Tak ada Lantai, Pasirpun Jadi
Sanuri 12 Agustus 2013
Keterbatasan tak menghalangi penduduk kampung nanusa, kecamatan nusa tabukan, kabupaten kepulauan Sangihe untuk tidak kreatif. Sungguh jauh dari kata mewah, tapi justru kesederhanaanlah yang mengajariku akan arti sebuah seni. Sederhana itu indah, ya betul, tak perlu mewah, tak perlu mahal, tapi alamlah yang membuat segalanya lebih indah.
Dari pulau nusa ini aku belajar, dari pulau yang terkenal dengan keindahan pasir putihnya ini aku belajar tentang arti sebuah kesederhanaan yang sesungguhnya, dimana segalanya tidak diukur dengan materi. Hari-hariku di pulau yang menjadi tempat singgahku selama satu tahun kedepan dipenuhi dengan pembelajaran yang akan sangat berarti dikehidupanku kelak.
Malam pertamaku di pulau, dikejutkan dengan suasana yang menakjubkan, dimana aku melihat masyarakat berbondong-bondong membawa bantal, selimut serta peralatan musik untuk bergegas menuju pantai , akupun penasaran, sehingga memaksa langkah kakiku untuk bergegas mengikuti langkah kaki penduduk pantai Nane. Dengan takjubnya, akupun ikut meramaikan suasana malam di tepi pantai dengan berjemur beralaskan pasir beratapkan langit bergemerlap bintang.
Pasir putih menjadi saksi kehidupan sehari-hari penduduk di pulau nusa, pasir tidak hanya penghias gelombang samudera, pasir tidak hanya sebagai penghias pohon kelapa di tepi pantai, tapi sebagai ajang duduk santai bersama masyarakat melewati desiran ombak, ajang bertukar informasi, ajang bercanda gurau, bahkan mengalunkan lagu-lagu dengan diiringi gitar, dan yang menjadi kebiasaan tiap malam tiba yakni tidur beralaskan pasir putih nan bersih, dan tak ketinggalan "bercarlota", kata ini sering sekali kita dengar ketika kita berkunjung ke pulau mungil nan indah ini, kata yang diadaptasi dari film telenovela, kata ini bermakna negatif "Gosip", kebiasaan ibu-ibu menunggu sang suami pulang mengail.
Tak hanya dipantai kita dapat melihat pasir kuning nan eksotis ini, di sepanjang rumah yang ada di desa yang menempuh perjalanan 2 jam dari kota Tahuna ini juga terdapat pasir yang dijadikan lantai sebagai alas dan langit sebagai atap. unik memang, tapi sudah menjadi hal biasa ketika pasir disulap jadi lantai. dari kebiasaan tersebut muncul sebuah semboyan "Tak ada Lantai, Pasirpun Jadi". pasir yang digunakan bukan sembarang pasir, tapi pasir pantai putih yang dibawa ombak dari samudera menuju tepi pantai Nane. rumah sederhana disulap jadi eksotis, ketika pasir putih menghiasi "Bare" mereka.
Nusa Tabukan
Jauh di utara
disitu aku dilahirkan
penduduknya kuat persatuannya
dan untuk kegotongroyongan
pulaunya kecil-kecil
pasirnya putih-putih
nyiur melambai di sepanjang pantai
ke kiri dan kanan
segala membentang
menambah semarak persada
Nusa Tabukan
oh..... Nusa Tabukan
Nusa Nusantara
Tabut Tabukan damai
itulah mottonya masyarakat
(celoteh anak Nane)
Sepenggal lirik diatas, menggambarkan kondisi masyarakat di pulau Nusa,pasir putih di sepanjang pantai menambah keindahan pulau yang masih jarang terjamah oleh tangan manusia, masih tersembunyi belum tersentuh oleh Indonesia akan keindahan pulau eksotis ini.
Pasir putih yang membentang sepanjang pantai sebagai hiasan tak ternilai yang dimiliki masyarakat nane, kisah ku selalu ada di pasir putih, tapi tak selamanya kisahku disambut pasir. ketika hujan turun, pasir putih nan mungil itu berubah jadi dingin, tak seorangpun ingin mendekatinya, tak seorangpun ingin tidur bersamanya, tak seorangpun menguraikan isi hatinya dengan deburan pasir putih.
Keceriaan anak pantai Nane selalu kulihat di pantai yang berpasir kuning keemasan ketika sore hari tiba. ajang nonton bioskop di malam hari menjadi kegiatan rutin bersama masyarakat desa nanusa, bioskop masuk desa menjadi hiburan yang bernilai bagi masyarakat, hanya bermodalkan kain putih, laptop, speaker serta proyektor menjadi pengalaman mengesankan untuk berkumpul dengan masyarakat dan membuat senyum mereka terbuka lebar ketika saya tayangkan video sehari-hari mereka.
Keindahan pasir Nane akan segera musnah, ketika masyarakat terus menerus mengambil pasir putih di hamparan pantai mereka untuk dijadikan bahan pembuatan rumah, sedikit demi sedikit pasir putih itu menjadi berwarna hitam. mereka beralasan bahwa desa mereka jauh dari kota, jadi lebih baik memanfaatkan alam yang sudah ada di depan mata. pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab, mereka akan sadar ketika bencana menimpa mereka.semoga anak cucu mereka dapat menikmati keindahan pasir putih nan eksotis ini.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda