Tentang Tradisi " Pasang Lampu " Ramadhan

Nurlaila Tut Taqwa 16 Agustus 2012

 

Setiap wilayah tentunya memiliki ritual dan tradisi unik setiap memasuki bulan – bulan suci untuk agama tertentu. Kebetulan Ramadhan tahun ini saya diberi anugerah untuk dapat menyaksikan ragam budaya dan tradisi dipulau utara Indonesia di bulan Ramadhan.Tepatnya di Desa Nanusa,salah satu desa di pulau Nusa kepulauan Sangihe. Setiap tanggal 27 Ramadhan mereka melaksanakan tradisi pasang lampu yang menurut saya unik. Apa uniknya dari tradisi ini ?

Pasang lampu disini bukan pasang lampu bohlam atau lampu bermuatan listrik.Tapi lampu obor dari bambu yang dipasang didepan rumah orang – orang yang beragama muslim. H – 3 perayaan lebaran mereka akan menghias masjid dengan daun baru atau daun sagu. Daun ini bentuknya seperti Janur dari pohon kelapa.Masjid dihias sedemikian menarik dan cantik.Tidak hanya itu , masjid juga akan dicat ulang supaya kelihatan bagus.

 “ Kenapa harus dihias seperti ini ?” tanya saya ketika ikut membantu warga menghias masjid dengan daun baru.

 “ Karena torang kang mau undang itu padorang kristiani mbak, kong torang jadi tuan rumah musti bagusno depe tempat ( karena kami mau undang itu orang – orang kristen kemari mbak, makanya kami sebagai tuan rumah harus punya tempat yang bagus )“ ujar pak Dahu,pimpinan jema’at islam HPK* sambil memasang daun baru disamping masjid.

            Ya, dalam tradisi ini warga muslim akan mengundang orang kristen untuk mengikuti ritual pasang lampu dan santap kue bersama.Ah, kebaragamaan yang indah. Begitu pikir saya. Selesai menghias masjid ,beberapa anak muda dan warga sibuk dipantai untuk membuat rangka pohon lampu ramadhan.Kerangkanya dari bambu yang dibentuk seperti pohon.Kemudian kerangka tersebut ditutupi daun baru atau daun sagu. Menjelang maghrib, Ibu – ibu bersama warga akan memasang kue – kue dodol dari gula merah yang dibungkus plastik dan digantung dipohon tersebut.Beberapa obor kecil disisipkan disela – sela gantungan kue.Selain kue, beberapa ketupat juga digantung dipohon yang terbuat dari bambu dan daun sagu tersebut.Di pucuk pohon sudah terpasang ketupat yang berbentuk burung elang.  

            Konon, ketupat berbentuk elang yang terpasang dipucuk pohon menggambarkan leluhur atau nenek moyang warga nanusa.Sedangkan ketupat yang terbuat dari beras, menggambarkan kebersamaan dan kerukunan. Kue dodol yang berasal dari gula merah memiliki arti bahwa penganut islam HPK memiliki budi luhur. Obor – obor yang akan dinyalakan nantinya berarti akan selalu ada harapan dan cahaya ketika penghayat menjaga tradisi. “ Tapi ada juga yang memaknai bahwa disetiap kegelapan akan selalu ada terang ( nyala api yang membuat terang ) ketika masyarakat selalu percaya adanya Tuhan “ujar pak Dahu mengakhiri obrolan kami sore itu ketika saya bertanya tentang arti dari simbol – simbol makanan yang digantung dipohon.  

                                                                        **********

            Selesai sholat maghrib, saya kembali turun ke pantai.Riuh suara anak – anak terdengar sampai rumah saya. Anak – anak ini sangat riang mengamati lampu obor yang dipasang didepan rumah mereka.” Ibu, liat torang depe obor,mapaele e, Ibu so bekeng itu obor dirumah lai ?( Ibu, lihat obor kami, bagus ya ?ibu juga bikin obor dirumah ?)”tanya anak – anak ketika saya mendekati mereka. “ Di rumah ibu so ada itu depe obor mar bukan ibu yang bekeng,itu Bapak yang bikin baru – baru ( dirumah ibu juga ada obor tapi bukan ibu yang buat, Bapak yang buat obor barusan )“ kata saya seraya bermain – main dengan mereka.

 

            Begitu sampai di pinggiran pantai,saya lihat kursi – kursi yang ditata dibelakang pohon buatan tersebut sudah penuh dengan warga yang beragama kristen.Warga menyapa ramah kepada saya dan kami berbincang tentang budaya ramadhan disini dan dijawa tempat saya berasal. Pertanyaan klasik yang sering saya temui selama dua bulan ini.Jika ada sesuatu yang unik tentang budaya disini, maka sebaliknya mereka akan bertanya “ Apakah di Jawa juga ada tradisi seperti ini?.Saya jelaskan tentang kebiasaan – kebiasaan didaerah saya berasal ketika memasuki bulan ramadhan dan menjelang idul fitri.

            Jarum jam menunjukkan pukul 19.00 WITA.Tiba – tiba semua lampu dipadamkan. Semua warga muslim berdiri dan berdoa.Ada beberapa kalimat doa yang cukup familiar ditelinga saya, tapi ada juga doa – doa yang masih belum saya mengerti.Setelah selesai berdoa, Pak Dahu selaku pimpinan jema’at mulai menyalakan obor yang ada dipohon buatan tersebut. Dimulai dari obor yang dipucuk pohon dan dilanjutkan dengan menyalakan obor – obor kecil yang sudah terpasang disela- sela kerangka pohon.

            Setelah semua obor yang ada dipohon sudah menyala.Imam jema’at akan berdoa sejenak. Akhir dari doa sang imam adalah pertanda bahwa perebutan berkat dari pohon buatan itu dimulai. Masyarakat percaya, siapapun yang dapat merebut ketupat berbentuk elang dan telur yang ada dipucuk pohon akan mendapatkan keberuntungan dan rahmat. Warga berebut untuk mendapatkan makanan dari pohon buatan tersebut. Anak – anak pun tidak mau kalah, sekuat tenaga berusaha untuk bisa mendapatkan kue atau tebu yang digantung di pohon buatan itu.Beberapa warga sangat puas dengan apa yang mereka dapat, tapi juga ada nada sedikit kecewa karena tidak berhasil mendapatkan ketupat elang. Tapi tidak ada wajah sedih disana. Semua menikmati tradisi ini. Tidak lama setelah itu,acara dilanjutkan dengan santap kue panada dan santan coklat bersama orang – orang kristen di Masjid.

 

                                                                        *****

Islam HPK = Himpunan penghayat kepercayaan


Cerita Lainnya

Lihat Semua