Pinggan

Shally Pristine 30 Desember 2011

Sebagaimana tradisi lama, masyarakat pedesaan terbiasa memiliki peralatan makan dan memasak lebih banyak dari jumlah anggota keluarga inti. Hal ini lantaran ada hajat-hajat tertentu ketika keluarga tersebut akan mengundang banyak handai taulan. Bahkan tak jarang, terjadi kebiasaan saling pinjam pinggan antar keluarga ketika para tamu melambung jumlahnya. Agar tak silap saat mengembalikan, tentulah pinggan-pinggan pinjaman itu diberi tanda khusus khas pemiliknya. 

Pada keluarga Melayu dari garis keturunan ibu saya, tanda bagi alat makan ini umum saja. Misalnya sekadar gumpal cat tebal berwarna mencolok di belakang piring, gelas, atau sendok. Jika tidak salah ingat, penanda resmi alat makan keluarga besar saya berwarna merah terang. Maka, saat keluarga anu memboyong berlusin alat makan itu dari lemari makan keluarga saya, pihak peminjam akan semacam melakukan sensus dan memastikan semua lengkap bertanda. 

Di sini lain lagi ceritanya. Setiap alat makan itu akan digrafir dengan nama jelas si pemilik guna mencegah penanda itu hilang tersaput abu atau sabut gosok. Istimewanya, bila di suatu keluarga anak-anak perempuannya sudah beranjak dewasa, sang ibu akan mulai menyisihkan pinggan-pinggan baru untuk dinamai seperti anak gadisnya. Walau si gadis masih belia dan tinggal di rumah yang sama, kebiasaan ini tetap dilakukan berturut-turut sesuai usia para anak. Seperangkat pinggan itu kemudian akan ikut si gadis keluar dari rumah bila dia sudah menikah. 

Alat-alat makan yang disisihkan itu menjadi semacam bekal awal untuk setiap anak gadis sebelum dia menapaki jenjang hidup barunya. Ada cinta yang tak terkatakan dari ibu kepada putrinya pada seperangkat pinggan di lemari makan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua