Ketika Sekolahku Tak Laku

Patrya Pratama 30 November 2010
Ada beberapa waktu atau saat di mana SDN 002 Labuangkalo mendadak kehilangan "pelanggannya" alias murid-muridnya. Seharusnya permintaan atas SD kantorku ini tetap karena kebutuhan akan pendidikan tidak turun, namun apa daya. Tidak ada surat izin resmi yang diberikan, hanya izin lisan, itu pun hanya formalitas sehingga lebih tepat diberi nama "pemberitahuan", izin diberi atau tidak tetap ciao bella. Berikut adalah list-nya: 1. Kawinan. Bila ada hajatan pernikahan, anak-anak sekolahku diajak orangtuanya semua menghadiri pernikahan. Seperti 2-3 hari terakhir ini saat ada 3 pernikahan di Labuangkalo dan di desa tetangga dalam 3 hari terakhir. Otomatis, sekolah menjadi sepi (kelas 3 dan 4 digabung hanya menarik pelanggan 4 orang saja; kelas 2 cukup 8, dan kelas 1 cukup 12). 2. Panen Tambak Selain membantu orangtuanya mengambil hasil tambak, siswa-siswa yang orangtuanya tidak memiliki tambak pun tumpah ruah ke tambak untuk berburu kepiting. Logikanya "belajar di sekolah hanya dapat pusing, mengambil kepiting dapat Rp 15.000 setidaknya, lumayan untuk jajan dan beli pulsa hp" 3. Pasar kaget Pasar di Labuangkalo hanya terjadi setiap Selasa dua minggu sekali. Praktis selama waktu-waktu itu, anak-anak banyak yang ke pasar. Bila pun mereka masuk sekolah, ketika istirahat, tidak ada yang dapat menjamin mereka akan kembali lagi ke kelas dari pasar. List ini dapat diperpanjang seiring berjalannya waktu. Nampaknya sekolahku perlu meningkatkan daya jualnya agar tidak mudah tersaingi oleh kegiatan-kegiatan tersebut. Hmm,,,any ideas?

Cerita Lainnya

Lihat Semua