Kelas Baca Bersama

Tuti Alfiani 17 Februari 2015

          “Bu, aku mau nolongin ibu ya, sini bu aku bantu tempel”. Segerombolan anak-anak datang menghampiriku ketika aku sedang menempelkan potongan kertas yang bertuliskan huruf di depan tembok samping papan kelas 1. Mungkin karena berwarna-warni, seketika ruang kelas 1 tepatnya di dekat meja guru penuh dengan anak-anak. Saat itu yang datang adalah anak-anak anak kelas 1, kelas 3 dan kelas 4. Mereka langsung mengambil setumpukan kertas karton yang ada di meja guru. Seperti biasa, keriuhan itu dimulai. Saling berebut, seolah tidak mau ketinggalan. Ada yang menggunting perekat, ada juga yang sibuk menempelkan karton di dinding, dan tidak sedikit yang bertanya, “bu ini untuk apa ditempel-tempel?”. Dengan senang hati aku menerima mereka dan aku jawab, “Yuk, bantu teman-teman kalian untuk lebih lancar membaca”.

            Pada awal semester genap ini, aku memang memutuskan untuk membuat kelas baca bersama. Karena sebelumnya memang tidak diadakan secara khusus kelas baca, belajar membaca bagi yang belum lancar membaca hanya dilakukan secara “privat” saat les rutin sore hari atau mengambil waktu-waktu luang pada jam istirahat. Ide kelas baca bersama muncul, ketika wali kelas 1 bercerita dan menyampaikan kekhawatirannya saat masih ada 3 anaknya yang belum dapat membaca jika dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Kemudian diskusi ini berlanjut dengan guru-guru lainnya terkait evaluasi belajar anak-anak di sekolah. Dari hasil diskusi, ternyata masih ada sekitar delapan anak yang terdiri dari anak kelas 1 sampai dengan kelas 4 yang perlu mendapatkan perhatian intensif untuk dapat lancar membaca. Tingkat capaian membaca mereka pun berbeda-beda. Aku membaginya menjadi 3 level. Weits, sudah kayak keripik pedas aja ini kelas baca. Hehehe. Level satu, untuk anak-anak yang masih belum dapat membedakan dan mudah lupa dengan huruf alphabet. Level dua, sudah mampu membedakan huruf tetapi masih sulit untuk membaca jika huruf-huruf itu dirangkai. Level tiga, sudah mampu merangkai huruf menjadi suku kata dan kata namun masih belum terlalu lancar. Nah, tentu saja pembagian level ini akan berpengaruh pada “alat tempur” dan metode yang akan digunakan agar mempermudah jalannya proses belajar membaca. 

            Kembali pada cerita persiapan kelas baca, saat itu hari Jumat, sesuai dengan kesepakatan bahwa kelas baca bersama akan dimulai pukul 10.00 setelah senam, olahraga dan latihan kesenian Zamra. kelas sudah siap dipakai. Anak kelas baca bersama sudah berkumpul, turut serta juga wali kelas 4 dan guru agama berada di dalam kelas. Senang rasanya, anak-anak merasa didampingi.

             Tumpukan kertas metaplan yang bertuliskan potongan suku kata dan kata, sekantong plastik yang berisi potongan-potongan huruf yang dicetak pada kertas kecil berwarna yang telah dilaminasi, buku cerita anak, dan huruf warna-warni yang telah tertempel di dinding kelas, plus  semangat belajar anak-anak, adalah kebahagiaan pada hari itu. Setidaknya aku menemukan hal yang berharga bahwa anak-anak memiliki kemauan yang besar untuk dapat membuktikan pada orang-orang di sekitarnya. Lebih dari enam bulan aku berada di tempat ini, aku tetap berpegang pada satu prinsip yaitu tentang sikap percaya dan optimisme yang senantiasa harus dibangun untuk anak-anak, bahwa mereka sebenarnya mampu, melampaui apa yang orang perkirakan. Tetap semangat belajar nak, lampaui batas-batas itu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua