yang sedang tidur di ruang mimpi ada keyakinan terbersit dalam hati bahwa dia akan menjadi pemimpin yang hebat pada suatu masa. Tuhan memang maha baik, masalah yg luar biasa dihadapi rijal kemudian membentuk rijal menjadi anak yang luar biasa kuat... Tidur lah rijal.. Saya sangat yakin Malaikat-malaikatNYA senantiasa mendekap erat dalam lelap tidur dan mimpi-mimpi indahmu.. Ku selimuti rijal yang sedang bermimpi indah dengan sarung batik di ruang mimpi. Ku biarkan bulir-bulir air membasahi pipiku, bukti ketidaksanggupanku menatapmu nak. Ku yakinkan diri untuk menjadi salah satu teman terbaikmu sampai kapanpun...

Cerita Lainnya

Lihat Semua