Lomba Dekorasi Kelas SDN 30 Ulidang

Novianus Efrat 23 April 2012
Lomba dekorasi kelas! Ide ini tiba-tiba menyeruak di pikiranku ketika aku melihat kelas baru kami yang masih putih bersih tanpa noda.

     Belum lama ini sekolah kami yang di gunung ini mendapat semacam bantuan untuk renovasi fisik bangunannya. Beberapa ruangan, termasuk kelas kami (kelas 6) diperbaiki. Sebenarnya kami pindah ke dalam ruangan yang sebelumnya merupakan perpustakaan sekolah. Kelas kami yang dahulu ada di sebelahnya sekarang dipakai oleh kelas 5. Kelas kami yang lama masih ada hiasan-hiasan di bagian langit-langitnya, peninggalan dari tahun-tahun sebelumnya. Alhasil, ketika kami pindah ke ruangan baru ini, sungguh terasa bersih alias kosong sekali kelasnya.

     Melihat hasil renovasi yang berarti papan-papan administrasi kelas juga ikut dipindahkan, maka aku mengambil inisiatif untuk mengajukan lomba dekorasi kelas. Aku mampir ke rumah Kepala Sekolah seusai mengajar persiapan Olimpiade Sains di Kecamatan untuk menyampaikan hal ini. Kepala Sekolah pun berterima kasih untuk masukan ini. Yang tidak terpikirkan olehku, ternyata esok harinya Kepala Sekolah segera mengadakan rapat dewan guru usai bel pulang dibunyikan. Semua guru setuju. Meskipun ada juga beberapa guru yang terkesan malas. Hanya menambah kerjaan saja, keluh mereka. Yah, padahal, hal ini kan untuk kebaikan bersama. Dengan dekorasi kelas yang baik, maka anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar di kelas dan lebih mudah juga untuk mengingat pelajaran-pelajaran. Tidak sampai di situ saja, ternyata sudah ada iming-iming imbalan berupa uang tunai untuk masing-masing pemenang. Barulah kemudian guru-guru mulai tertarik. Singkat cerita kami segera membagi kelompok untuk setiap kelasnya. Aku berduet dengan kepala sekolah untuk kelas 6.

     Awalnya hanya aku dan Juli (wali kelas 4) yang begitu semangat dalam mendekorasi kelas kami masing-masing. Ini persaingan antara Pengajar Muda dengan Guru Sertifikasi di sini. Kami saling “memanaskan” satu sama lain. Bahkan kami sempat bertaruh bahwa bila ada satu kelas yang menjadi juara 1, maka kelas yang lain harus lari turun ke bawah (ke jalan poros) pulang pergi.  Kalau pergi ke jalan poros mungkin tidak terlalu bermasalah. Namun, untuk kembali, yang harus kalian ingat, kawan, jalanannnya menanjak sejauh hampir 2 km. Lanjut lagi, persaingan antar wali kelas ini menjadi persaingan antar siswanya juga. Siswa kelas 6 mulai saling meledek dengan siswa kelas 4. Suasana semakin memanas hari demi hari.

     Hari demi hari kami mengerjakan kelas kami. Pernah juga aku dan beberapa siswa kelas 6 terjebak di dalam kelas hingga larut malam karena hujan yang begitu lebat dan disertai angin yang dahsyat. Kami baru pulang jam 11 malam ketika hujan sedikit reda. Padahal, listrik juga masih mati sejak pukul setengah 9 malam. Tak apa. Hal ini menjadi salah satu kenangan manis yang mungkin tak akan terulang lagi.

     Sekitar empat minggu kemudian, kelas kami mulai “ramai”. Di sisi depan terpampang papan tulis yang pinggirannya sudah diberi selotip berwarna. Samping kirinya ada Papan Kehadiran. Di Papan Kehadiran ini, sudah ada nama-nama siswa dengan ruang untuk menggambar emoticon senyum “=)” atau bintang yang berarti mereka hadir. Di papan ini juga mereka boleh berkreasi sesuai dengan perasaan mereka pada hari itu. Ada beberapa anak yang sedang BT dan kemudian menggambar tanda seperti ini “x__x”. Atau ada juga yang sedih, entah karena apa, dan kemudian menggambarkan “T__T”. Lucunya, ada yang sedang berbunga-bunga dan menggambarkan emoticon dengan mata berbentuk love. Kami semua terbahak-bahak dengan emoticon yang ia gambarkan. Di samping papan kehadiran ini, ada juga lemari penyimpan beberapa barang. Di sudut lain, ada dua pohon buatan dari karton dan kertas crepe. Tepat di atas papan tulis, ada matahari di pojokan dan juga mengambang beberapa awan dengan tulisan kata-kata yang positif di dalamnya. Optimis, Juara, dan Berprestasi, itu adalah kata-kata yang tertulis di awan-awan dalam kelas kami. Yang kurang, bahkan sampai sekarang ini, ialah lambang pancasila dan foto presiden serta wakil presiden. Padahal awan-awan ini sudah diatur sedemikian rupa untuk bisa menyisakan tempat bagi lambang dan foto tersebut di tengahnya.

     Di sisi belakang, tidak banyak hiasannya. Hanya dinding kosong beralaskan cat putih saja. Ingin rasanya kubeli cat berbagai warna dan kemudian hanya melemparnya ke dinding. Oleh karena hal itu hampir mustahil kulakukan, maka dengan bijaknya, dinding bagian belakang ini kami hiasi dengan tiga peta besar yang baru dibeli oleh sekolah. Peta Indonesia di tengah, dan peta Sulawesi Barat dan Dunia di sisi kiri kanannya. Di sebelahnya Peta Sulawesi Barat ada Sudut Dokumentasi yang berisikan beberapa foto dokumentasi kegiatan-kegiatan kami. Belum puas rasanya untuk dinding belakang ini. Sebelum aku pulang, pasti akan kutinggalkan sesuatu di dinding belakang yang setiap kali kupandang rasanya selalu menantangku untuk menumpahkan ide-ideku.

     Di salah satu sisi samping kelas, terpampang foto-foto pahlawan yang sudah kami beri pigura seadanya dengan selotip berwarna cerah. Di antara jendela, ada dua papan yang bertuliskan peribahasa. Sedikit di atasnya, tergantung bendera-bendera negara ASEAN yang kami gambar dan warnai sendiri menggunakan krayon. Pada bagian paling atasnya, terpampang setiap nama siswa kelas 6 dengan ukuran huruf yang bahkan terbaca dengan sangat jelas dari depan kantor guru yang berada sekitar 3 meter di depan kelas. Untuk menambah rasa kepemilikan bagi setiap siswa kelas 6 ini, pikirku.

     Pada sisi yang satunya lagi, ada papan pengumuman. Ini merupakan salah satu ide yang brilian. Kami menggunakan bekas papan administrasi yang berputar untuk mengganti informasi di dalamnya. Jadi, dengan menggunakan papan ini, kami menghemat banyak tempat untuk informasi. Di dalam papan pengumuman berputar ini, ada jadwal piket kelas dan juga jadwal pelajaran yang kami buat dari karton berwarna. Jika ingin menambah informasi lain, maka tinggal putar saja dan kemudian tempel informasi di tempat yang kosong. Selain papan ini, ada juga beberapa rumus matematika yang kami pigura lagi-lagi dengan selotip berwarna. Yang paling menarik perhatian justru bagian atasnya. Ada tatanan tata surya di bagian atasnya. Di bagian pojoknya, tersambung mathai dengan bagian depan kelas tadi. Kemudian, dengan berurutan tertempel planet-planet yang kami buat dengan karton berwarna. Mulai dari Merkurius hingga Neptunus. “Planet-planet” ini kami buat dengan perbandingan ukuran yang bisa menggambarkan bahwa Jupiter adalah planet yang paling besar. Juga Uranus dan Neptunus yang merupakan planet kembar kami buat dengan ukurann yang hampir sama, hanya berbeda sedikit warna biru kartonnya. Saturnus dengan cincinnya. Bumi dengan daratan dan lautannya. Mars yang berwarna merah. Dan seterusnya.

     Tidak lupa juga meja-meja kami lapisi dengan menggunakan kearton berwarna cerah. Di atasnya kami lapisi lagi dengan plastik sampul. Tujuannya untuk menutupi meja-meja yang penuh coretan. Ternyata belum selesai sampai di situ. Masih ada langit-langit yang bisa kami hiasi. Kami pun menghiasinya dengan bintang-bintang. “Bintang-bintang” ini kami buat dengan menggunakan karton yang kemudian dilapisi dengan kertas berwarna metalik. Kelas bertabur bintang, itu yang kami pikirkan ketika kami melihat langit-langit kelas kami.

     Penilaian dekorasi kelas dilakukan oleh kepala sekolah dan juga UPTD kecamatan kami. Mereka sempat datang dan terkesima melihat setiap kelas di sekolah kami yang sudah “berubah”. Tak diayal lagi, sekolah kami yang di gunung ini bahkan jauh lebih menarik dari sekolah-sekolah yang berada di jalan poros sana. Bahkan salah satu pengawas tingkat kecamatan ini mangatakan bahwa ia akan mengadakan lomba serupa di tingkat kecamatan. Ia berkata bahwa lomba dekorasi nanti diadakan per kelas. Jadi kelas 1 dari sebuah sekolah akan diadukan dengan kelas 1 dari sekolah-sekolah yang lain, dan begitu seterusnya.

     Meskipun awalnya hanya kelas 6 dan kelas 4 yang heboh dalam mengerjakan dekorasi kelas, tiba-tiba kelas lain tak kalah semangatnya. Bahkan beberapa kelas terlalu asik mengerjakan dekorasi kelas sehingga melupakan waktu belajar bagi siswanya.

     Beberapa minggu setelahnya, Kepala Sekolah mengumumkan hasil dari lomba ini. Ia mengumumkan hasilnya ketika sedang menyampaikan amanat dalam upacara bendera hari Senin. Sebelum diumumkan, wali kelas 4 mulai grogi. Begitu juga dengan para siswa yang terlihat harap-harap cemas. Untuk para siswa, ada kebanggaan tersendiri bila kelasnya bisa menjadi juara dalam lomba ini. Untuk para guru, tentu imbalan uang yang menjadi harapannya. Pada akhirnya, semua kelas mendapat hadiah imbalan uang, entah itu juara pertama atau terakhir. Sungguh salut aku atas pemikiran Kepala Sekolahku ini.

     Oh ya, hasilnya? Kelas kami juara 2. Beruntung kelas 4 masih di bawah kami. Mereka juara 3. Lalu siapa yang menjadi juara 1? Ternyata kelas 5! Yah, tidak apa. Yang penting, kelas kami tidak berada di bawah kelas 4 yang sebelumnya begitu yakin bahwa merekalah yang akan juara. Hadiah imbalan uangnya lumayan. Cukup untuk membelikan siswa sekelas es krim ketika kami pergi rekreasi nanti.

     Semoga dengan adanya dekorasi kelas ini, para siswa di sekolah kami semakin tertarik untuk duduk diam dengan manis di kelas. Juga harapannya guru-guru semakin termotivasi untuk menghadirkan suasana pembelajaran yang sekreatif mungkin demi efektifnya proses belajar mengajar dalam kelas. Yang paling penting, pikiran anak-anak yang melambung keluar dari pelajaran bisa terjebak dengan gambar-gambar pelajaran di setiap dinding dalam kelas. Secara tidak langsung, mereka menyerap setiap pelajaran yang terpampang itu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua