Kiamat
Shofa Dzakiah 4 Maret 2015Murid di kelas saya ada 28, dengan jumlah anak laki-laki yang lebih banyak dibanding anak perempuan. Butuh suara yang besar dan tenaga ekstra untuk bisa 'menaklukkan' mereka. Terutama pada jam-jam kritis. Jam-jam kritis adalah jam pelajaran terakhir.
Kali itu kami belajar mengenai Tata Surya. Anak-anak sudah tau tentang nama-nama planet, namun kali ini lebih jauh kita akan membahas mengenai rotasi dan revolusi. Oh ya, di desa lagi nge-trend lotre. Kali itu, saya memanfaatkan sistem lotre itu untuk bermain peran mengenai tata surya.
"Ibuk akan membagikan 28 gulungan kertas. Nanti, ada yang kosong, ada yang ada tulisannya. Kayak lotre ya? Tulisannya nama-nama planet. Jadi hari ini kalian akan menjadi planet!"
"Buk, kalau dapat yang kosong, bagaimana?"
"Anda belum beruntung! Coba lagi! Haha, tidak apa-apa, berarti jadi penonton."
Di awal permainan, anak-anak masih cukup terkendali. Agar lebih menghayati pementasan, bangku-bangku terdepan dimundurkan, jadi ada panggung yang lebih luas untuk planet-planet mengelilingi matahari. Semua anak yang berperan menjadi planet, sudah siap di "panggung". Supaya tidak kacau, saya menjelaskan dulu mengenai orbit. Semua planet, punya jalur masing-masing, tidak saling bertabrakan. Apa daya, anak-anak sudah tidak sabar memainkan perannya. Ada yang mendengar, ada yang tidak mendengar penjelasan tentang orbit.
Kemudian apa yang terjadi?
Planet-planet itu mulai berputar mengelilingi matahari. Karena tidak mendengarkan penjelasan tentang orbit, mereka berputar semau mereka. Mereka saling bertabrakan satu sama lain, sambil tertawa. Siswa yang jadi penonton terlihat heran, katanya tadi planet tidak akan bertabrakan. Seolah tak bersalah, para planet itu masih terus berputar-putar dan sesekali menabrakkan diri ke planet lain. Yang menjadi matahari kebingungan di tengah.
Saya, hanya geleng-geleng kepala.
"Anak-anak, ini yang namanya KIAMAT! Planet-planet bertabrakan satu sama lain. Beginilah kalau planet tidak mengikuti orbitnya.."
Penonton menjadi riuh. Gelak tawa memenuhi kelas kami.
Kacau di awal, namun cukup baik untuk membuka rasa penasaran mereka.
"Buk, kita ini di dalam bumi yang berputar itu?" "Buk, kalau bumi berputar, kenapa kita tidak jatuh?" "Buk, bintang juga berputar?" "Buk, ada manusia di planet lain?" dan seterusnya. Sebagai guru, saya sangat menikmati rasa penasaran anak-anak :)Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda