info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Mengajar yang Sesungguhnya

Roy Wirapati 10 Desember 2010
Muara Basung, 16 November 2010 Hari ini aku pertama kali mengajar sungguhan. Ini bukan lagi simulasi microteaching atau praktek mengajar. Di hadapanku adalah murid-murid sungguhan yang benar-benar berada dalam tanggunganku. Nasib kelulusan mereka ada di bawah tanggung jawabku. Pastinya ini adalah saat-saat paling menegangkan dalam hidupku. Kuberanikan diri saja untuk melangkahkan kaki ke dalam kelas VI-A. Kelas yang suasana sebelumnya sangat berisik mendadak menjadi hening. Aku memulai pelajaran dengan mengajar mereka untuk bernyanyi lagu “Apa Kata Jari” yang diajarkan oleh Kak Rhodi, pelatih Pramuka kami sewaktu di asrama. Lagu itu memiliki lirik sebagai berikut: Ini namanya jari apa? Ini namanya jari Jempol. Apa kata jari jempol sayang kalau belajar jangan ngobrol. Ini namanya jari apa? Ini namanya jari Telunjuk. Apa kata jari telunjuk sayang kalau belajar jangan ngantuk. Ini namanya jari apa? Ini namanya jari Tengah. Apa kata jari tengah sayang kalau belajar jangan lengah. Ini namanya jari apa? Ini namanya jari Manis. Apa kata jari manis sayang kalau belajar jangan nangis. Ini namanya jari apa? Ini namanya jari Kelingking. Apa kata jari kelingking sayang kalau belajar jangan pusing. Begitulah keseharian yang akan kulakukan setiap memulai pelajaran. Mereka akan terus kuminta menyanyikan lagu itu agar mereka ingat terus peraturan-peraturan dalam kelas ini. Aku kemudian memulai pelajaran dengan permainan yang telah kusiapkan, yaitu “Quiz Menjodohkan”. Mereka kuberikan serangkaian kata secara acak dan kuminta untuk menempatkannya di Mind-map yang telah kubuat di papan tulis. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan prediktif dan logika mereka. Ternyata mereka berhasil menyelesaikan kuis yang materinya belum diajarkan sedikitpun. Melalui kuis ini aku menyelesaikan dua hal: penjelasan materi dan catatan. Karena saat mereka memainkan kuis untuk mengisi mind-map tersebut, sebenarnya mereka telah menyelesaikan catatan mereka sendiri. Hal ini ternyata cukup efektif karena mereka jadi mencatat dengan cara yang menyenangkan. Aku bisa melihat senyum dan tawa mereka di saat-saat menegangkan saat mereka harus menebak sebuah kata yang ada di papan tulis tersebut. Anak-anak yang luar biasa! Aku tidak lagi berusaha untuk memenuhi segala SK/KD dalam satu hari seperti pada praktek mengajar. Dalam mengajar yang sungguhan ini yang terpenting adalah membangun pemahaman siswa sedikit demi sedikit. Bahkan satu bab pun bisa memakan waktu 3-4 pertemuan. Memang inilah bedanya mengajar siswa SD. Harus sabar, h Selesailah hari pertama mengajarku dengan sukses. Semoga aku bisa terus mempertahankan performa ini. Aku akan membekali mereka dengan semua ilmu yang kumiliki! Smile Eternally!

Cerita Lainnya

Lihat Semua