pertama kali aku dipanggil "bu guru"

Nova Wardani 2 November 2010
hati-hati menggunakan alat peraga
Senin, 25 Oktober 2010 adalah hari pertama PPM di MI Al-Aziziyah, hari pertama mengajar di depan kelas, hari pertama saya dipanggil “bu guru”, hari pertama yang sangat berkesan buat saya. Pagi itu saya mengajar bahsa indonesia di kelas IV dengan tema petunjuk penggunaan alat. RPP sudah saya buat sedemikian rapinya, tapi semua menjadi kacau saat pelaksanaan kegiatan mengajar di kelas. Singkat cerita, dalam kelas saya bentuk menjadi beberapa kelompok. Kemudian tiap kelompok saya beri alat yang berbeda-beda, antara lain senter, obat tetes mata, rautan pensil, pasta gigi, resep obat dan steples. Ternyata setelah saya cari di tas, ada satu alat yang hilang yaitu steples. Akhirnya saya putuskan untuk menggantinya dengan alat pelubang kertas. Konsep pembelajarannya yaitu tiap kelompok diberi alat yang berbeda. Mereka disuruh membuat urutan petunjuk penggunaan alat. Kemudian satu siswa perwakilan masing-masing kelompok maju ke depan kelas untuk membacakan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menebak nama alat yang dimaksud. Awal kekacauan saat satu kelompok yang mendapatkan alat pelubang kertas terlihat kebingungan. Ternyata mereka belum pernah melihat alat tersebut sebelumnya. Akhirnya saya berinisiatif untuk mengambil alat tersebut dan menjelaskannya di depan kelas kepada semua siswa. Anak-anak terlihat sangat antusias. Bagi mereka alat tersebut adalah sesuatu hal baru yang baru mereka lihat. Apalagi waktu saya tunjukkan cara pemakaian alat tersebut, kelas menjadi ribut karena hampir semua anak berebutan minta bukunya dilubangi. Wow, anak-anak yang hyperaktif! Aku bangga melihat mereka. Ada hal lain yang tak kalah menarik. Setelah saya mengajar, jam selanjutnya yaitu pelajaran agama oleh guru mereka sendiri. Saya heran ketika melihat semua siswa bisa duduk dengan rapi dan mendengarkan penjelasan dari guru mereka. Jauh kondisinya dengan keadaan kelas saat aku mengajar di jam sebelumnya. Kenapa bisa seperti ini? Atau karena mereka sudah terbiasa dengan bapak gurunya, atau karena mereka sangat menghormati bapak gurunya, atau karena mereka menganggap pengajar muda itu kakak untuk mereka, bukan orang tua untuk mereka, hmmm... Hal lain yang cukup menarik perhatian saya, saat pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komputer). Mereka sangat senang bisa praktek mengetik langsung di laptop. Saya merasa terhibur bisa membuat anak-anak tersenyum gembira, melihat mereka puas dengan pelajaran yang saya berikan. Terima kasih untuk senyum anak negeri, senyum kalianlah yang bangkitkan semangatku. Hari berganti hari sampai pada akhirnya PPM berakhir di hari sabtu. Hari itu diadakan acara perpisahan dengan semua siswa kelas III sampai VI bertempat di taman surga. Wow, tempat yang indah. Saung bertingkat dengan pemandangan alam, serasa di puncak gunung.  Acara makin seru ketika sebagian siswa kelas VI mempersembahkan lagu dan puisi untuk pengajar muda. Tak kuasa menahan tetes air mata, saat puisi dibacakan untuk kami. Namun saya tidak ingin terlihat lemah di depan mereka, walaupun hati ini sedih. Tidak suka dengan sebuah perpisahan, tapi saya yakin setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Sampai jumpa adik-adikku di MI AL Aziziyah, suatu saat nanti saya ingin melihat kalian menjadi pemimpin masa depan negri ini. Disela-sela kegiatan PPM, ada materi calistung dari sekolah alam cikes. Materi di isi oleh ibu Loula. Akan tetapi materi tidak sesuai dengan harapan kami, bukannya materi dasar calistung, tapi kebanyakan melihat video tentang kegiatan anak ibu Loula. Saya mulai berpikir, apakah bu Loula mencarikan calon suami untuk anaknya dari pengajar muda?hehehehe..yang menarik saat permainan dadu yang bisa diganti dengan logo atau simbol daerah, ekspresi wajah, bendera, operasi hitung matematika,dll. Minggu ke 6, masih berstatus menjadi artis dadakan. Hari jum’at kami mengadakan perjalanan ke ibu kota. Pengajar muda mendapat undangan jamuan di rumah Arifin Panigoro dan makan malam bersama wakil mendiknas (Fasli Jalal). Banyak pesan disampaikan oleh dua tokoh tersebut, diantaranya beberapa tips saat kita memasuki daerah baru. Dimana kita harus bisa membuka diri, low profile, mendekati tokoh-tokoh masyarakat, tidak banyak ngomong, menjaga kedekatan, dll. Pengalaman bapak Fasli Jalal ketika pernah hidup di pedalaman Kalimantan, sangat menginspirasi kami semua. Terima kasih buat Indonesia Mengajar, yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk bertemu dengan orang-orang terdepan negri ini.

Cerita Lainnya

Lihat Semua