info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

PENJAGA ALAM

Sendi Kenia Savitri 16 Mei 2015

Mereka tak perlu menjadi siapa, juga tak perlu menjadi apa. Bukan kami yang menjadi pahlawan karena mereka sejatinya pejuang. Bukan kami datang memberi inspirasi, tapi kami datang untuk terinspirasi.

 -Sendi Kenia-

Dibalik bukit menjulang, dihamparan perladangan nan hijau, ada jiwa-jiwa yang nyaman, damai bersama alam. Tumbuh besar beriringan saling setianya menjaga alam, di perkampungan lereng gunung Endut. Sebuah kampung kecil nan elok. Masyarakatnya hidup tentram, bersaman gunungan lumbung padi yang tersimpan di rumahnya, anak-anakpun tertawa riang biar hanya menunggui angin yang memutarkan baling-baling bambu buatannya. Mungkin ini drama klasik, tapi disinilah saya belajar. Negeri ini punya banyak pertahanan untuk menjaga keutuhan dan kemakmuran negrinya. Bukan saya, tapi kita, dan mereka adalah bagian dari pertahanan negeri ini. Mereka bukan ada dalam keadaan terbatas, tapi memang merekalah orang yang tepat berada di tempat ini. Alam telah mengajarkan banyak hal kepada mereka, yang mungkin ini yang tak pernah saya dapatkan. Saya percaya mereka memang tercipta untuk menjaga gunung dan laut, menjaga sawah dan hutan, juga menjaga sungai dan pantai. Seandainya mereka semua pergi, seandainya mereka semua menjadi seperti saya, menjadi seperti kita yang tak pernah dibesarkan oleh alam, lantas bagaimana dengan gunung dan laut, bagaimana dengan sawah dan hutan, juga bagaimana dengan sungai dan pantai. Ini negeri besar yang sudah diciptakan bersama dengan penjaganya. Ini tugas saya mengenal mereka, mengabarkan kepada mereka tentang persaudaraan negeri ini, mengabarkan kepada mereka untuk tetap menjaga alam, meyakinkan mereka bahwa mereka tak perlu menjadi kita, mereka hanya perlu menjadi mereka yang berpijak kepada akar rumputnya, namun tetap berwawasan luas. Seperti pohon kelapa yang menjulang tinggi, tapi tetap kuat setia kepada akarnya. Mereka harus melihat banyak hal, mereka harus tau banyak hal, namun mereka tak perlu menjadi semua yang mereka lihat.

Cita-cita besar bukan selalu dilambangkan dengan profesi yang khas, dengan penghasilan materi yang berlimpah. Bukan pilot, bukan astronot, bukan polisi, bukan guru, bukan dokter, sosiolog, antropolog, pelukis, penyanyi, dan segudang cita-cita yang lebih tidak umum lainnya. Cita-cita besar bukanlah yang bisa dirumuskan, melainkan dihayati dan diperankan dengan hati. Saya sedih ketika anak-anak saya tak satupun yang menyebut ingin menjadi petani, atau mungkin anak-anak di bibir laut yang mungkin juga tidak berfikir menjadi nelayan. Padi yang menguning serta tarian ikan berenang dilaut tak menjadi dambaan mereka lagi. Sementara kita sedang gencar terus berusaha mengembalikan nilai-nilai luhur yang terkadang kita runtuhkan sendri tanpa kita sadari. Ketika kita membicarakan budaya,  ketika kita mengaitkannya dengan realita generasinya, serta ketika kita mengulik keluhuran yang kehilangan penerusnya. Saat itu kita hadir dengan rasa pahlawan dan pencerah, dengan rasa mendalam mencintai negeri ini, dan ingin mengabarkan tentang keluhuran nilai lalu yang telah terkikis yang harus kita tanamkan kembali. Kita takpernah menyadari bahwa kita sedang menyelesaikan tantangan yang kita ciptakan sendiri.

Semoga padi tetap menguning, semoga ikan dilaut tetap berenang bebas, semoga penjaga alam ini tetap tinggal, bukan untuk dianggap tertinggal, tapi tegap menjalankan tugasnya tumbuh bersama alam.


Cerita Lainnya

Lihat Semua