Kita Pasti Bisa, Nak! -Renungan Setelah Cuti-

Savira Mega Putri 10 Januari 2013

6 bulan telah berlalu. Tak terasa. Seolah baru bulan kemarin aku berada di atas pesawat kecil ini menuju Saumlaki untuk pertama kalinya. Seolah baru bulan kemarin kita deployment. Ah, itu hanya perasaan saja. Faktanya, 6 bulan memang telah berlalu.

Dan disinilah aku kembali. Setelah mengambil jatah cuti untuk sekedar istirahat sejenak, me-refresh pikiran, melepas rindu dengan keluarga dan kawan-kawan seperjuangan di Surabaya, jalan-jalan ke tempat yang aku rindukan, dan makan makanan yang tak kutemukan di daerah penempatan (e.g: pempek, siomay, dan bagatagor :D), aku harus kembali melanjutkan perjuangan.

Namun ada sesuatu yang mengganggu pikiran dan hatiku. Tentang 6 bulan yang lalu. Aku pun mulai mempertanyakan kembali kepada diri ini: “Apa saja yang sudah kau lakukan?”. Pertanyaan retoris. Tapi sungguh, jika mengingat bahwa masa bereksplorasi hanya tinggal 6 bulan lagi (bahkan kurang), ingin rasanya diri ini segera membawa anak-anak muridku berlari kencang. Ingin kukatakan, “Ayolah, Nak! Kamu harus segera bisa baca! Kamu segera menguasai materi ini dan itu! Ibu ingin melihat kalian sukses dan bisa bertemu Ibu lagi di Jawa suatu saat kelak.”

Terkesan sangat memaksakan memang. Aku sendiri juga kadang bingung apakah ini hanya untuk memperturutkan egoku atau apa. Tapi kadang mereka harus dibuat begitu. Harus diingatkan bahwa kita tidak selamanya mendampingi mereka. Diingatkan bahwa waktu kita bersama mereka tidak akan lama lagi. Ah, sedih, melankolis.

Teringat pula PR dan tugas yang aku tinggalkan untuk mengisi waktu liburan mereka kemarin. Berbagai prasangka muncul. Dalam hati aku harus mempersiapkan diri untuk patah hati melihat mereka tak mengerjakannya. Bukan putus asa. Bukan. Hanya bersiap-siap saja. Tetap ada secercah harapan untuk mereka.

Imajinasiku mulai bermain. Bayangan akan muncul kalimat “Ibu, bet su kerja PR lo..” (Ibu, saya sudah kerjakan PR loh) atau “Bet su habis kerja semua-semua lo, Ibu” (saya sudah kerjakan semuanya loh, Ibu) dari mulut mereka. Yah, itu sedikit menghibur. Sedikit memotivasi diri untuk segera menunaikan kewajiban. Berada diantara tawa canda nan riang serta celoteh nakal mereka.

“Mari, Nak! Kita bersama melanjutkan perjalanan. Mari kita bergandengan tangan dan menapaki jalan ini bersama. Hingga saatnya kau siap, mari kita berlari. Masih tetap bersama. Berlari tuk menggapai asa. Hingga akhirnya, Ibu cukup berdiri dan menjadi saksi atas keberhasilanmu. Kita pasti bisa, Nak!”


Cerita Lainnya

Lihat Semua