"Ibuu, oo ibu. Jam berapa sekarang?"
Siska Ayu Tiara Dewi 14 Agustus 2013Senin, 5 Agustus 2013
Pagi ini aku memutuskan untuk ikut ibu asuhku pergi ke kebun untuk memanen asam. Udara cukup cerah hingga aku pun bersemangat. Baru beberapa langkah kakiku berjalan keluar rumah, tampak sekumpulan anak-anak muridku sedang asik bermain. Ketika melihatku, serempak mereka berteriak memanggilku, "Ibu Siskaaaa... Mau kemana bu?". Aku balas dengan senyuman dan lambaian tangan sambil berkata, "mau ke kebun". Serempak mereka lari dan berteriak, "ikuuuut".
Perjalanan ke kebun cukup jauh menurutku, mungkin sekitar 30 menit kami berjalan hingga bisa sampai ke kebun. Kebun ini milik orang tua asuhku di Sori Bura ini, tapi kebunnya ada di Kampung Rida.
Sesampainya di kebun, serempak anak-anak berlari menuju pohon jambu dan dengan segera memanjatnya. Lihai sekali mereka memanjat, padahal pohon jambu itu tak memiliki banyak cabang untuk dipijak dan batang yang tak cukup kuat. Tawa riang canda anak-anak itu semakin riuh ketika mereka mendapatkan jambu, dan saat itu pula mereka langsung memakannya di atas pohon.
Aku pun bertanya, "tidak puasa ni?". Mereka menjawab, "tidak bu, kita tidak puasa, lapar kita ni". "hmm..", aku hanya menggumam. Tapi, ada satu anak yang sedari tadi tidak ikut memakan jambu, dia mengumpulkan jambu-jambu yang didapat dan membungkusnya dengan baju yang ia pakai lalu mengikatnya di perut. Bayangkan saja seperti membawa bungkusan di perut bagaikan ibu hamil.
Anak itu pun lalu bertanya, "bu, sudah berapa sih ini bu eee?". Aku lihat jam di ponselku, "jam 10 ni". Dia pun pergi kembali mengambil jambu.
Tak lama kemudian, anak itu bertanya lagi, "jam berapa bu sekarang?". "masih jam 10 lewat 5". Sambil melipir pergi si anak bergumam, "yaahhhh".
Selesai mengambil jambu, kami pun bergabung dengan ibu asuhku untuk mengumpulkan asam yang sudah dipetik. Setelah itu kami bermain di antara kebun. Lagi-lagi pertanyaan itu muncul, "ibu, oo ibu. Jam berapa sih sekarang ini bu?". "Jam setengah 10". Lima menit kemudian ia bertanya lagi hal yang sama, bahkan kali ini kurang dari lima menit ia bertanya hal yang sama. Hingga akhirnya aku jawab sambil mengusap kepalanya dan tersenyum, "jam 10 kurang 15 menit, Irham".
Kemudian ia berkata, "saya ni mau makan jambu ini bu, kalau tidak puasa sudah saya habiskan ini. Nanti kalau sudah jam 12 kasi tau saya ya bu".
Aku sedikit kaget sebenarnya. Padahal bisa saja Irham ikut makan bersama teman-temannya karena aku pun juga tidak tau bahwa ia sedang berpuasa. "Iya, nanti ibu kasi tau ya kalau sudah jam 12". Lalu ia berturtur, "hmm. Saya biasanya bunka jam 12, jam 1, jam 3, jam 4".
"Kalau buka sekarang kenapa ham?", tanyaku.
"Nanti saya dimarahi ibu saya", jawabnya polos.
Dan lagi-lagi aku berpikir, bisa saja ia makan tanpa diketahu ibunya kan. Dan ini salah satu bagian kejujuran dari seorang anak kelas 3 SD.
Kemudian pertanyaan itu muncul lagi, kali ini dengan rasa penasarannya, "ibu, mana sih ibu jamnya saya lihat. Sudah jam berapa sih ini bu?". Sembari ku tunjukkan jam di ponselku, "jam 10.55".
Rasanya sudah cukup lama kami berada di kebun, akhirnya aku memutuskan untuk pulang bersama anak-anak dan berpamitan dengan ibu asuhku.
Melihat Irham yang sudah mulai memandangi jambu di baju yang ia jadikan kantong, aku berkata, "Irham, sekarang kita pulang ya. Nanti sampai di rumah ibu kita istirahat dulu sebentar dan menggambar". "Habis itu saya boleh bunka bu, iya?". "Nanti jam 12 ya", jawabku.
Akhirnya kami berjalan pulang menuju rumah. Sepanjang perjalanan aku harus sabar dengan pertanyaan dari Irham yang selalu menanyakan hal yang sama, "jam berapa bu?".
Dan akhirnya tiba juga kami di rumah. Seperti janjiku, aku memberi mereka kertas dan alat tulis. Cukup lama mereka menggambar, Irham pun sejenak melupakan pertanyaannya, dan aku bisa duduk santai sejenak tanpa pertanyaan Irham tentunya.
Jam 12.00 akhirnya hampir tiba. Aku keluar kamar dan memberi beberapa buah biskuit kepada anak-anak. Dan akhirnya, "sudah jam 12 bu?". "Sudah, ham".
Dengan lahap ia gigit jambu di bungkusan bajunya dan tersenyum.
*Belajar kejujuran dan kepolosan dari seorang anak kelas 3 SD. Melatih kesabaran dengan sabar itu sendiri.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda