Mereka Guruku

Susilo Wati 6 Oktober 2014

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku, ku lihat HP yang dari tadi malam kuletakkan di samping bantalku. Ternyata masih jam 3 dini hari. Segera aku bangkit dari tempat tidurku untuk sahur. Perlahan aku berjalan ke dapur. Jangan sampai hentakan kakiku membangunkan para malaikat kecilku yang tertidur pulas. Ada 4 anak yang menemaniku tidur di kamar kecilku. Dan kami berencana untuk mencari durian saat subuh tiba. Kali ini aku sahur dengan sebungkus mie instan. Kompor kunyalakan untuk merebus mie yang akan menjadi tenagaku seharian nanti. Usai sahur aku melihat alarm di hp yang sudah kupasang tadi malam. Sebentar lagi subuh, biarlah bunyi alarm yang membangunkan mereka. Aku bergegas mengambil air wudlu dan sholat. Alarm yang sudah kupasang sengaja ku atur ulang, aku perlambat 15 menit hingga sholatku usai.

Dan alarm pun berbunyi tepat aku usai berdoa. Dengan sigap mereka bangun dan meraih senter di samping bantal mereka “Ayo miss kita berangkat”, kata mereka padaku. Aku pun menyuruh mereka cuci muka terlebih dahulu. Dengan berbekal senter dan satu keranjang besar kami berangkat memasuki hutan untuk mencari durian. Kamipun melewati jembatan kayu dan menyusuri sungai desa. Dengan cekatan mereka masuk ke semak-semak dan tidak lama kemudian mereka berteriak kegirangan karena menemukan durian yang jatuh. Satu persatu dari mereka mendapatkan durian dan dimasukkan ke dalam sabit (keranjang durian yang di gendong di punggung), dan aku yang hanya berbekal hp senter belum juga menemukan buah berduri itu.

 Kaki kecil mereka dengan lincah menapaki jalan di hutan. Sepertina kaki mungil mereka hafal benar jalan  yang akan dituju. “Ton, kulak di belakang miss, kasian miss tak bawa senter” (Ton kamu di belakang miss saja, kasian miss tidak bawa senter), teriak Imang, bocah kecil yang saat ini duduk di kelas 3 SD. Di hutan ini aku belajar banyak dari mereka. Mereka yang menunjukkan jalan dan mereka yang melindungiku. Di sini mereka guruku. Meskipun hutan yang kami masuki luas dan hari pun masih gelap tapi mereka hafal benar letak pohon durian yang berbuah.

Kami terus berjalan menyusuri hutan, dan lama kelamaan keranjang durian yang kami bawa pun penuh. Sekitar 8 durian berhasil kami kumpulkan. Durian yang sudah didapat disimpan di semak-semak dan kamipun melanjutkan perjalanan mencari durian lagi. Kali ini masuk lebih dalam ke hutan.

“Miss hati-hati ada semadak (semut hitam besar), loncat miss” teriak salah satu malaikat kecilku. Akupun dengan sigap mengikuti aba-aba mereka. Di tengah perjalanan aku mendengar suara durian jatuh. Para malaikat kecilku langsung berlari ke arah pohon durian tersebut, dan aku mengikuti mereka dari belakang.

Merasa cukup dengan perolehan hari ini, dan haripun sudah mulai terang, kami memutuskan untuk pulang. Tak terasa ternyata kali ini kami mendapatkan 25 buah durian. Di sini buah durian tidak beli, asal kita mau mencari dan mau membawa pulang, maka sebanyak apapun durian yang kita peroleh, akan menjadi hak kita asalakan buah duriannya sudah jatuh (tidak mengambil dari pohon). Dari sekian banyak durian yang terkumpul, aku hanya menyumbang 2 buah durian kecil hasi pencarian perdananku bersama para malaikat kecilku.

Sebelum kembali pulang, kami berteduh untuk istirahat di bawah pohon rindang. Febri, salah satu malaikat kecilku dengan cepat memecah salah satu durian hasil perburuan kami. Dengan seketika mereka berebutan memakan durian itu. Tercium bau durian yang sangat khas. “Ayo miss makan”, ajak salah satu malaikat kecilku. Aku hanya tersenyum dan menajwabnya “makan saja, miss puasa”. “Oh ya, miss puasa” tambah mereka. Dan tiba-tiba, Aldi, salah satu malaikat kecilku yang duduk di kelas 4 SD nyeletuk “berapa lama miss puasa?”, tanyanya. “Sebulan”, jawabku. “Wah kok lama miss puasanya, ijin sehari sama Tuhan miss ndak puasa boleh? Biar kita bisa makan durian sama-sama, Tuhan miss kan baik, pasti boleh”, tambahnya. Dan aku langsung speechless menjawab pertanyaan malaikat kecilku ini. Sebagai jalan pintas, aku hanya membalasnya dengan senyum. Sungguh pertanyaan sederhana yang cukup membuat guru mereka tak berkutik. Tak lama kemudian kami pulang. Durian hasil pencarian hari ini dibagi rata bukan berdasarkan perolehan perorangan. Di sini aku belajar berbagi dari mereka.

“Yang besar kasihkan miss”, teriak salah satu dari mereka sembari memilih durian yang besar dan berlari ke arahku membawa durian hasil pilahannya. “Ini buat miss, buat buka nanti” sambil mengulurkan durian dari tangan mungilnya dan tersenyum padaku.

Di sini mereka memang guruku. Guru yang dengan tulus mengajarkanku banyak hal. Mengajarkanku bersahabat dengan alam, berbagi dan juga arti sebuah kebersamaan. Aku belajar banyak dari mereka. Terima kasih malaikat kecilku sedah bersedia menjadi guruku ^_^  (12 Juli 2014)


Cerita Lainnya

Lihat Semua