Melompat Bersama Langkah Mereka

Pemi Lestari 26 November 2011

“Guru, Keberhasilan muridnya menjadi bahagianya”

Sebenarnya “mengajar” sudah lama saya lakoni. Sejak masih SMA bahkan saya sudah menjadi guru di sebuah Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) di dekat rumah. Tapi, benar-benar berprofesi sebagai guru, menjadi guru fulltime, baru kali ini saya jalankan. Ternyata ada banyak hal baru yang saya rasakan. Ada kegembiraan- kegembiraan baru yang bermunculan. Ada hal-hal baru yang bisa menjadi pemicu kegembiraan.

Mengajar, ingin rasanya saya mengutip arti katanya dari KBBI, namun sayang ketika tulisan ini dibuat sinyal kembali raib, dan membuka kamus KBBI daring-pun tak kunjung berhasil (hehe , info ga penting). Namun, kalau boleh saya menyimpulkan seorang guru atau pengajar, tugasnya adalah membimbing dalam belajar. Sedang tujuan belajar adalah sebuah perubahan, dari tidak menjadi iya, dari tidak bisa menjadi bisa. Artinya, mengajar adalah membimbing murid untuk berubah dari tidak bisa menjadi bisa.

Di sebuah sesi pelatihan sebagai pembekalan kami sebelum berangkat, sang pemateri mengatakan bahwa penting bagi kami untuk selalu melihat titik 0 masing-masing murid. Murid yang sudah “pintar” tidak diberi pengajaran ataupun tugas- tugas yang sama dengan murid yang belum pintar. Kata-kata beliau saya catat betul di buku saya.

Kini, setelah menjalani peran sebagai Pengajar, sayapun menemui kondisi dimana murid-murid saya memiliki “titik 0 nya masing-masing ”. Saya mengajar Matematika kelas 2. Sebagai info, menurut kurikulum, salah satu kompetensi dasar pelajaran matematika kelas 2 SD adalah “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500”. Untuk mengantarkan murid-murid saya pada kompetensi tsb, saya harus berangkat dari titik 0 mereka.

Untuk mengajarkan penjumlahan bilangan sampai 500 saja, saya harus berangkat dari titik yang berbeda-beda . Murid saya, ada yang sudah bisa penjumlahan bilangan sampai 20, tapi ada yang bahkan membilangpun belum bisa. Saya pernah kebingungan menemukan seorang anak yang ketika saya minta membilang kumpulan benda, jika jumlahnya sudah lebih dari 15, dia selalu salah. Usut punya usut, ternyata dalam membilang setelah 12 dia akan menyebut 15! Pantas saja hasil akhir hitungannya tidak tepat. Melihat kondisi ini, mengingat kaidah mengajar yang disampaikan pemateri tadi, saya jadi punya catatan “titik 0” murid-murid saya. Setelah melakukan pengkajian pada mereka, saya membagi mereka pada 4 level besar, yakni “penjumlahan kurang dari 10”, “penjumlahan kurang dari 20”, “penjumlahan bersusun tanpa menyimpan”, dan “penjumlahan bersusun dengan menyimpan”. Setiap anak menempati levelnya masing- masing. Di awal, level terakhir belum ada “penghuninya”.

Ternyata di catatan “titik 0” inilah akhirnya saya menemukan sebuah kebahagiaan saya sebagai seorang guru. Di kolom-kolom itu saya menuliskan nama-nama mereka. Dan setiap mereka mencapai level baru, maka saya akan membuat panah di sebelah namanya menuju pada level barunya.

Di kelas, ada beberapa anak yang begitu lambat dalam “berubah dari tidak bisa menjadi bisa”. Ada banyak anak yang begitu lamanya menghuni level 1, meski sudah saya kerahkan berbagai cara. Tapi, di kemudian hari, diantara anak yang membilang saja sulit itu, ada anak yang sudah sampai level terakhir, penjumlahan bersusun dengan menyimpan, merekalah oase saya.

Mendampingi pencapaian mereka, rasanya luar biasa. Saya masih ingat betapa bahagianya saya ketika seorang murid akhirnya ada yang bisa penjumlahan sampai 500, sampai update status facebook waktu itu. Tiap saya membuat sebuah panah, atau setiap saya memanjangkan panah- panah itu, ada bahagia mengiringi goresan pensil saya. Apalagi ketika anak-anak yang cukup lama mendiami sebuah level (biasanya level rendah) akhirnya bergeser. Langkah mereka ke level berikutnya diiringi lompatan hati saya yang bergembira.

Ternyata inilah bahagianya seorang guru. Ternyata inilah saat-saat yang membahagiakan bagi seorang guru. Yaitu manakala dia menyaksikan sendiri keberhasilan muridnya. Pencapaian muridnya menjadi suka citanya. Perubahan muridnya dari tidak bisa menjadi bisa menjadi bahagianya.

Geudumbak, 25 Nov 2011

Selamat hari guru, Pemi Ludi


Cerita Lainnya

Lihat Semua