info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Buddy System?

Rika Amelia 20 September 2013

Fenomena tidak membuat PR mungkin sudah menjadi penyakit mendarah daging siswa dimanapun, tak terkecuali siswa-siswa di SDN Paradowane, Bima, Nusa Tenggara Barat. Siswa yang mayoritas merupakan anak desa yang tak kenal lelah bermain seharian hingga petang di sawah, gunung dan sungai pasti tak sedikit yang enggan membuat pekerjaan rumah. Wajah mereka yang tanpa dosa akan mengaku dengan jujur ketika keesokan pagi ditanya tentang PR mereka. "Lupa Ibu e.." Di hari-hari pertama saya sebagai pengajar muda di SDN Paradowane saya masih bisa tersenyum sambil menasehati mereka ini itu tentang pentingnya membuat PR. Dua pertemuan, tiga pertemuan berlalalu kesabaran saya sebagai manusia biasa pun sudah berada di tepi kawah kemarahan. Saya cukup geram dengan siswa yang itu itu lagi yang tidak mengerjakan PR. Akhirnya, terinspirasi oleh Pak Zamris, salah satu guru disiplin di Padang yang punya segudang ide kreatif hukuman yang membuat siswa kapok, saya pun menyuruh bocah-bocah tersebut lari keliling lapangan. Behari-hari siswa yang sama dengan kasus sama selalu diberi hukuman lari 2-3 kali lapangan jika mereka tidak mengerjakan PR. Seminggu berlalu, saya mulai memperhatikan raut wajah senang mereka saat berlari. Saya pun kontan menepuk jidat saya dan tersadar, mereka bukan anak kota yang malas lari dan lebih memilih mengerjakan PR ketimbang lari. Mereka anak desa yang sudah terbiasa lari sana sini dan kinestetiknya tidak perlu dipertanyakan lagi. "Lari Ibu?" Ujar seorang anak yang lagi-lagi tidak membuat PR dengan wajah senang. Setelah melihat keriangan mereka menerima hukuman lari dari saya, saya pun kembali memutar otak mencari-cari hukuman yang membuat mereka kapok tidak mengerjakan PR (selain hukuman pukulan yang sering dilakukan guru-guru di sekolah saya)

Saya pun teringat hukuman mendidik lainnya yang pernah diterapkan salah satu PM, yakni membuat resensi buku setiap kali si siswa tidak membuat PR nya. Akhirnya, saya pun menerapkannya, meminta siswa-siswa yang tidak mengerjakan PR membuat resensi buku di perpustakaan. Ujung-Ujungnya mereka malah tidur. Rasanya ingin garuk-garuk dinding. Otak saya kembali berputar-putar hingga berdenyut-denyut, saya kira mungkin jantung saya sudah pindah ke kepala karena terlalu lama berfikir. Saran dari guru senior pun sudah bertubi-tubi datang kepada saya untuk menggunakan bambu atau kayu sebagai hukuman lecutan. Saya abaikan. Berikutnya, saya mencoba menghukum mereka dengan hormat bendera selama setengah jam. Hasilnya?tetap tidak mempan, yang ada mereka lari kelling lapangan sambil hormat, mencoba membuat modifikasi hukuman sendiri.

Saya pun hampir menyerah ketika tiba-tiba teringat dengan buddy system yang pernah diterapkan di camp pelatihan Indonesia Mengajar dan pelatihan fisik bersama wanadri. Buddy system adalah dua buddies yang selalu bersama mengerjakan PR dan mngingatkan satu sama lain.  Saya lalu memasangkan anak laki-laki yang malas ini dengan anak-anak perempuan yang notabene memang rajin dan (terlalu) galak terkadang. Ekspresi wajah galak bocah-bocah perempuan ini kocak sekali, persis ekspresi ibu ibu yang geram anaknya tidak mengerjakan perintahnya. Setiap kali diberi latihan di kelas, tangan mereka tak sungkan-sungkan melayangkan cubitan ke tubuh siswa laki-laki di sebelahnya sembari mengingatkan mereka untuk membuat latihan dengan baik dan benar. Mereka melakukannya agar latihan mereka nanti bisa dikumpul dan diperiksa, lalu mendapat sticker senyum dari ibu rika. Saya menyaratkan kepada semua buddy untuk bisa mendapatkan reward jika buddy mereka sudah selesai mengerjakan tugas mereka. "Mulai sekarang, kalian adalah buddies yang akan memikul suka dan duka bersama. Satu orang berbuat salah, maka buddy yang lain juga harus ikut dihukum. Tapi jika dua-duanya berbuat benar, dua-dua nya pun berhak mendapatkan reward." Kontan setelah pernyataan ini mata para bocah perempuan melirik tajam ke buddy di sebelah mereka dan mulutnya komat kamit memperingatkan.

 

Akankah Buddy System ini berhasil? kombi (mungkin)..terbukti (lagi-lagi) siswa di desa saya bahkan lebih galak dari saya sendiri. Semoga kegalakkan mereka ke buddy masing-masing berdampak positif. DASAR BOCAH...


Cerita Lainnya

Lihat Semua