Anakku

Trisa Melati 20 Maret 2013

Anakku belajar dari alam.

Dia bisa berbincang dengan matahari, sehingga matahari bisa membisikkan padanya jam berapa sekarang; dia tidak pernah memerlukan jam.

Anakku belajar dari alam.

Dia berdamai dengan gravitasi sehingga bisa melompat tinggi dan berputar di udara. Sering pula ia ajak kilat berlomba lari dengannya.

Anakku belajar dari alam.

Ia yang senantiasa menorehkan tinta di sepucuk awan, lalu dipajangnya di langit. Indah sekali. Tuhan menganugerahkan kepadanya kelebihan untuk menggauli keindahan.

 

Dia anakku.

Dia adalah anakku.

Ia yang tak pernah berhenti mendendangkan kalimat indah memuji Tuhan. Ia yang bersuara berseru memanggil kebaikan. 

Dia yang telah mengenal seluruh pulau, danau, gunung, dan sungai di Nusantara.

Ia yang kerap terlelap dalam khayalnya akan dunia luas yang tebingkai dalam selembar kertas. 

Ia yang tinggal dalam semesta mungil yang tidak pernah mengenal kata menyerah, dunia kecil namun tanpa batas.

Yang atas izin Tuhan dia ciptakan api, air, tanah, dan sejumput mimpi.

Biar Ibu jaga pendar mimpi itu, Nak.

Tidak Ibu izinkan mimpi itu untuk padam, lentera itu untuk terkibas angin kelam.

 

Siapkah berlayar, Anakku?

Kepada lautan yang menderu, samudera yang menggema--

Atau, siapkah untuk lepas landas?

Bebas ke angkasa luas?

 

Yang mana saja yang ingin kau tempuh, Nak.

Taklukkan dunia.

 

Ibu sudah tahu,

Tangan Ibu kau genggam untuk kau lepas lagi suatu saat nanti.


Cerita Lainnya

Lihat Semua