Surat Untuk Bapak Guru

Ridwan Wijaya 12 Februari 2011
Hari ini seperti biasa saya bergegas cepat datang ke sekolah untuk bersiap mengadakan upacara bendera hari senin. Sesampai di sekolah, kantor sepi dan sepertinya anak-anakpun belum banyak yang datang. Waktu berlalu dan jam sudah menunjukkan pukul 07.45, anak-anak sudah mulai banyak, sementara guru-guru belum semua datang , hanya satu guru yang datang yaitu Ibuu Kasma, salah seorang guru senior yang mengajar kelas satu dan kelas dua. Dalam hati, sudah hampir 3 bulan saya di sini tetapi seperti biasa belum pernah sekalipun semua guru datang tepat waktu. Beberapa saat berselang hampir pukul delapan, mulailah guru-guru pun datang, termasuk kepala sekolah kami, yang memang sangat jarang ada di sekolah, mungkin hanya 4-5 hari ada di sekolah setelah itu pergi lagi ke Tanah Grogot. Saya kemudian mencoba berfikir apakah hari ini jadi upacara, akhirnya saya coba tanya pada kepala sekolah dan jawabannya adalah tidak, alasannya karena kita semua akan beres-beres ruangan. Baiklah, akhirnya kembali kami gagal mengadakan upacara, padahal kami berharap hari ini bisa melihat kepala sekolah kami menjadi pembina upacara untuk pertama kalinya, tapi gagal, ya sudahlah mungkin lain kali. Akhirnya kami pun semua melakukan kegiatan beres-beres ruangan. Untuk sekedar informasi, sekolah saya mendapatkan tiga buah ruangan baru beserta sebuah ruang guru baru sebagai kantor, yang mungkin merupakan satu titik harapan memulai kemajuan sekolah ini. Sejak hari ini akhirnya sekolah kami memberlakukan bahwa jam masuk sekolah untuk semua kelas adalah pagi pukul 07.30, walaupun penghuni tiga ruangan baru yang dibangun ini harus belajar dengan lesehan karena belum memiliki meja dan kursi. Anak-anak diminta untuk membawa meja sementara dari rumah agar dapat belajar dengan lebih nyaman. Dalam kelelahan setelah bersih-bersih ruangan, tiba-tiba 3 orang anak kelas III dengan senyuman imut dan keluguannya memanggil-manggil saya dan salah seorang sahabat saya. “ Bapak... Pak Ridwan... Pak Ridwan ! bisik mereka dipintu ruang guru yang baru. “Ada apa ?” tanyaku lembut. “ Ngak pak, sini pak...sini pak ! seru mereka dengan suara pelan. “ Ada apa ? “ tanyaku sambil menghampiri. “ ini pak, di baca ya pak, dibaca ! “ Jawab mereka. Kemudian mereka memberikan secarik kertas dan lari . Apa kira-kira ini pikirku sambil tersenyum keheranan melihat tingkah mereka. Akhirnya sambil duduk saya buka kertas itu dan isinya adalah

Saya dan sahabat saya tersenyum lebar melihat surat ini dan sungguh dengan seketika hal ini menghilangkan rasa lelah yang ada. Tak lama kemudian merekapun memanggil kembali. “ Pak..pak..pak Ridwan..sini pak? ” “ Ada apa lagi ? “ kataku dengan senyuman. “ Sini pak...sini dulu...” Jawab mereka dengan tersenyum malu-malu. Lalu saya menghampiri mereka dan merekapun memberikan secarik kertas lagi. “ Ini pak...ada lagi, bales ya pak...bales...” kata mereka dengan penuh senyum keluguan dan malu-malu. “ Baiklah...Terima Kasih...! ” kataku dengan senyuman. Akhirnya aku kembali dan membuka isi kertas tersebut. Lucu sekali apa yang mereka tulis : Saya dan sahabat saya yang membaca ini tersenyum lebar kembali melihat dan membaca apa yang telah mereka berikan. Ntah apa yang ada dalam pikiran anak-anak manis ini. Mungkin mereka ingin mencari perhatian. Tetapi menurut saya ini adalah wujud bagaimana mereka merasa nyaman dan dekat dengan kami dan menunjukkan semangat mereka dalam belajar, maklum 2 malam sebelumnya mereka saya tinggalkan mengaji karena saya dan sahabat saya harus pergi ke Ibukota kabupaten untuk mengambil soal dan buku kiriman di kantor pos. Akhirnya kami balas surat mereka pada secarik kertas seperti ini : Tak lama berselang ... suara kecil mereka kembali terdengar... “ Pak...pak ridwan sini pak...ini ...!“ suara kecil mereka memanggil sambil menunjukkan surat yang mungkin balasan mereka atas surat yang kami beri. Kemudian saya ambil surat tersebut dan isinya adalah Iya pak nanti kami akan mengaji tiap hari dan tidak ribut asalkan bapak bawa oleh-oleh ya buat kami... Saya dan sahabat saya tertawa membaca surat ini, akhirnya saya keluar dan memanggil mereka. Merekapun menghampiri dan saya katakan : “ Terima kasih Novi, Fatimah dan Risma, iya nanti bapak bawa oleh-oleh, tapi janji ya ga ribut klo nanti solat dan mengaji di mesjid. “ “ Iya pak...iya...!” jawab mereka sambil tersenyum malu-malu. Akhirnya mereka pergi berlari sambil tertawa-tawa. Selalu ada saja yang membuat hati ini menjadi lebih bersemangat dan selalu ada saja yang membuat wajah ini tersenyum lebar melihat tingkah laku mereka. Semoga ini menjadi pelecut semangat dan menjadi sebuah kisah kecil ditengah-tengah perjuangan untuk “memberi” yang sungguh tidaklah semudah yang dibayangkan. Tanjung Aru, 31 Januari 2011 Ridwan Wijaya, ST Pengajar Muda Indonesia Mengajar Angkatan I

Cerita Lainnya

Lihat Semua