info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Permainan anak-anak

Novianus Efrat 29 Mei 2012

     Pagi itu mentari sangat bersahabat. Sinarnya hangat dan terasa lembut. Seorang laki-laki yang berprofesi sebagai Pengajar Muda sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia jarang terlambat datang. Namun, hampir tidak pernah ia datang lebih dulu di sekolah dibanding para siswa di sekolah tempat ia ditugaskan. Anak-anak di sini datang begitu awal ke sekolah. Sekolah dekat dengan rumah bukan jadi alasan untuk datang saat dekat-dekat lonceng diketuk, pertanda waktunya masuk ke kelas. Lonceng sekolah biasanya diketuk sekitar pukul setengah delapan pagi. Namun, mereka tiba di sekolah sekitar pukul setengah tujuh pagi. Pemandangan yang sangat manis melihat mereka semua ada di sekolah sepagi itu.

     Bermacam-macam kegiatan sebelum masuk kelas pun dimulai. Ada yang bermain bekel bersama teman-temannya. Di sini permainan bekel sedikit berbeda dengan yang biasa dilihat Pengajar Muda tersebut, atau mungkin yang pernah ia mainkan waktu ia masih kecil di Jakarta dulu. Setahu ia, permainan bola bekel menggunakan bola bekel, bola yang sedikit lebih kecil daripada bola pingpong. Bola bekel ini terbuat dari karet yang biasanya transparan dan mempunyai daya pantul yang tinggi. Pion-pion bekelnya terbuat dari logam yang menyerupai bentuk mata rantai. Kalau posisi pionnya diberdirikan, maka bentuknya seperti miniatur seluncuran di kolam renang. Namun apa yang ia lihat di sini cukup berbeda. Bola bekelnya menggunakan bola tenis! Pionnya? Yang ia lihat, pionnya menggunakan sejenis kerang-kerangan. Cara mainnya tidak terlalu berbeda. Namun, Pengajar Muda ini belum juga mengerti cara permainan bekel di sana. Padahal setiap sore anak-anak bermain bekel di teras rumah tempat ia menumpang tinggal selama di sana. Lalu yang ia lihat, di sana, permainan bekel hanya untuk perempuan saja. Anak laki-laki yang bermain bekel disebut “bencong” oleh mereka. Padahal, Pengajar Muda ini sering main bekel waktu ia kecil dulu. Di tempat asalnya, bekel bukan hanya permainan untuk wanita saja.

     Di lapangan, anak-anak bermain bola. Sudah hal yang lazim kalau hampir setiap siswa laki-laki yang ditanya di sekolah ini pasti akan menjawab menjadi pemain sepak bola sebagai cita-citanya. Berbeda dengan Pengajar Muda yang mengagumi Roberto Baggio sebagai pemain sepak bola favoritnya sepanjang masa, siswa-siwa di sekolahnya hanya mengenal dua nama saja, Messi dan Ronaldo. Terkadang, siswi kelas 6 bermain bola melawan siswa kelas 6. Namun, entah apa yang terjadi, akhir-akhir ini yang merajai lapangan justru lebih banyak siswa kelas 5.

     Di sisi pinggir lapangan, para siswi yang tergabung dari beberapa kelas atas bermain voli. Ada juga siswi yang bermain permainan karet. Hal ini lagi-lagi sepertinya mengingatkan akan masa kecil Pengajar Muda tersebut. Ia teringat waktu kecil dulu, ia bermain karet dengan teman baiknya yang juga tetangganya di salah satu gang kecil di belahan Jakarta Utara itu. Lagi-lagi, permainan karet bergeser menjadi permainan kaum hawa saja. Pada zamannya Pengajar Muda kecil dulu, hanya satu hal yang betul-betul menjadi permainan kaum hawa, yakni boneka. Meskipun demikian, Pengajar Muda ini pernah mendapat hadiah boneka ketika masih batita dari neneknya. Boneka babi berkulit putih seperti domba tetapi menggunakan pakaian seperti para petani di belahan barat pada waktu musim panas. Boneka ini masih ada hingga sekarang di kasur rumahnya. Tentu saja ia tak pernah memainkan boneka itu layaknya kaum hawa. Boneka ini hanya menjadi pendamping setianya saat tidur.

     Siswa siswi yang lebih imut (kelas 1 dan 2), punya cara asik bermain sendiri. Para siswa bermain kejar-kejaran. Entah siapa yang dikejar siapa atau siapa yang mengejar siapa, mereka hanya berlari saja sejadi-jadinya. Tak sedikit yang selalu menangis karena diisengi temannya. Para siswi bermain melompati kaki teman-temannya yang duduk terbuka. Ada pola tersendiri untuk setiap loncatan-loncatannya. Para sisiwi ini yang biasanya menjadi korban pelampiasan gemas dari Pengajar Muda ini.

     Selain bermain, proses transaksi jual beli juga sudah terjadi dari pagi. Banyak siswa yang membawa barang dagangannya ke sekolah. Yang membeli, tentu lebih banyak lagi. Mulai dari makanan ringan, permen, mie siap saji, buah, hingga es menjadi dagangan utama mereka di “pasar pagi sekolah” ini. Mereka bermain, lalu jajan dan istirahat sebentar, lalu main lagi, lalu jajan lagi, begitu saja seterusnya hingga bel sekolah berbunyi.

     Ada musimnya untuk setiap permainan. Sama seperti waktu ia masih seumuran mereka. Bulan depan pemandangan pasti sudah berganti lagi. Seiring bergantinya musim, permainan juga akan berganti.

     Waktu sudah menunjukkan pukul 7.45 WITA. Sang Pengajar Muda masih duduk dengan santainya di depan ruang guru. Ia masih menunggu kedatangan guru yang lain. Bukannya ia tidak mau masuk ke kelas sesuai jadwal yang ditentukan, hanya saja terlihat dari raut wajahnya, ia sangat menikmati pemandangan ajaib sekolah pada pagi itu. Momen yang sayang untuk dilewatkan begitu saja, begitu yang terbaca dari senyuman di wajahnya. Ia mencoba menyerap setiap momen dari anak-anak ini. Semangat anak-anak terserap oleh dirinya sebagai modal untuk mengajar nanti.

     Tiba-tiba ia teringat, bahwa generasi sudah berganti. Generasi anak-anak sekarang ini di tempat asalnya mungkin tidak mengenal yang namanya permainan bekel. Anak-anak kecil di tempat asalnya mungkin lebih asyik bermain di handphone pintar mereka atau permainan portabel mereka. Yang jelas, permainan tradisional sudah mulai ditinggalkan, kalau belum boleh dibilang dilupakan. Oleh karena itu, ia begitu senang melihat anak-anak di desanya di Majene masih bermain permainanan tradisional. Meskipun mungkin karena tidak banyak pilihan, tetapi jelas dari raut wajah mereka, bahwa mereka begitu menikmati permainan-permainan lokal. Permainan modern memang asyik. Tapi, untuk Pengajar Muda yang satu ini, permainan yang melibatkan lebih banyak orang di dalamnya tentu akan lebih seru. Jika ditanya apa permainan tradisional favoritnya? Pengajar Muda ini pasti akan langsung menjawab “gobak sodor” dan “layangan”!  


Cerita Lainnya

Lihat Semua