Aku Takut Masuk Kelas
Sekar Nuswantari 15 Februari 2011
Selasa, 1 Februari 2011
Jantungku berdegup kencang saat aku akan memasuki ruang kelas 5 SDN 39 Manyamba hari ini. Ini adalah kali pertama aku merasa takut masuk kelas. Laporan yang kudengar dari anak-anak tentang hari kemarin cukup menakutkan. Ya, aku memang salah meninggalkan mereka. Kemarin aku pergi ke Majene untuk bertemu dengan Bupati untuk keperluan Olimpiade. Dan naïf sekali aku mempercayakan kelas pada anak-anak tanpa meminta tolong pengawasan guru lain atau kepala sekolah.
Sebagian dari hiasan gantung yang kami buat bersama hilang. Anak-anak merusaknya. Aku melihat satu orang murid perempuan mencoba membenarkan hiasan miliknya dengan muka sedih. Aku hanya dapat berkata padanya,”Kita sama-sama sabar ya”. Dari laporan salah seorang murid perempuan, dia mendengar temannya yang merusak hiasan berkata,”Biar saja kita rusakkan, kan bu guru tak ada di sini. Lagian bukan uang saya yang hilang, tapi uang bu guru”. Betapa sakit aku mendengarnya.
Kemarin, seorang anak muridku ditampar oleh kepala sekolah. Pagi ini, dia duduk di bangkunya dengan diam. Dia duduk membungkuk dengan tangan menutupi mukanya. Dia tidak menyahut saat kusapa. Dia langsung pergi menjauh saat aku membawanya ke kantor untuk kuajak mengobrol tentang kejadian kemarin. Bahkan tak melihat wajahku sekalipun.
Aku telah banyak mengalami kejadian murid yang tidak disiplin, murid yang nakal. Dan jujur sampai sekarang aku tidak tahu apa jalan terbaik untuk mengubahnya. Pernah ada murid yang berkata, kalau muridku lebih galak dibanding aku. Pernah ada murid yang berkata, seandainya yang datang ke sini laki-laki, pasti kelas tidak akan ribut. Jujur aku terpukul mendengarnya.
Pagi ini sebelum aku mulai pelajaran, aku berbicara di depan kelas pada murid-muridku. Walaupun tidak ada guru di kelas, tapi di kelas ada dua malaikat yang senantiasa mengawasi tindakan mereka dan akan melaporkan semua tindakan baik buruknya mereka pada Tuhan. Aku juga menyampaikan bahwa aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak marah dan tidak memukul mereka.
Kenapa begitu? Bukan karena ibu baik, nak. Tapi karena Ibu tidak mau mengajarkan kalian untuk marah-marah atau menyakiti orang. Ibu tidak pernah mencontohkan marah dan memukul, sehingga kalian juga jangan marah atau memukul teman.
Aku meminta mereka untuk mulai belajar bertanggung jawab. Berkali-kali aku bilang bahwa aku tidak butuh anak pintar, tapi anak yang baik. Sekali lagi aku ingatkan pada mereka bahwa kami bersama harus membuktikan pada semua guru dan teman-teman kalau kelas 5 dapat berubah. Aku meminta mereka bicara jika ada masalah.
Hari ini kelas berlangsung dengan cukup tertib. Aku benar-benar berdoa perlahan-lahan terdapat perbaikan dalam tingkah laku mereka.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda