Satu Cita-cita yang Sama (Dhurung Elmo - Bagian 1)

Tuti Alfiani 16 Februari 2015

    Akhir Januari 2015 lalu, barangkali menjadi momentum yang membangkitkan optimisme. Di aula Pondok Pesantren Hasan Jufri Pulau Bawean, belasan orang berkumpul dalam workshop “Dhurung Elmo” dengan tekad yang sama, yaitu bertekad mengambil bagian dalam upaya perubahan pendidikan dan wawasan bagi masyarakat di Pulau Bawean, terutama di dusun tempat mereka tinggal. Di luar dugaan bahwa yang berkumpul tidak hanya berasal dari satu latar belakang saja. Mereka adalah kepala dusun, guru SD, guru madrasah, kader kesehatan dusun, mahasiswa, hingga kepala sekolah turut berkomitmen untuk bersama-sama gotong royong mewujudkan taman baca “dhurung elmo” sebagai salah satu cara untuk membuat perubahan itu semakin mendekat. Tiap sesi sepanjang workshop berlangsung, peserta menunjukkan antusiasme akan rencana “Dhurung Elmo”, terutama pada saat sesi diskusi. 

        Bagi kami ini adalah awal yang baik, bukan karena kuantitas yang hanya belasan orang, tapi kami percaya bahwa yang hadir adalah orang-orang yang terpanggil hatinya yang secara sadar siap bergerak bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang-orang yang ada di tanah kelahirannya. Mereka adalah pemilik sah “Dhurung Elmo”, yang siap mengelola secara bersama-sama dan menjadikannya sebagai salah satu alat untuk membuat dusun-dusun di Pulau Bawean semakin berilmu dan berwawasan.

        Sekilas tentang taman baca “Dhurung Elmo”, berasal dari kata “Dhurung” dan Elmo (Elmo - Bahasa Bawean, yang berarti Ilmu). ”Dhurung” merupakan produk kekayaan budaya lokal yang kurang lebih memiliki fungsi sebagai tempat berkumpul dan menyimpan padi sehingga tidak heran selalu ramai, sepanjang hari. Banyak usia anak-anak hingga dewasa berkumpul di sana. Berkumpulnya warga di dhurung adalah modal untuk menciptakan interaksi positif satu sama lain antar warga dusun. Guna meningkatkan manfaat dan nilai dhurung maka berbagai pihak sepakat untuk menjadikan dhurung sebagai taman baca. Dengan harapan bahwa hadirnya bahan bacaan berupa buku dan majalah di dhurung-dhurung mereka, akan banyak ilmu, informasi dan wawasan yang bisa didapat baik untuk anak-anak maupun warga dusun. “Dhurung Elmo” juga sebagai pengikat antar warga lokal yang peduli dengan pendidikan, relawan, dan masyarakat luas yang memiliki kontribusi yang sama di bidang pendidikan.

           Uniknya, “Dhurung Elmo” dikelola secara mandiri oleh orang-orang lokal di Pulau Bawean, dibantu oleh relawan yang dekat dengan kabupaten dan menggalang bahan bacaan dari masyarakat luas. Seperti yang kami saksikan dalam satu bulan terakhir ini, bahwa orang berbondong-bondong untuk mendonasikan bahan bacaan berupa buku dan majalah yang akan menjadi sahabat baru bagi warga di dusun-dusun. Seperti tetesan embun saat kerontang, ini menjadi pelepas dahaga yang menyejukkan. Relawan, donatur, koordinasi dan bergerak bersama, setidaknya ramuan inilah yang membuat denyut perubahan itu semakin terasa.

            Kini, 10 dusun di Pulau Bawean telah siap mengambil langkah baik ini, menjadikan dusunnya sebagai dusun percontohan yang membantu menyelamatkan kualitas pendidikan dan memperkaya wawasan warga di dusun masing-masing.


Cerita Lainnya

Lihat Semua