info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Ibu Guru Marah di Kelas

Sekar Nuswantari 15 Februari 2011
Senin, 7 Februari 2011 Pagi ini dimulai dengan buruk. Dingin. Tidak bersemangat. Salah, serorang guru tidak boleh tidak bersemangat berangkat sekolah. karena hasilnya akan mengerikan. Pelajaran pertama berjalan dengan cukup mulus. Matematika. Mereka tampak bersemangat mengerjakan latihan. Padahal bab ini cukup sulit disbanding bab yang lalu. Tapi mereka tampak antusias. Sampailah pada pelajaran Bahasa Indonesia.  Materi hari ini adalah drama. Kami belajar tentang intonasi, jeda, sampai pada acting dan blocking. Sekitar 20 menit di akhir pelajaran, murid laki-laki mulai keluar masuk. Peraturan yang kami buat bersama hilang entah kemana. Kesabaranku kembali diuji. Ketika semua sudah di dalam kelas, aku kembali bicara serius dengan mereka. Bersama kami mengingat lagi peraturan yang dibuat dan konsekuensi yang harus mereka jalani. Sisa pelajaranpun berjalan dengan lancar. Sampai akhirnya pada pembagian kelompok untuk tugas drama. Aku membagi kelompok secara sesuai urutan pada daftar absen. Secara tak sengaja, juara kelas terdapat pada satu kelompok. Hal tersebut menimbulkan protes anak-anak lain. Murid laki-laki berteriak-teriak tidak setuju. Ada menghapus namanya dari papan tulis, tidak mau ikut dalam pembagian kelompok. Di sana aku masih sabar, aku minta mereka mengutarakan baik-baik ketidaksetujuannya sehingga bisa aku fasilitasi. Tapi mereka masih saja berteriak-teriak, bahkan Harjo, sang pembuat onar nomor satu, meninju papan tulis saat aku sedang menulis di papan tulis. Okay, he just pushed the button. Baru satu kali ini, dan kuharap yang terakhir, aku marah besar di kelas. Mereka sudah keterlaluan. Sabarku sudah melewati batasnya. Setelah memarahi mereka, aku pergi meninggalkan kelas. Sialnya jam pelajaran masih tersisa satu lagi. Sehingga aku masih harus memberikan pelajaran. Aku benar-benar kesal pada mereka. Karena mereka sungguh tidak mau menghargai guru yang ada di depan kelas. Memang sering mereka ribut, memukul meja, menganggu teman, berteriak-teriak di kelas, berkelahi, bermain saat pelajaran, tapi kali ini gunung kesabaranku meletus sudah. Sungguh aku menyesal, tidak seharusnya aku marah. Semua ini membuatku refleksi diri. Satu, tidak seharusnya aku marah. Dua, jika aku dapat mengemas pelajaran dengan lebih baik dan menyenangkan, seharusnya hal tersebut tidak akan terjadi. Anak-anak tidak akan bosan, dan mungkin mereka akan kooperatif. Anyway, pelajaran terakhir adalah SBK. Asalnya aku ingin membuat topeng bersama mereka. Tapi karena aku menolak untuk masuk kelas, maka mereka kutugasi menggambar. Dan sungguh ya, tampakanya guru tak bisa marah lama pada muridnya. Hasil karya anak

Cerita Lainnya

Lihat Semua