Mencari Tanah ke Pulau Seberang

RadenFitra Pradipta 12 Juli 2015

Minggu pagi itu pukul 07.00 wita, tibalah saya di dermaga desa dengan disambut udara segar hembusan angin pesisir dan indahnya pantulan sinar mentari dari teluk Apar, setelah pulang menghadiri perpisahan kepala pos polisi di kecamatan Tanjung Aru. Saya melanjutkan berjalan kaki menuju rumah yang berjarak sekitar 500 meter dari dermaga, belum sempat membereskan barang-barang yang masih tersimpan rapi di dalam tas. Terdengar suara anak yang memanggil-manggil nama saya dari luar rumah dan langsung saja saya menemui anak itu yang masih duduk di atas jok sepeda sambil mengatakan “Pak Raden, di panggil pak Amin mau diajak ke empang ambil tanah”. Langsung saya balas “iya bapak jalan sebentar lagi ke rumah pak Amin”, tak lama saya langsung menuju rumah pak Amin yang letanya bersebrangan langsung dengan sekolah. Sesampainya di sana, saya langsung di sambut oleh pak Amin tohari dan juga pak Aminullah yang sedang menyiapkan beberapa karung kosong dan peralatan memancing.

Setelah merasa cukup dengan membawa perbekalan yang sederhana, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju empang dengan menyewa perahu nelayan yang biasa di sebut “balapan”. Belum langsung melanjutkan perjalanan seperti harapan, kami menunggu beberapa saat terlebih dahulu kerena pemilik balapan harus menyelam kebawah balapan untuk memperbaiki baling-baling. Setelah dirasa siap untuk memulai perjalanan laut, kami akhirnya berangkat ke arah “sekapuk” yang berada di seberang pulau tempat kami tinggal. Setengah perjalanan menuju sekapuk, ternyata balapan kami mogok di tengah laut. Terombang-ambing mengikuti arus, hanya menunggu, berdoa, menyerahkan kepada pengemudi kapal, dan menikmati pemandangan dari tengah laut menjadi kesenangan tersendiri. Tak lama setelah itu, kami mendengar bunyi kerja mesin diesel sudah terdengar kembali dan melanjutkan perjalanan ke Sekapuk.

Sesampainya di mulut sungai Sekapuk, kami langsung di sambut riuh oleh belasan bekantan yang bergelantungan di pohon-pohon sepanjang perjalanan masuk sungai kecil itu. Terus memasuki sungai, beberapa kali mesin kapal  harus di matikan dan juga memiringkan kapal dengan berpindah tempat duduk dari kanan ke kiri supaya dapat melewati sungai karena terdapat beberapa pohon tumbang yang menghalangi alur sungai dan juga kondisi air yang surut. Hujanpun turun dengan deras sesampainya kami di area empang yang akan kami ambil tanahnya, kami langsung berteduh di pondokan untuk beberapa saat.

Ketika menunggu hujan reda sebelum melanjutkan berjalan kaki di pinggiran tambak, pak Amin mulai bercerita mengapa mengambil tanah di pulau seberang menjadi penting. Kegiatan mengambil tanah ini pertama kali di mulai ketika bapak Ilham (PM5) memiliki ide untuk membuat taman sekolah dan hal itu langsung di sambut baik oleh beberapa guru termasuk pak Amin, kegiatan tersebut masih di lanjutkan hingga saat ini karena banyak sekali manfaat dengan memiliki taman sekolah.

Desa pesisir yang seluruh jalan dan lantai terbuat dari papan ini, tidak memiliki tanah dan hanya lumpur yang terlihat ketika air laut sedang surut. Hal tersebut bukan menjadi batasan dan alasan untuk tidak melakukan apa – apa dan tetap memiliki tanam sekolah. Ia mengatakan dengan memiliki taman sekolah siswa dapat langsung merasakan kegiatan menanam sayur dan tumbuhan lainnya, siswa dapat langsung belajar mengenai struktur tumbuhan. Sulitnya melihat tanaman di desa membuat taman gantung hydroponic di  sekolah menciptakan suasana sejuk dan nyaman untuk di kunjungi setiap hari.

Hanya terdiam dan berfikir ketika pak amin menjelaskan hal tersebut, betapa banyak hal yang saya dapatkan dari seorang bapak ini. Keikhlasan, kejujuran, dan keteguhan diri untuk membuat perubahan kecil di lingkungannya. Tidak banyak orang yang memikirkan hal kecil untuk memberikan manfaat kepada orang lain, namun dia percaya bahwa perbuatan baik akan selalu berbalas perbuatan baik juga.

Beberapa saat setelah perbincangan hangat tersebut, hujanpun mereda dan kami melanjutkan perjalanan untuk mengambil tanah. Tidak terasa sudah 5 karung penuh tanah kami dapatkan. Kami beristirahat di pondokan ditemani dengan sang pemilik sambil memancing di empang, tidak lama menunggu beberapa menit pak Aminullah berteriak kegirangan karena mata pancingnya dilahap oleh seekor ikan kakap dan kami langsung bergegas membantu melepaskan mata kail yang menusuk di mulut ikan dan menaruhnya ke dalam ember, tidak terasa kami mendapatkan seekor kakap dan tiga ikan bandeng.

Ketika jam tangan telah menunjukan pukul 15.00 wita dan melihat air sudah pasang, kami melanjutkan perjalanan pulang. Hari ini menjadi salah satu hari yang menyenangkan di bulan ketiga penempatan, dan saya membayangkan mudah – mudahan budi perkerti yang dicontohkan pak Amin dapat di contoh dan di lanjutkan oleh siswa, guru, maupun orang – orang di sekitarnya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua